MUI Jabar: Tak Ada Manfaatnya Warga Pergi ke Jakarta Demo di Depan MK

Lebih baik mendoakan yang terbaik untuk putusan MK

Bandung, IDN Times - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat Rahcmat Safei mengimbau agar masyarakat tidak datang ke Jakarta dan ikut melakukan aksi di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan sengketa pemilihan umum (pemilu) 2019. Kedatangan warga Jawa Barat ke Jakarta tidak memberikan manfaat dan justru bisa menimbulkan konflik.

Dalam membuat keputusan MK sudah pasti mempertimbangkan berbagai masukan dalam persidangan, sehingga apapun keputusan lembaga ini harus diterima secara ikhlas.

"Tinggal bagaimana kita mengawal serta meningkatkan perbaikan, jika sebelumnya ada hal yang tidak baik," ujar Rahcmat, Rabu (26/6).

1. Jaga kondusifitas

MUI Jabar: Tak Ada Manfaatnya Warga Pergi ke Jakarta Demo di Depan MKIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Ketidakpergiaan warga Jabar ke Jakarta juga berdampak pada keamanan dan kondusifitas Ibu Kota. Jangan sampai aksi yang saat ini digelar kemudian berbuah malapetaka karena bisa jadi ada oknum yang menggerakan massa dan memanfaatkan mereka yang ada di depan gedung MK.

"Kami tidak menghalangi hak asasi untuk menyatakan pendapat. Tapi lebih baik lihat di televisi, lebih baik di masjid-masjid berdoa sambil mendengar keputusan," ujar Safei.

Dia menyebut, apapun keputusan MK baik memenangkan pemohon atau termohon merupakan hal yang sudah diatur Allah dan menjadi takdir yang harus dijalankan masyarakat Indonesia. Masyarakat diminta tidak keras kepala dan anarkis ketika apa yang mereka inginkan tidak terwujud.

"Masyarakat tidak perlu untuk pergi ke Jakarta, itu sudah dijaga keamanan oleh polisi, percayakan kepada pihak keamanan untuk menjaga keamanan di kantor MK," paparnya.

2. Pemenang jangan sombong

MUI Jabar: Tak Ada Manfaatnya Warga Pergi ke Jakarta Demo di Depan MKIDN Times/Axel Joshua Harianja

MUI Jabar berpesan agar siapapun yang memenangkan sengketa di MK agar tidak sombong. Menang kalah adalah sesuatu yang biasa dalam persaingan termasuk ketika pemilihan presiden dan wakilnya.

Di sisi lain, Safei berpesan agar pemimpin di masa mendatang bisa memegang erat teguh janji yang selama kampanye disampaikan pada masyarakat.

"Kepada yang kalah, sabar dan kemudian mengikuti hasil kemenangan karena itu hasil bangsa indonesia yang harus taat kepada konstitusi itu sendiri," ungkapnya.

3. Polarisasi agama pascapilpres belum usai

MUI Jabar: Tak Ada Manfaatnya Warga Pergi ke Jakarta Demo di Depan MK

Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat, HM Rafani Ahyar, mengatakan, polarisasi agama di Indonesia semakin kuat pada saat proses pemilihan presiden dan wakil presiden. Polarisasi ini bahkan belum selesai meski pemilihan umum (pemilu) tinggal menyisakan sengketa di Majelis Konstitusi (MK).

Rafani menuturkan, persoalan ini timbul karena agama sekarang telah dipolitisasi oleh pihak tertentu dalam perpolitikan. Dan jika hal ini dibiarkan maka dampak negatif dari polarisasi bisa semakin tinggi.

"Contohnya kemarin sampai ada sebutan kepada pendukung 01 dan 02, yaitu cebong dan kampret. Ini kan sangat 'luar biasa'," kata Rafani.

Dampak negatif yang terjadi karena persoalan agama dibawa dalam ranah politik yakni keberadaan oknum untuk memecah belah bangsa ketika pengumuman Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Alhasil beberapa waktu lalu terjadi aksi yang berujung timbulnya korban jiwa.

Baca Juga: Komentar Anies Baswedan Jelang Sidang Hasil Putusan MK

Baca Juga: Jelang Sidang Putusan, Hakim MK Gelar Rapat Internal

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya