Maraknya Pembangunan Rumah Timbulkan Potensi Longsor di Tahura Djuanda

UPTD berharap ada perluasan kawasan Tahura

Bandung, IDN Times - Pembangunan perumahan semakin marak dilakukan di kawasan Bandung Utara (KBU). Hal ini berdampak pada kondisi ketahanan tanah di sekitarnya karena akan pohon yang semestinya bisa menjadi penyangga perlahan semakin menipis jumlahnya.

Semakin sedikitnya lahan hijau di daerah KBU kemudian memberikan efek negatif juga untuk kawasan taman hutan raya (Tahura) Djuanda. Kepala UPTD Tahura, Lianda Lubis, mengatakan, dari data yang didapat sekarang sudah ada 14 titik yang kemungkinan akan longsor karena kondisi penyangga tanah sudah tidak maksimal.

"Itu pas kita lihat ke atas memang pemukiman sudah cukup masif gitu yah," ujar Lianda akhir pekan kemarin.

Menurutnya, dengan semakin banyak pembangunan rumah maka tutupan lahan yang bisa menampung air terus berkurang. Meski korelasi antara pembangunan rumah dan longsor belum dicek secara akademis, tapi sejauh ini dari pantauan sementara terlihat ada perbedaan dari struktur tanah di sekitar Tahura bagian atas

"Sekarang menjelang musim hujan kita selalu waspada," kata dia.

1. Pemerintah daerah sudah diberitahu terkait kondisi ini

Maraknya Pembangunan Rumah Timbulkan Potensi Longsor di Tahura DjuandaIDN Times/Debbie Sutrisno

Terkait pembangunan rumah di KBU pihak UPTD Tahura Djuanda tidak bisa berbuat banyak. Musababnya, daerah tersebut bukan termasuk dalam kawasan Tahura.

Lianda pun sudah menyampaikan persoalan ini kepada pemerintah daerah hingga pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun, hingga sekarang belum ada tanggapan serius dari pihak tersebut.

"Sudah tahu ko. Provinsi sudah tahu. KLHK juga sudah tahu. Mungkin karena peralihan kepemimpinan jadi agak repot ya. Mungkin nanti dibereskan," kata Lianda.

2. Kerusakan lahan penyangga air berdampak pada kondisi Gua Belanda di Tahura

Maraknya Pembangunan Rumah Timbulkan Potensi Longsor di Tahura Djuandasky-adventure.com

Selain potensi longsor, Lianda menyebut banyaknya rumah di daerah KBU yang berada di atas Tahura Djuanda membuat air semakin cepat mengalir ke daerah wisata di Tahura Djuanda. Salah satu yang berdampak adalah kondisi di Gua Belanda yang semakin lembab.

"Iya basah (Gua Belanda) karena di atasnya itu kan (banyak rumah). Jadi resapan airnya kurang bagus. Musim kering ga ada air tapi agak lembab-lembab dikit," kata dia.

Lembabnya gua tersebut diperkirakan bisa membuat kerusakan pada kondisi tempat tersebut lebih cepat rusak. "Kita melihat tanda-tandanya begitu," kata dia.

3. Keinginan memperluas kawasan Tahura masih angan-angan

Maraknya Pembangunan Rumah Timbulkan Potensi Longsor di Tahura DjuandaIDN Times/Debbie Sutrisno

Lianda menyebutkan, selama ini pihaknya telah berupaya memperluas kawasan Tahura bahkan hingga 3.000 hektare. Namun, keinginan tersebut hingga sekarang belum bisa terwujud.

"Itu sudah dari 2010. Bu Menteri (KLHK) juga sudah sepakat. Cuman pembicaraannya tersendat belum ada dialog lebih lanjut. Hanya saling tahu," ungkap Lianda.

Dia mengatakan, banyak dampak positif sebenarnya ketika kawasan Tahura diperluas. Sebab UPTD bisa lebih cepat melakukan penghijauan sehingga beberapa bencana seperti banjir yang selama ini terjadi di perkotaan semestinya bisa diminimalisir.

Di sisi lain, perluasan kawasan juga dipastikan tidak akan mengganggu rumah atau bangunan lain yang sudah berdiri. Sebab perluasan ini lebih difokuskan pada penghijauan.

Baca Juga: Derita Tahura Bukit Soeharto, si Calon Ibu Kota Baru

Baca Juga: 9 Fenomena di Dalam Hutan yang Belum Terpecahkan Sampai Saat Ini

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya