Live Shopping Ala Pedagang Pasar di Tengah Minimnya Pembeli ke Toko

Mal dan pasar yang banyak penjual pakaian sepi peminat

Bandung, IDN Times - Pedagang yang berjualan di pasar atau mal saat ini sedang mengalami penurunan pembeli seiring maraknya pelaku UMKM menjajakan dagangannya secara daring (online) di media sosial maupun e-commerce.

Peralihan sistem berjualan ini pun mulai diikuti para pedagang salah satunya di Pasar Andir, Kota Bandung. Sepinya pembeli ke toko membuat para pedagang akti berjualan online. Bukan menawarkan produk kepada pembeli secara tatap muka, mereka justru menatap layar gawai. Para pedagang tersebut ramai live shopping atau berjualan secara online melalui e-commerce.

Tren live shopping saat ini memang sedang digandrungi masyarakat. Di sana, pembeli dan pengunjung bisa berinteraksi dan melakukan transaksi secara real-time. Harga yang ditawarkan pun jauh lebih murah, dibandingkan bila membeli langsung di toko.

Salah satu pedagang yang tengah berjualan secara langsung di e-commerce adalah Nayli. Wanita 24 tahu ini menturkan, kondisi minimnya pembeli datang ke toko sudah berlangsung beberapa bulan ke belakang. Dia menilai maraknya live shopping membuat pedagang di Pasar Andir ditinggal pelanggannya.

“Teman-teman di Pasar Andir sangat terdampak dengan kehadiran live shopping, kerasa banget dampaknya,” kata Nayli kepada wartawan di kios Pasar Andir Trade Center Bandung, Kamis (21/9/2023).

1. Harga pakaian dijual online sangat jauh dari di toko

Live Shopping Ala Pedagang Pasar di Tengah Minimnya Pembeli ke TokoIlustrasi e-commerce. IDN Times/Helmi Shemi

Bermodalkan ring light dan gawai, para pedagang ini tinggal menawarkan produknya saja kepada konsumen secara online. Nayli menuturkan, mereka harus bersaing dengan jenama lokal lain yang juga ikut berdagang di live shopping. Yang lebih berdampak pada sistem berdagang secara langsung adalah harga yang ditawarkan secara online sangat murah.

“Terjual sih kadang satu sampai dua potong baju, kalau tahun kemarin masih banyak yang beli karungan. Tetapi karena ada live shopping, harga-harga jadi turun, di sini agak kurang. Kondisi setahun ke belakang seperti ini,” ujarnya.

Kios-kios yang masih bertahan di Pasar Andir Trade Center rata-rata menjual pakaian dan kebutuhan primer lainnya. Tempat dagang mereka tetap buka, tapi saat sepi pengunjung, para pedagang ini bakal lansung live shopping di depan layar gawai.

2. Usaha bisa bangkrut jika tidak ikuti perkembangan jaman

Live Shopping Ala Pedagang Pasar di Tengah Minimnya Pembeli ke TokoIlustrasi live shopping (searchenginejournal.com)

Aktivitas untuk berjualan secara daring di e-commerce juga dilakukan Nurlita, seorang pedagang di Pasar ITC Kebon Kelapa Bandung. Dia sebenarnya mulai membuat akun di e-commerce sejak 2015, tapi tidak fokus jualan di sana.

Namun, setelah pandemik COVID-19 yang membuat banyak orang beralih ketika ingin membeli barang secara online, Nurlita pun kemudian memantapkan diri terjun dalam sistem tersebut.

Nurlita belajar secara otodidak tentang algoritma dan aktivitas medsos melalui YouTube. Ia pun rajin melihat tren-tren yang muncul.

Dia mengaku omzet saat jualan offline dengan online memang berbeda. Namun, hal tersebut tergantung bagaimana penjual mencari peluang. Saat jualan offline melalui grosir, Nurlita mengeruk omzet hingga Rp200 juta per bulan. Saat ini omzet dari 15 akun yang dikelola berbeda-beda.

"Satu akun ada yang masih puluhan juta. Ada yang sudah Rp 150 juta omzetnya, beda-beda. Ya bisa sampai ratusan juta. Makanya kita fokuskan juga ke online. Ada satu akun yang masih kita pupuk juga, belum jadi," ucapnya.

3. Menkop harap influencer promosikan produk lokal ketimbang barang impor

Live Shopping Ala Pedagang Pasar di Tengah Minimnya Pembeli ke TokoPekerja memproduksi sepatu Tori berbahan kain tenun di Ruang Produksi Terampil Sejahtera, Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/8/2020). ANTARA FOTO/Novrian Arbi

Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki mengajak influencer dalam negeri untuk turut mempromosikan produk lokal agar mampu melawan dominasi produk asing yang dijajakan di platform e-commerce.

"Sekitar 56 persen total revenue pasar e-commerce kita dikuasai asing. Maka dari itu, kita butuh peran banyak pihak, termasuk influencer dalam mempromosikan produk lokal," kata MenKopUKM Teten Masduki dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.

Menteri Teten menuturkan di tengah perubahan pola belanja offline ke online dan serbuan produk asing, peran influencer semakin signifikan untuk turut serta mempromosikan produk lokal.

"Kita butuh semangat bersama, semangat seluruh masyarakat Indonesia untuk mencintai produk dalam negeri. Karena kualitas produk buatan dalam negeri sudah bisa bersaing dengan produk asing," ujarnya.

Semangat untuk mencintai produk dalam negeri, lanjutnya, bisa membantu UMKM untuk berkembang dan tumbuh secara berkesinambungan. Ia berkeinginan agar masyarakat Indonesia bisa mencontoh masyarakat Jepang yang memiliki falsafah membeli produk dalam negeri adalah suatu cara untuk membantu negaranya menjadi bangsa yang besar.

Namun, kondisi pasar offline saat ini sebagaimana riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) hampir 90 persen dari 400 perusahaan e-commerce di Indonesia dikuasai oleh produk impor. Padahal perputaran uang yang beredar di pasar e-commerce Indonesia bisa mencapai Rp300 triliun.

Baca Juga: Persaingan Live Shopping Makin Sengit, Siapa Jadi Juara Saat Ini?  

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya