Limbah Tekstil Bisa Disulap Jadi Fesyen Kekiniaan Bernilai Jutaan

Indonesia jadi negara penyumbang limbah tekstil terbanyak

Bandung, IDN Times - Produk fesyen saat ini mulai digandrungi kembali setelah masyarakat terlepas dari pandemik COVID-19. Permintaan produk tekstil pun meningkat seiring aktivitas masyarakat yang lebih leluasa.

Namun, di balik peningkatan industri tekstil, persoalan limbah tekstil seperti kain yang tidak terpakai menjadi sisi gelap sektor ini. Dari data SIPSN KLHK (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pada 2021, Indonesia telah menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau fesyen. Angka tersebut setara dengan 12 persen dari total sampah yang dihasilkan di Indonesia. Dan faktanya hanya 0,3 juta ton limbah fesyen yang berhasil didaur ulang.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam ”Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan dari Ekonomi Sirkular” (2021) menjelaskan, meningkatnya jumlah konsumen turut meningkatkan permintaan barang tekstil sehingga volume limbah tekstil pun kian bertambah.

Lalu bagaimana cara agar limbah tekstil ini tidak terbuang dan menjadi sampah yang berbahaya pada masyarakat? Salah satu yang mulai digandrungi masyarakat adalah mengubah sisa-sisa kain tekstil atau perca menjadi produk fesyen kekinian.

Konsep ini juga yang dilakukan Maria Theresia Saptina Wisumurdianti. Melalui jenama 2G Art_Project, Maria coba membuat berbagai kerajian seperti tas, gantungan kunci, sprei, jaket, hingga rompi jas dari sisa kain tekstil.

Keinginan untuk mengolah limbah teksil agar tidak terbuang ke TPS atau TPA berawal dari keprihatiannya dengan tumpukan sampah di TPA Bantargebang, Bekasi. Lama tinggal tak jauh dari kawasan tersebut, Maria melihat tumpukan sampah yang menggunung. Dari tumpukan itu banyak sekali produk tekstil baik potongan kain, maupun pakaian utuh yang ikut menjadi sampah.

"Suka bikin kegiatan bakti sosial gitu di warga sekitar Bantargebang dan lihat langsung limbah garmen itu numpuk campur sama sampah plastik. Dari situ saya berpikir, kayanya harus bikin sesuatu yang bermanfaat dari limbah tekstil itu," kata Maria saat berbincang dengan IDN Times, Selasa (6/6/2023).

Keinginan mengurangi limbah tekstil masuk ke TPA baru terlaksana pada 2017. Maria iseng membuat kerajinan tangan dari potongan limbah tekstil menjadi taplak meja, tote bag (tas jinjing) sampai sprei (bed cover). Kerajinan ini lantas mendapat apresiasi dari sejumlah teman yang kemudian membelinya. Merasa bahwa produk buatan tangannya bermanfaat, Maria pun semakin giat membuat berbagai kejadian di tengah kesibukannya sebagai pelaku event organizer (EO).

1. Peminat produk dari sisa kain tekstil makin banyak

Limbah Tekstil Bisa Disulap Jadi Fesyen Kekiniaan Bernilai JutaanDebbie Sutrisno/IDN Times

Maria menuturkan, keseriusan untuk menekuni membuat berbagai produk fesyen dari limbah tekstil terjadi saat pandemik COVID-19. Bekerja di bidang EO membuatnya tidak bisa melakukan banyak pekerjaan karena berbagai larangan aktivitas masyarakat. Alhasil Maria lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

Tak ingin berdiam diri, dia kemudian berpikir untuk memanfaatkan keahliannya membuat produk dari kain perca. Mulailah pada 2020 membuat produk secara masif seperti taplak dan masker kain yang saat itu dibutuhkan masysarakat dengan tidak menjualnya secara komersil.

Hingga saat seorang teman memberi masukan agar Maria bisa membuat pakaian atau produk fesyen lainnya untuk dijual. Karena ilmu yang belum mendalam, dia lantas ikut sejumlah pelatihan yang memang dikhususkan pada pembuatan produk dari limbah tekstil.

"Yang paling besar produk saya awalnya bed cover. Karena memang butuh ketelatenan juga jadi bikinnya agak lama. Dari situ baru berkembang mulai merambah pakaian seperti jaket hoodie sampai rompi jas," kata Maria.

Setelah aktif membuat produk dan berkenalan dengan banyak teman, Maria baru paham bahwa tak sedikit masyarakat berminat membeli pakaian yang bahan utamanya adalah limbah teksil. Meski harganya memang lebih tinggi karema butuh waktu dalam membuat satu produk, tapi pembeli selalu bermunculan.

"Untuk pakaian yang saya buat ada harganya Rp1,3 juta sampai Rp3 juta. Itu tergantung kesulitan desain karena ngaruh ke waktu pengerjaan," ujarnya.

2. Produk lebih unik karena tidak akan ada yang serupa

Limbah Tekstil Bisa Disulap Jadi Fesyen Kekiniaan Bernilai JutaanDebbie Sutrisno/IDN Times

Untuk menyelesaikan satu orderan pakaian, lanjut Maria, waktu yang dibutuhkan memang tidak lama sekitar satu minggu. Namun, itu harus dilakukan setiap hari dalam pengerjaannya. Yang jadi kesulitan adalah mendapatkan kain sisa yang warna dan desainnya mirip untuk orderan pakaian lebih dari satu.

Meski demikian, para pembeli produk ini sudah paham dengan kondisi tersebut. Karena memang dalam mengolah limbah tekstil menjadi produk lainnya sudah pasti tidak akan ada desain warna serupa. Justru itu yang jadi keunikan dalam setiap pakaian hasil daur ulang limbah tekstil.

"Jadi saya suka bilang ke yang beli mungkin motif atau desainnya bisa ada yang sama, tapi warna susah karena memang kita manfaatkan kain sisa yang ada saja," ungkapnya.

Selama ini, Maria memang tidak mencari kain sisa tekstil secara khusus untuk desain tertentu. Dia biasanya membeli kain yang ada dari komunitas tertentu. Atau mendapat kain dari teman-temannya yang mempunyai usaha industri tekstil, seperti batik dari Cirebon.

3. Sudah ikut pameran dan fashion show

Limbah Tekstil Bisa Disulap Jadi Fesyen Kekiniaan Bernilai JutaanDebbie Sutrisno/IDN Times

Walaupun berasal dari limbah tekstil yang didaur ulang menjadi tas hingga pakaian, Maria menyebut bahwa produknya ini makin dikenal masyarakat. Salah satu cara memperkenalkan 2G Art_Project adalah dengan mengikuti berbagai pameran produk daur ulang hingga fashion show.

Cara ini pun dianggap lebih efektif diperkenalkan pada masyarakat khususnya pada calon pembeli bahwa limbah teksil sebenarnya bisa dimanfaatkan dan diubah jadi produk fesyen yang tidak kalah bagus dari pakaian lain yang dibuat di pabrik.

Dalam waktu dekat Maria pun bakal menggelar pemeran dengan fashin show bersama seorang pelukis dari limbah plastik. Kegiatan ini diselenggarakan untuk memperlihatkan kepada masyarakat bagaimana limbah yang selama ini dibuang ke tempat sampah bisa menjadi produk unik.

"Ini merupakan kolaborasi dari kami yang tertarik bagaimana caranya untuk mengurangi limbah. Harapannya masyarakat ke depan tidak asal membeli barang dan kemudian membuangnya ketika tidak terpakai sehingga ujungnya jadi limbah," papar Maria.

Selain itu, tahun ini dia berencana untuk membuka galeri kecil di rumahnya. Sebab selama ini sudah banyak pihak yang ingin melihat hasil karya Maria, tapi belum memiliki tempat yang pas untuk memamerkannya. Padahal hingga sekarang dia setidaknya sudah memiliki 50 produk hasil olahan limbah tekstil yang bisa diperjualbelikan.

Baca Juga: 5 Tips Membeli Baju Thrift, Jangan Menambah Limbah Tekstil

Baca Juga: Marak Baju Bekas Impor, Jokowi: Ganggu Industri Tekstil Dalam Negeri

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya