Ketua KPK: Kasus Korupsi di Jabar Paling Tinggi Sejak 2004

Pilkada bisa jadi potensi kenaikan angka korupsi

Bandung, IDN Times - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri prihatin dengan masih banyaknya kasus korupsi yang menggerogoti Indonesia sepanjang 2004 hingga 2020. Dari 34 provinsi di seluruh Indonesia, ada 26 daerah masih terjadi korupsi.

"ini memprihatinkan bagi kita," ucap Firli saat Webinar Nasional Pilkada Beintegritas 2020 yang disiarkan melalui Youtube KPK, dikutip dari ANTARA, Rabu (21/10/2020).

Dari 26 provinsi itu, ia mengatakan, Jawa Barat yang tertinggi, mencapai 101 kasus korupsi, diikuti Jawa Timur 93 kasus, Sumatera Utara 73 kasus, Riau dan Kepulauan Riau 64 kasus, dan DKI Jakarta 61 kasus.

1. Delapan daerah berhasil jalankan program pencegahan korupsi

Ketua KPK: Kasus Korupsi di Jabar Paling Tinggi Sejak 2004Ilustrasi KPK (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara untuk delapan provinsi yang tidak ada kasus korupsinya, Firli mengharapkan hal itu terjadi karena program pencegahan yang dilakukan berhasil.

"Ada delapan provinsi yang tidak ada kasus korupsi, mudah-mudahan ini adalah pencegahannya berjalan karena sesungguhnya ada intervensi KPK terkait pencegahan korupsi," kata dia.

Ia pun menyebut daerah-daerah yang berhasil melaksanakan pencegahan akan mendapatkan dana intensif dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Baru tahun ini tahun-tahun lalu belum karena kita negoisasi. 'Bu Menteri (Sri Mulyani) kalau ini seandainya orang sudah bekerja untuk pencegahan korupsi tetapi tidak ada imbalan tidak ada reward-nya orang malas'. Akhirnya Alhamdulillah oleh Ibu Menteri diberikan intensif daerah yang sukses melaksanakan kegiatan pencegahan korupsi," ujarnya.

2. Perkara korupsi paling banyak di daerah adalah suap

Ketua KPK: Kasus Korupsi di Jabar Paling Tinggi Sejak 2004Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, Firli juga membeberkan data soal jenis perkara korupsi yang melibatkan kepala daerah sepanjang 2004 sampai 2020.

"Kita lihat fakta para pelaku korupsi. Jadi, kasus-kasus korupsi yang terjadi 2004 sampai 2020 itu paling banyak karena kasus suap itu 704, di proyek 224 perkara, penyalahgunaan anggaran 48, TPPU 36. Ini kasus-kasus yang melibatkan kepala daerah," ucap Firli.

3. Waspada korupsi di tengah perhelatan Pilkada 2020

Ketua KPK: Kasus Korupsi di Jabar Paling Tinggi Sejak 2004Ilustrasi Pilkada serentak 2020, IDN Times/ istimewa

Firli jug mengingatkan banyak kasus tindak pidana korupsi terungkap pada saat tahun politik. Bahkan pada saat Pilkada 2015, 2107, dan 2018 sangat banyak kasus yang berhasil ditemukan KPK.

"2018 itu tertinggi kasus korupsi yang tertangkap saya harus katakan itu, kasus korupsi tertinggi yang tertangkap karena bisa saja banyak belum tertangkap. Setidaknya 30 kali tertangkap kepala daerah," ungkap Firli.

Dia mengungkapkan, masalah pendanaan pilkada, yakni adanya kesenjangan (gap) antara biaya pilkada dengan kemampuan harta pasangan calon kepala daerah. Artinya, total harta pasangan calon kepala daerah tidak mencukupi biaya pilkada.

"Dari hasil penelitian kita bahwa ada gap antara biaya pilkada dengan kemampuan harta calon bahkan dari LHKPN itu minus. Jadi, total hartanya cuma rata-rata Rp18 miliar bahkan ada tidak sampai Rp18 miliar. Jadi, jauh sekali dari biaya yang dibutuhkan saat pilkada," kata Firli.

4. Banyak calon kepala daerah didanai sponsor bisa jadi potensi korupsi

Ketua KPK: Kasus Korupsi di Jabar Paling Tinggi Sejak 2004Ilustrasi Suap (IDN Times/Mardya Shakti)

Berdasarkan survei KPK pada pelaksanaan pilkada 2015, 2017, dan 2018, total harta rata-rata satu pasangan calon adalah Rp18.039.709.967 bahkan ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus Rp15.172.000.

"Jadi, ini wawancara 'indepth interview' ada yang ngomong Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tetapi ada juga yang ngomong kalau mau ideal menang di pilkada itu bupati/wali kota setidaknya punya uang Rp65 miliar. Padahal, punya uang hanya Rp18 miliar, artinya minus mau 'nyalon' saja sudah minus," tuturnya.

Selain itu, ia pun mengungkapkan dari hasil penelitian terdapat 82,3 persen calon kepala daerah dibiayai oleh pihak ketiga atau sponsor.

"Dari mana uangnya? Uangnya dibiayai oleh pihak ketiga dan hasil penelitian kita 82,3 persen, biaya itu dibantu oleh pihak ketiga, 2017 82,6 persen dibantu oleh pihak ketiga, 2018 70,3 persen dibantu oleh pihak ketiga," kata Firli.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya