Keluh Kesah Wali Kota Bandung dan Dirut Rumah Sakit Mencari Oksigen 

Pasien kian terlantar jika oksigen medis tidak ada

Bandung, IDN Times - Lonjakan kasus COVID-19 di berbagai daerah masih terjadi. Di Kota Bandung, kasus pasien positif virus corona dengan gejala pun masih mendatangi rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Kondisi sesak napas yang ditimbulkan COVID-19 ini membuat pasien sangat membutuhkan oksigen sebagai bantuan pernafasan. Sayangnya, pasokan oksigen di sejumlah rumah sakit menipis dan sangat langka.

Ada empat rumah sakit di Kota Bandung yang mengumumkan ke publik jika mereka memastikan tidak menerima sementara waktu pasien COVID-19 baru dan bergejala sesak nafas dikarenakan sarana dan prasarana tidak memadai. Rumah sakit itu adalah RS Al Islam, RS Keluarga, ibu dan anak (RSKIA), serta RSUD Bandung.

Kurangnya pasokan oksigen ini disinyalir dari distributor agen yang menjual secara eceran kepada masyarakat luas yang membutuhkan. Tidak hanya rumah sakit, masyarakat umum, dan setingkat wali kota pun merasakan sulitnya mendapatkan oksigen untuk kebutuhan pasien COVID-19.

Wali Kota Bandung Oded M Danial mengaku sempat mengalami kesulitan mendapatkan oksigen untuk sahabatnya. Dia bercerita, mendapat telepon langsung dari salah seorang sahabat yang meminta bantuan dicarikan suplai oksigen. Ini terjadi saat anak temannya harus cuci darah di rumah sakit dan positif terpapar COVID-19. Ketika membutuhkan oksigen ternyata di rumah sakit tersebut tidak ada karena kehabisan.

"Saya sebagai wali kota coba carikan oksigen itu. Jadi betul di lapangan seperti itu (kelangkaan gas oksigen)," kata Oded dalam konferensi pers, Jumat (2/7/2021).

Dia pun sudah menginstruksikan kepada Dinas Perdagangan dan Perindustrian agar bisa mengecek kondisi ini dan mengupayakan agar oksigen di lapangan tersedia serta terdistribusi dengan baik.

1. Pengiriman oksigen ke rumah sakit terlambat dan tidak banyak

Keluh Kesah Wali Kota Bandung dan Dirut Rumah Sakit Mencari Oksigen Posko Rescue Oxygen Pemprov DKI Jakarta. (IDN Times/Aryodamar)

Minimnya suplai oksigen ke sejumlah rumah sakit membuat pelayanan untuk pasien yang sesak napas terkendala. Pihak rumah sakit enggan berspekulasi ketika harus menambah pasien sedangkan sarana dan prasarana termasuk oksigen belum tentu ada.

Direktur Utama RS Al Islam dr Muhammad Iqbal mengatakan, saat ini masih banyak pasien dirawat dengan keluhan sesak napas yang sama. Karena khawatir ketika ada pasien baru tidak tertangani, maka RS Al Islam pun sementara menutup untuk pelayanan baru bagi pasien serupa.

Iqbal pun menyebut bahwa saat ini suplai oksigen ke RS Al Islam memang semakin minim. Biasanya produsen mengirim oksigen sehari bisa tiga kali.Namun, karena kebutuhan oksigen di berbagai tempat tinggi dalam dua hingga tiga hari ke belakang suplai oksigen bermasalah. Bahkan dalam seminggu ini pihaknya tidak pernah mendapat suplai, sehingga harus secara mandiri datang ke produsen.

"Sekarang tidak dikirim, tetapi harus bawa sendiri, mencari sendiri," ungkap Iqbal.

RS Al Islam Bandung saat ini memiliki 93 tabung ukuran besar dan kebutuhan oksigen cair. Untuk oksigen cair biasa dikirim setiap lima hari sekali. Saat pandemik ini hampir setiap hari ada pengiriman.

Hal senada disampaikan Direktur RSKIA Bandung, dr Taat Tagore. Akibat kurangnya ketersediaan oksigen dan ketidakpastian membuat pihak rumah sakit terpaksa membatasi sebagian layanan rawat inap bagi pasien non-COVID-19 akibat keterbatasan oksigen dan masih menutup beberapa layanan poliklinik.

"Masih ada penutupan terutama di poli dan pelayanan beberapa rawat inap kita kurangi, gak full biasanya," ujar Direktur RSKIA Bandung, dr Taat Tagore.

Dr Taat mengatakan pihaknya mengurangi pemakaian oksigen dengan cara mengurangi pasien yang akan rawat inap. Diharapkan pemakaian oksigen tidak akan terlalu tinggi dan pasien COVID-19 bisa bertahan.

"Mau tidak mau harus dikurangi kebutuhan oksigen dengan cara mengurangi pasien yang rawat inap lainnya seperti pasien penyakit dalam, bedah, dan anak kurangi. Supaya konsumsi oksigen ga terlalu tinggi dan pasien COVID-19 bisa bertahan lebih lama," katanya.

2. Pemerintah provinsi harus segera bertindak

Keluh Kesah Wali Kota Bandung dan Dirut Rumah Sakit Mencari Oksigen Deretan tabung oksigen yang ada di RS Ken Saras Ungaran. (Dok Humas Pemprov Jateng)

Sementara itu, Wakil Wali Kota Yana Mulyana menyebut piahknya tidak bisa berbuat banyak terkait dengan suplai oksigen yang minim ke sejumlah rumah sakit di Bandung. Pemkot Bandung hanya mampu mengajukan ke pemerintah pusat dan provinsi agar bisa mengatur regulasi dalam suplai oksigen ini.

"Ke industri untuk meningkatkan kapasitasnya, dan dia juga mungkin punya batas kemampuan produksi," papar Yana.

Saat ini harus ada skala prioritas lebih dulu di pabrik oksigen di mana dari 100 persen, misalnya, 90 persen bisa digunakan untuk medis dan 10 persen ke sektor lainnya.

Melihat situasi yang tidak menentu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengambil sikap. Dia menugaskan BUMD agar bisa menjalin komunikasi dengan perusahaan produsen gas oksigen agar mampu menyuplai lebih banyak oksigen ke Jawa Barat (Jabar).

Musababnya, dari data Pemprov Jabar saat ini terdapat delapan daerah yang mengalami kekurangan ketersediaan oksigen, yakni Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bogor, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Garut, Kota Bandung, Kota Bogor, dan Kota Tasikmalaya.

"Kita dahulukan kepada rumah sakit yang menurut kajian dokter dia perlu menggunakan tabung oksigen. Kalau yang isoman berasumsi sendiri untuk cadangan dan lain-lain, nanti menimbulkan kewalahan suplai untuk rumah sakit yang lebih darurat," ujar Emil.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 30 Juni 2021, ketersediaan oksigen rumah sakit di 20 daerah di Jabar mencapai 108.455.132 liter. Sedangkan kebutuhan oksigen sekitar 103.937.438 liter.

Baca Juga: Warga Keluhkan Masih Ada Pungli di TPU Cikadut Khusus COVID-19 

3. Gandeng BUMN untuk pemenuhan suplai oksigen

Keluh Kesah Wali Kota Bandung dan Dirut Rumah Sakit Mencari Oksigen Ilustrasi tabung oksigen medis. (ANTARA FOTO/Novrian Arbi).

Menurut Emil, saat ini pihaknya sudah menggandeng beberapa perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Krakatau Steel (Persero) Tbk hingga PT Pupuk Sriwidjaja Palembang dalam pemenuhan oksigen medis. Dengan berbagai dukungan ini diharapkan kebutuhan akan tabung oksigen bisa terpenuhi.

"Kemudian juga kita ada kebutuhan urgensi oksigen mereka juga akan bantu. Ini adalah contoh pada saat seperti ini dukungan dari dunia usaha sangat kita butuhkan," ungkap mantan Wali Kota Bandung itu.

Direktur Utama PT. Migas Hulu Jabar (MUJ) Begin Troys mengatakan, perusahaan sudah memulai mendistribusikan bantuan tabung oksigen ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB). MUJ yang merupakan BUMD Jabar telah bersinergi dengan PT Krakatau Steel membantu pemenuhan oksigen di Jabar.
 
Berdasarkan kajian awal, permintaan rumah sakit akan tabung oksigen cukup melonjak beberapa waktu ke belakang. Sejak dapur logistik tabung oksigen MUJ dibuka pada Jumat (2/7/2021), beberapa rumah sakit di Jawa Barat mulai mengajukan permohonan.

Hingga Senin (5/7/2021), ratusan tabung sudah tersuplai kepada beberapa rumah sakit, seperti di Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Bekasi, yang pasokan tabungnya sudah amat menipis.

Begin memastikan Pemprov Jabar berkomitmen untuk terus membuka bantuan suplai tabung oksigen selama persediaan masih ada. Dia memprediksi permintaan beberapa rumah sakit masih untuk kebutuhan oksigen akan meningkat beberapa hari ke depan.

“Dari mitigasi ini permintaan diprediksi terus meningkat, sehingga  kita masih akan memaksimalkan dengan sumber daya yang ada dengan menjaga manajemen logistik oksigen ini. Karena dari ketersediaan, Insya Allah kita bersama PT Krakatau Steel grup bisa menyediakan 150 tabung sehari,” katanya.

Sementara itu, Asisten Daerah (Asda) Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar Taufiq Budi Santoso mengatakan, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar intens menyusun strategi untuk menjaga stok oksigen rumah sakit-rumah sakit di Jabar memadai.

Pemprov Jabar sedang mendorong produsen oksigen untuk meningkatkan produksi hingga tiga kali lipat dari kondisi eksisting. Hal itu dilakukan karena kebutuhan rumah sakit akan oksigen mengalami peningkatan.
 
"Distribusi juga akan ditingkatkan. Salah satunya dengan meningkatkan armada pengangkut dan Sumber Daya Manusia, baik supir dan tenaga untuk angkut tabung. Saat ini, Dinas Kesehatan akan mengidentifikasi rumah sakit-rumah sakit yang membutuhkan oksigen," ujar Taufiq.

4. Fokuskan dana untuk penanganan pandemik

Keluh Kesah Wali Kota Bandung dan Dirut Rumah Sakit Mencari Oksigen Ilustrasi PPKM mikro (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Dihubungi terpisah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat (Jabar) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar segera mengalokasikan dana untuk menambah ketersediaan tabung oksigen.

Ketua IDI Jabar, Eka Mulyana mengatakan, kondisi tabung oksigen di seluruh rumah sakit di Jabar saat ini bisa dibilang sudah mengalami kekurangan. Namun, menurutnya, kondisi ini hampir merata di rasakan di provinsi lainnya.

"Permasalahan oksigen tidak hanya di Jabar tetapi di semua daerah dan penanganan tidak semudah seperti membalikan tangan," ujar Eka.

Pemprov Jabar saat ini dipastikan tengah mencari jalan keluar dari persoalan itu. Hanya saja, Eka bilang, rencana alokasi anggaran 140 miliar dari 11 proyek strategis oleh Pemprov Jabar harusnya bisa langsung digunakan untuk menambah pasokan oksigen untuk rumah sakit COVID-19.

"Yang pasti, tentu semua anggaran apa pun itu harus menjadi prioritas alokasi pandemi ini termasuk permasalahan oksigen, obat, tempat tidur pasien, dan sebagainya," katanya.

Menurutnya, kebutuhan tabung oksigen di rumah sakit lebih mendesak dan harus segera diberikan jalan keluar. Eka mengatakan, tabung oksigen sangat krusial dalam penanganan lonjakan kasus COVID-19 dan varian delta.

"Tabung oksigen skala prioritas, oksigen ini menyangkut nyawa dan harus prioritas, jangan sampai tidak ada anggaran untuk oksigen. Ini harus diprioritaskan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jawa Barat, Asep Wahyu Wijaya mengatakan, DPRD Jabar sempat mengadakan rapat dengan Pemprov Jabar mengenai kelangkaan ini dan hasilnya kelangkaan terjadi karena adanya regulasi suplier.

"Oksigen ini ternyata seperti tabung gas, ada pemilahan zona. Jadi misal ada suplier atau distributor, dia hanya bisa Depok ya Depok aja, jadi perusahaan hanya bisa suplai di kawasan itu," ujar Asep.

Asep menuturkan, regulasi penyediaan tabung oksigen di daerah ternyata membuat sulit untuk distributor menambah ketersediaan. Menurutnya, kondisi ini yang membuat tabung oksigen di rumah sakit mengalami kelangkaan.

"Jadi perlu regulasi baru, misal Depok ini kurang, Bandung ada, jadi bisa langsung disuplai itu harus ada regulasi yang memudahkan distribusinya," jelasnya.

Ketika regulasi masih belum ada perubahan, Asep bilang, kelangkaan akan terus terjadi, dan penanganan di wilayah yang sangat membutuhkan tabung oksigen akan sulit dilakukan pemerintah.

"Saya khawatir ada berapa kendala yang harus kita suplai, ini kan problem, misalkan, saya mencoba bercermin pada tabung gas masak ini, pangkalan di daerah itu kan dibatasi," pungkasnya.

Baca Juga: Top, Penjual Oksigen Ini Bikin Sistem yang Bisa Hindari Kerumunan

Baca Juga: Ridwan Kamil: Warga Jabar yang Isoman Dapat Layanan Gratis dari Dokter

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya