Kajian Kerawanan Bencana Sudah Dimiliki Setiap Pemerintah Provinsi

Dipakai gak nih kajian para ahli untuk mitigasi bencana?

Bandung, IDN Times - Secara geografis, Indonesia berada di lingkungan bencana. Karena itu, kondisi alam Tanah Air ini membuat bencana sering terjadi setiap tahunnya. 

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono mengatakan, mitigasi bencana geologi mulai dari gunung berapi, gerakan tanah, hingga gempa bumi setiap tahunnya sudah dilakukan Badan Geologi. Bahkan, untuk pergerakan tanah setiap bulannya sudah diberikan ke pemerintah daerah (Pemda) provinsi.

"Peta ini kami berikan ke pemerintah daerah setempat termasuk BPBD. Harusnya mereka sudah tahu arena mana saja yang ada potensi longsor atau banjir bandang mulai dari level sedang, menengah, tinggi. Seharusnya ini jadi acuan untuk bisa melakukan antisipasi," ujar Eko dalam diskusi virtual, Rabu (20/1/2021).

1. Pemetaan dilakukan secara detail

Kajian Kerawanan Bencana Sudah Dimiliki Setiap Pemerintah ProvinsiIlustrasi banjir bandang. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Eko mengatakan, pemetaan yang dilakukan Badan Geologi dilakukan secara rinci. Misalnya untuk pergerakan tanah di Jawa Barat, pihaknya sudah memetakan daerah mana saja yang sangat berpotensi timbul dan berdampak pada longsor.

"Ini detail kami memetakan setiap kabupaten/kota termasukan gerakan tanah yang ada," paparnya.

Termasuk dengan kondisi geologi apakah berpotensi menjadikan bencana atau tidak kepada masyarakat.

2. Penataan harus dilakukan di kawasan yang potensi pergerakan tanahnya tinggi

Kajian Kerawanan Bencana Sudah Dimiliki Setiap Pemerintah ProvinsiEvakuasi warga terdampak banjir di Kalimantan Selatan pada Jumat (15/1/2021) (Dok. BNPB)

Eko menyebut, dengan adanya peta kerawanan bencana, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota harus melakukan penataan untuk kawasan yang berpotensi timbul bencana baik pergerakan tanah, gempa bumi, maupun dari gunung vulkanik. Selama ni masih ada pembangunan yang dilakukan di titik yang rawan bencana, dan itu amat berbahaya.

"Maka penataan yang baik itu memang harus dilakukan agar pergerakan tanah atau bencana lainnya tidak terjadi dan bisa dihindari," ungkap Eko.

3. Pembangunan infrastruktur di kawasan rawan bencana terlalu masif

Kajian Kerawanan Bencana Sudah Dimiliki Setiap Pemerintah ProvinsiTim SAR gabungan lakukan pencarian korban longsor Sumedang. (IDN Times/Bagus F)

Sementara itu, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG ) Kasbani mengatakan, ada dua hal yang bisa menyebabkan sebuah daerah rawan mengalami bencana. Pertama, kawasan tersebut memang memiliki kontur yang rawan. Misalnya, daerah yang berada di lembah akan lebih mudah terdampak longsor.

Kedua, adalah pemicu bencana. Contohnya dalam beberapa kejadian bencana longsor, pemicunya adalah hujan deras berkepanjangan dalam beberapa hari. Hujan deras juga bisa berdampak pada banjir bandang seperti yang terjadi di Kabupaten Bogor.

Dengan adanya dua penyebab ini, pemerintah daerah seharusnya sudah bisa memetakan agar pembangunan infrastruktur tidak terlalu masif di kawasan yang rawan bencana.

"Sekarang banyak lokasi (titik rawan bencana) yang terekspos (pembangunan infrastruktur. Dan pembangunan ini bisa jadi pemicu," papar Kasbani.

Baca Juga: Badan Geologi: 73 Persen Sebaran Tanah Longsor Terjadi di Pulau Jawa

Baca Juga: Waspadai 7 Pertanda Bencana Alam yang Perlu Kamu Tahu

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya