Jabar Akan Ganti Sistem Pengupahan untuk Antisipasi Pabrik Tutup

Kenaikan UMK juga berdampak pada penurunan volume ekspor

Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) berencana mengubah sistem pengupahan. Hal ini berkaitan dengan banyaknya pabrik yang tutup karena persoalan upah yang selama ini diterima para pekerja. Selain pabrik yang tutup, pemindahan pabrik ke beberapa kota besar ke daerah lain pun bisa berdampak pada upah tersebut.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, dari total perusahaan yang tutup dan akan pindah baik masih di Indonesia maupun di luar negeri mencapai sekitar 140. Namun, mayoritas yang melakukan penutupan adalah upah terlalu tinggi.

"Nah, sistem pengupahan kita desentralisasi diserahkan kepada kepala daerah tingkat II. Ini lah yang jadi sorotan mereka," kata Ridwan Kamil usai melakukan rapat bersama ILO, Senin (29/7).

1. Perbandingan upaha di Jabar terlalu renggang

Jabar Akan Ganti Sistem Pengupahan untuk Antisipasi Pabrik Tutupunsplash.com./@bady

Emil, sapaan akrabnya, menuturkan, perbedaan upah di antara kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat memang terlalu jauh. Dia mencontohkan, di Kabupaten Pangandaran upah minimumnya hanya Rp1,6 juta, sedangkan di Karawang upah minimumnya telah mencapai Rp4,2 juta. Perbandingan ini memperlihatkan adanya perbedaan pendapatan masyarakat mencapai Rp2,5 juta.

Melihat persoalan ini, Pemprov Jabar akan berkoordinasi dengan ILO agar bisa mendapat masukan terkait standar pengupahan yang mengacu pada sistem internasional.

"Kalau sistem pengupahannya diperbaiki, maka buruhnya ikut sejahtera investasi juga tidak ada yang pergi. Analisa dari ILO ini, khusus Jabar," katanya.

Salah satu skema yang diajukan ke ILO, yaitu provinsi akan mengatur upah berdasarkan jenis industrinya. Kemudian, daerah mengusulkan sistem kebutuhan hidup layaknya yang wajar di setiap daerah.

"Nanti kombinasi masukan standar hidup di daerah dan tema provinsinya itu akan mengakibatkan jenis usahanya lebih merata. Misalnya, Jabar fokus di manufaktur, Jateng di tekstil atau apa itu masukan ke pusat," paparnya.

2. Berharap tidak ada lagi perusahaan yang tutup

Jabar Akan Ganti Sistem Pengupahan untuk Antisipasi Pabrik Tutuphttps://blogunik.com

Setelah sistem pengupahan diperbaiki Emil berharap tak ada lagi perusahaan yang tutup. Terlebih jika perusahaan yang menutup operasionalnya merupakan investor baru di Jawa Barat.

Dia pun terus berupaya mencari pelaku usaha yang bisa menanamkan modalnya di Jabar. Terbaru, ada komitmen investasi dari Amazon sebesar Rp30 triliun, kemudian perusahaan pabrik plastik asal Inggris mencapai Rp3 triliun, pabrikan Hyundai Rp200 triliun, dan beberapa perusahaan lain.

"Padat modal maksimal, padat karya relatif lebih sedikit. Karena masa depan lebih banyak ke sana (padat modal) sehingga keahlian masyarakat Jabar kita naikan dari yang rendah menjadi tinggi," paparnya.

3. Kenaikan tingkat upah tidak sebanding dengan pembukaan lapangan kerja

Jabar Akan Ganti Sistem Pengupahan untuk Antisipasi Pabrik TutupIDN Times/istimewa

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Ade Afriandi mengatakan, pertumbuhan perekonomian di Jabar yang mampu tumbuh di atas rata-rata nasional merupakan hal baik. Sayangnya, nilai tersebut tidak sebanding dengan gini ratio di Jabar yang naik dari 0,393 menjadi 0,405. Hal ini dapat diartikan bahwa naiknya upah yang didongkrak oleh kenaikan upah minimum Kabupaten/Kota tidak disertai dengan perluasan kesempatan kerja di sisi lain.

Di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka Jabar, menurun dari 8,16 persen pada Februari 2018 menjadi 7,73 persen Februari tahun ini. Namun hal ini juga disertai dengan peningkatan yang signifikan dari pangsa tenaga kerja informal dan pangsa tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi.

Data ini menunjukkan asumsi penting bahwa kelulusan berpendidikan menengah dan tinggi tidak dapat masuk pada sektor industri formal baik karena kesenjangan standar kompetensi maupun karena keterbatasan industri yang dapat menyerap tenaga kerja tersebut. "Data ini juga telah menunjukkan telah terjadi peralihan para pekerja sektor formal ke sektor-sektor informal," ujar Ade.

4. Kenaikan UMK berdampak pada penurunan volume ekspor

Jabar Akan Ganti Sistem Pengupahan untuk Antisipasi Pabrik TutupAntara Foto

Kenaikan UMK yang sangat tajam sepanjang 2015 hingga 2018, lanjutnya, telah berkontribusi terhadap penurunan kinerja eksportir manufaktur di Jabar. Data Apindo dan Disnakertrans Jabar mencatat setidaknya dalam tiga tahun ke belakang terdapat 21 pabrik relokasi keluar Jabar, sementara 143 pabrik lainnya ditutup.

164 pabrik ini tergolong pabrik-pabrik besar, di mana 48 persen di antaranya adalah pabrik garmen, 21 persen pabrik produk tekstil lainnya, dan 31 persen sisanya adalah pabrik manufaktur lainnya. Pabrik garmen dan produk tekstil adalah industri padat karya, sehingga apabila dirata-ratakan setiap pabrik mempekerjakan 1.500 pekerja.

"Maka relokasi dan penutupan pabrik ini berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja setidaknya terhadap 170 ribu pekerja di sektor garmen dan produk tekstil," paparnya.

Sepanjang tahun 2015 hingga 2018, relokasi dan penutupan perusahaan padat karya tertinggi terjadi di Kabupaten Karawang dan Bekasi, sehingga di dua kabupaten ini pada saat ini hampir tidak terdapat pabrik garmen dan produk tekstil yang sebenarnya merupakan penyerap tenaga kerja berketerampilan rendah. Sebagaimana kita ketahui, dengan UMK sebesar Rp 4,23 juta, Kabupaten Karawang memiliki UMK tertinggi bukan hanya di Jabar tetapi juga di Indonesia.

Baca Juga: [PUISI] Resolusi Buruh Tani

Baca Juga: 66 Tunanetra di Wyata Guna Bandung Terancam Tak Mendapat Rehabilitasi

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya