HUT RI ke-76, Yuk Rekreasi Sejarah Perjuangan di Kota Bandung

Datang ke Bandung juga bisa wisata sejarah

Bandung, IDN Times - Agustus merupakan bulan yang penting untuk masyarakat Indonesia. Pada bulan ini rakyat Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, tepatnya 17 Agustus 1945.

Beragam aksi heroik dilakukan selama masa perjuangan di berbagai daerah. Salah satunya ada di Kota Bandung. Warga Bandung dan wisatawan yang berkunjung bisa menikmati wisata sejarah perjungan di Kota Kembang ini.

1. Melihat stilasi Bandung Lautan Api di Gedung Denis

HUT RI ke-76, Yuk Rekreasi Sejarah Perjuangan di Kota BandungGedung Denis BJB Bandung/bankbjb.co.id

Kita bisa memulai perburuan tempat bersejarah dengan melihat stilasi Bandung Lautan Api. Yang pertama dikunjungi adalah Gedung Denis, di mana gedung ini dulunya bernama De Eerste Nederlandsch Indisch Sparkaas.

Dikutip dari lama Humas Pemkot Bandung, Gedung Denis yang sekarang menjadi Gedung Bank BJB, sempat terjadi insiden pengibaran bendera triwarna, tiga bulan setelah kemerdekaan Indonesia. Insiden tersebut menjadi awal dari rangkaian perjuangan revolusioner pemuda boemi poetra sebelum peristiwa pembumihangusan Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946.

2. SD Dewi Sartika yang jadi simbol emansipasi perempuan

HUT RI ke-76, Yuk Rekreasi Sejarah Perjuangan di Kota BandungSekolah Dasar Dewi Sartika/Humas.Bandung.go.id

Setelah itu, enaknya kita menelusuri jalanan Asia-Afrika, Jalan Jendral Sudirman, Jalan Astana Anyar, Jalan Kalipah Apo, dan berhenti di Stilasi Bandung Lautan Api, tepatnya di depan SD Dewi Sartika.

Jalan Kautamaan Istri yang berada di Kelurahan Balonggede, Kecamatan Regol, Kota Bandung, merupakan salah satu jalan bersejarah bagi Kota Bandung. Jalan ini menjadi saksi cikal bakal perkembangan pendidikan di Kota Bandung dan Jawa Barat.

Jalan Kautamaan Istri terkait dengan Rd. Dewi Sartika, seorang perempuan Sunda yang kemudian dikenal sebagai pendidik sekaligus pejuang emansipasi perempuan. Nama jalan ini diambil dari nama Sakola Kautamaan Isteri, sekolah yang didirikan Dewi Sartika.

Sekolah Kautamaan Istri semula bernama Sakola Isteri yang dididikan Dewi Sartika pada 16 Januari 1904. Sekolah khusus perempuan ini didirikan di Paseban Kulon Pendopo Kabupaten Bandung. Saat didirikan, muridnya hanya dua puluh orang dengan tiga orang guru.

Sebagai sekolah khusus perempuan, Sakola Isteri mempunyai mata pelajaran keterampilan untuk perempuan, seperti memasak, mencuci, menyetrika, menjahit, menyulam, dan membatik. Ada juga pelajaran agama, kesehatan, serta bahasa Melayu dan Belanda. Selebihnya diberikan pengetahuan umum yang disesuaikan dengan kurikulum Inlandsche School milik pemerintah.

3. Monuman Bandung Lautan Api berada di Taman Tegallega

HUT RI ke-76, Yuk Rekreasi Sejarah Perjuangan di Kota Bandunginstagram.com/nonaufi

Usai melihat SD Dewi Sartikan, tempat paling dekat dituju adalah Taman Tegallega, di mana terdapat monumen Bandung Lautan Api. Monumen ini dirancang oleh Sunaryo, seniman kontemporer sekaligus mantan dosen seni rupa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia memenangkan sayembara untuk merancang monumen Bandung Lautan Api pada tahun 1984.

Monumen Bandung Lautan Api memiliki ketinggian 45 meter dengan sisi sebanyak sembilan bidang. Di puncaknya dibuat bara api berwarna kuning keemasan layaknya api yang menyala.

Dengan banyaknya pedagang makanan di sekitar monumen, kalian bisa bersantai sejenak meregangkan badan untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke destinasi bersejarah berikutnya.

4. Sambangi rumah Inggit Ganasih

HUT RI ke-76, Yuk Rekreasi Sejarah Perjuangan di Kota BandungDok.Pribadi/Agithyra Nidiapraja

Tempat selanjutnya yang tidak jauh dari monumen ini adalah rumah Inggir Ganarsih. Dikutip dari museumindonesia.com, rumah yang berada di ujung jalan, Jalan Ciateul No.8 Bandung, yang sejak bulan November 1997 berganti nama, menjadi Jalan Inggit Garnasih.

Penggantian nama jalan tersebut bertepatan dengan pemberian Tanda Kehormatan 'Bintang Mahaputera Utama' kepada tokoh bersejarah ini, berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 073/TK/1997 tanggal 11 Agustus 1997, yang penyerahannya dilaksanakan pada tanggal 10 November 1997.

Secara administratif termasuk RT 02 RW 07 yang berada di wilayah Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung. Rumah bersejarah ini terletak kurang lebih tiga kilometer dari Mesjid Agung Bandung dan Pendopo Kabupaten, atau kurang lebih setengah kilometer sebelah utara dari Monumen Bandung Lautan Api (Lapangan Tegallega) atau Museum Negeri Sri Baduga Provinsi Jawa Barat.

Nilai Kesejarahan Rumah Inggit Garnasih Rumah Inggit Garnasih merupakan bangunan cagar budaya, heritage bagi bangsa Indonesia, sesuai Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, harus dilindungi dan dilestarikan karena memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi bangsa dan negara Indonesia. Berfungsi bagi pemahaman, pengembangan dan pemanfaatan sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pariwisata demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional.

Keberadaan rumah Ibu Inggit Garnasih masih belum banyak diketahui masyarakat umum. Mengacu pada catatan dan bukti sejarah, bahwa rumah mungil di Jalan Ciateul itu ditempati Inggit Garnasih dan Soekarno sejak tahun 1926 sampai dengan pertengahan 1934.

Sebelum Soekarno dan Inggit Garnasih dibuang ke Ende, Flores, maupun Bengkulu, tanah dan rumah itu mempunyai andil besar mewarnai perjalanan perjuangan Soekarno sebagai Bapak Bangsa dan sebagai tempat bertemunya Soekarno dengan kawan-kawan seperjuangannya berdiskusi untuk mencapai Indonesia Merdeka.

5. Akhiri perjalanan di Gedung Indonesia Menggugat

HUT RI ke-76, Yuk Rekreasi Sejarah Perjuangan di Kota Bandunginstagram.com/aldithias

Sebegai tempat terakhir perjalanan sejarah di Kota Bandung, kita bisa menyambangi Gedung Indonesia Menggugat yang tidak jauh dari Jalan Braga. Gedung ini awalnya merupakan tempat tinggal warga Belanda yang dibangun pada 1907. Kemudia pada 1917, bangunan tersebut beralih fungsi menjadi Landraad atau Pengadilan Pemerintahan Kolonial Belanda.

Berselang tiga tahun, tepatnya pada 1930, Landraad digunakan untuk mengadili para pejuang kemerdekaan. Beberapa pejuang yaitu Soekarno, Maskoen, Gatot Mangkoepradja, Soepriadinata, Sastromolejono, dan Sartono. Pada saat Soekarno diadili, Soekarno memberontak dalam sidang dan melakukan pembelaan dengan judul Indonesia Menggugat. Peristiwa tersebut sontak mengegerkan Belanda hingga akhirnya pembelaan Soekarno tersebut dijadikan nama untuk gedung tersebut hingga sekarang.

Beberapa kali gedung tersebut beralih fungsi. Setelah kemerdekaan hingga tahun 1950-an, gedung tersebut berubah fungsi menjadi Kantor Palang Merah Indonesia (PMI). Setelah itu, dari tahun 1950-an hingga tahun 1973, gedung tersebut menjadi Gedung Keuangan. Pada tahun 1973 hingga tahun 1999, gedung digunakan sebagai Kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jawa Barat. Pada tahun 2005, setelah mengalami pengubahan fisik, gedung tersebut diberi nama menjadi Gedung Indonesia Menggugat oleh Mantan Gubernur Jawa Barat, HC Mashudi.

Pada bulan Juni tahun 2007, Gedung Indonesia Menggugat (GIM), secara resmi dibuka untuk umum dan menjadi gedung cagar budaya kelas A yang harus dirawat dan dijaga. Kini, gedung tersebut digunakan sebagai ruang berkumpul para seniman, wartawan, dan guru. Beberapa kegiatan yang dilakukan di sana antara lain apresiasi puisi, kegiatan seni, seminar, hingga diskusi.

Baca Juga: 5 Tempat Makan Croffle Paling Enak di Bandung, Mau Coba yang Mana? 

Baca Juga: Pas Buat Wisata Edukasi, Intip 6 Tempat Bersejarah di Bandung

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya