Harkonas: Konsumen Harus Berani Lapor Jika Produknya Tidak Sesuai

Baru satu persen konsumen yang mengembalikan barang online

Bandung, IDN Times - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengajak seluruh konsumen di Indonesia bisa lebih aktif melaporkan keluhan terkait barang atau jasa yang mereka beli tidak sesuai dengan produk yang ditawarkan. Sebab, para konsumen sebenarnya memiliki hak untuk melapor jika apa yang mereka bayar tidak sesuai dengan kondisi produk.

Enggar mencontohkan, belanja secara daring (online) saat ini menjadi magnet masyarakat dunia untuk membeli sebuah produk. Namun, dari pengalaman para konsumen masih banyak produk yang diterima justru jauh dari harapan.

Di Jerman, pada 2018 sekitar 60 persen konsumen berani untuk mengembalikan barang yang dibeli secara online. Pengembalian ini pun terbilang cepat hanya sekitar satu minggu.

"Kemudian dibandingkan dengan Indonesia ini hanya 1 persen dari pembeli produk online yang dikembalikan ke penjualnya. Belum lagi waktunya dan prosesnya yang lama," ujar Enggar dalam puncak perayaan Harkonas di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (20/3).

1. Jumlah konsumen yang mengadu hanya 564 orang

Harkonas: Konsumen Harus Berani Lapor Jika Produknya Tidak SesuaiIDN Times/Debbie Sutrisno

Menurut Enggar, konsumen Indonesia memang baik hati dan pemaaf. Mereka cenderung menerima produk dan pelayanan yang diberikan pada penjual meskipun saat barang dan jasa yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan.

"Ini terlihat dari jumlah pengaduan selama 2018 saja hanya ada 564 orang," papar Enggar.

Kondisi ini lah yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal tersebut Kementerian Perdagangan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat yang menjadi konsumen. Di sisi lain, produsen pun dirangkul agar bisa bertanggung jawab dari apa yang mereka jual.

2. Konsumen seharusnya bisa meminta perbaikan produk

Harkonas: Konsumen Harus Berani Lapor Jika Produknya Tidak SesuaiIDN Times/Debbie Sutrisno

Di negara maju, konsumen tidak sungkan mengadu kepada lembaga tertentu maupun produsen barang dan jasa ketika apa yang produk yang dibeli tidak memuaskan. Hal seperti ini yang seharusnya bisa ditiru konsumen di Indonesia.

Dengan aduan ini, lanjut Enggar, sebenarnya bisa berdampak baik pada peningkatan kualitas produk dan jasa para produsen. Harapannya setiap produk yang dihasilkan produsen dalam negeri bisa bersaing dengan produk dari luar negeri.

"Seringnya kan kita abai. Sekarang mari kita tunjukkan ke masyarakat kalau produk kita juga bisa dipertanggungjawabkan," ujar Enggar.

Baca Juga: Mendag: Jangan Perdaya Konsumen, Jual Barang Harus Seusai Janji

3. Indeks Keberdayaan Konsumen Indonesia masih kalah sama Malaysia

Harkonas: Konsumen Harus Berani Lapor Jika Produknya Tidak SesuaiIDN Times/Istimewa

Enggar menjelaskan, konsumen Indonesia saat ini memang masih kurang responsif terkait dengan kualitas dari produk. Berdasarkan daya Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK), Indonesia masih kalah dibandingkan dengan Malaysia. IKK indonesia hanya 40, sedangkan Malaysia sudah mencapai 57.

Angka ini bahkan jauh dibandingkan negara maju seperti Korea Selatan yang mencapai 64. Sementara sejumlah negara di Uni Eropa telah mencapai 51.

"Ini kita ingin naikan minimal pada 2019 IKK bisa mencapai 45," ujar Enggar.

IKK, lanjut dia, merupakan alat ukur masyarakat di suatu negara yang memiliki keberanian untuk menyampaikan rasa tidak puas atau merasa dirugikan atas apa yang mereka beli, tidak hanya dari segi kualitas tapi juga dari sisi pelayanan.

Baca Juga: Prabowo Sebut IPM Indonesia Rendah di Asia Tenggara, Ini Penjelasannya

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya