Harga Air Baku akan Terus Naik karena Pengolahan Air Makin Mahal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Air baku yang dijual kepada masyarakat diprediksi akan meningkat dari tahun ke tahun. Musababnya, harga pengolahan air khususnya dari sungai makin mahal seiring jeleknya sumber tersebut.
Dekan Fakultas Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Edwan Kardena mengatakan, ada tiga persoalan air di Indonesia. Pertama, terdapat daerah yang airnya banyak tapi tidak bisa digunakan seperti di daerah pesisir. Kedua, ada daerah yang sulit mendapatkan air dan hanya mengandalkan air hujan.
Ketiga, persoalan di pulau besar khususnya perkotaan yang selama ini mengandalkan air permukaan untuk dikonsumsi. Yang jadi masalah pada hal ini adalah kondisi air baku makin jelek sehingga pengolahan untuk menjadi air bersih dan bisa digunakan konsumsi masyarakat harganya akan meningkat.
"Beban ini adalah tantangan bahwa air yang bisa langsung sampai ke masyarakat membutuhkan agar menjadi kualitas baik harus segera dikembangkan," kata Edwan dalam diskusi di ITB, Jumat (22/3/2024).
1. Infrastruktur air harus dibangun secara masif
Dia menuturkan, untuk menyediakan air bagi seluruh masyarakat harus ada pembangunan infrastruktur secara masif. Terutama dengan memperhatikan perubahan iklim yang luar biasa maka infrastruktur air harus bisa secepatya sehingga tidak banyak persoalan karena air baik itu kekurangan maupun dampak bencananya.
Saat ini karena infrastruktur air belum terlalu maksimal ketika musim hujan air tidak terserap atau tertampung dan kemudian berdampak pada banjir di perkotaan. Alhasil saat musim kemarau berkepanjangan, volume air yang bisa digunakan masyarakat sedikit.
"Berbicara tentang Citarum saja, tekanannya ini bukan hanya dalam pembangunan waduk tapi juga ada yang harus dalam pemenuhan air baku khususnya di daerah hilir seperti Purwarkata, Bekasi, hingga Jakarta," kata Edwan.
Dia berharap kebutuhan air baku termasuk di Kota Bandung dan sekitarnya bisa tercukupi dengan pengolahan dari infrastruktur yang memadai.
2. Suplai air pun berdampak pada pemenuhan pangan
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Pengelolaan DAS dan Konservasi SDA Kemenko Marves, M Saleh Nugrahadi menuturkan, air menjadi barang krusial untuk berbagai elemen. Bukan hanya dikonsumsi masyarakat, suplai air pun penting dalam pemenuhan pangan jangka panjang.
Dia menuturkan, dengan perubahan iklim saat ini ketersediaan air makin menipis secara rata-rata tahunan. Dampak itu bisa memengaruhi ketersediaan pangan karena makin sedikit lahan pertanian yang bisa terpenuhi ketersediaan airnya sepanjang tahun.
"Pada 2050 ini diprediksi akan banyk kekuranga air dan berdampak pada 500 juta petani di seluruh dunia, di mana hasil pangan ini kan dari mereka," ungkap Saleh.
Yang paling terdampak kekurangan suplai ini adalah para petani kecil yang kesulitan dalam berbagai akses. Padahal jumlah petani kecil ini merupakan mayoritas dari jumlah pertani yang ada.
Untuk itu harus ada pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan suplai air sehingga daerah yang sangat rentan khususnya tidak selalu kekurangan air bersih.
3. Air adalah tulang punggung kehidupan masyarakat
Terkait ketersediaan air, Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin meminta seluruh pihak bekerjasama dalam meningkatkan kembali volume air baik itu untuk kebutuhan masyarakat, pertanian, atau perindustrian. Air menjadi tulang punggung ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Selama ini pemerintah sudah membangun berbagai proyek air yang ada tidak menjadi bencana dan bisa dimanfaatkan sepanjang tahun. Meski demikian, bencana yang disebabkan oleh air masih saja menjadi mayoritas di Jawa Barat. Bencana yang banyak ini kemudian berdampak pada kehidupan sosial masyarakat yang menurun.
"Maka harus ada infrastruktur yang dirancang secara adaptif dengan persoalan saat ini," kata dia.
Baca Juga: 22 Maret Hari Air Sedunia: Sejarah dan Masalahnya
Baca Juga: Berapa Banyak Jumlah Air di Bumi? Ini Dia Jawabannya!