Gedung Sate, Simbol Perjuangan yang Coba Disulap Jadi Destinasi Wisata

Mari jelajahi keindahan Gedung Sate

Bandung, IDN Times - Di usianya yang menginjak 100 tahun pada 27 Juli 2020, Gedung Sate tidak hanya menjadi simbol perjuangan dan pemerintahan yang menyimpan nilai-nilai historis Jawa Barat. Tempat ini pun sekarang coba diubah menjadi ruang publik yang dapat diakses masyarakat umum.

Gedung yang menjadi ikon Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat (Jabar) ini akan disulap menjadi destinasi wisata secara resmi. Tapi, pembukaan dilakukan secara bertahap.

"Harapannya Agar orang tidak hanya menikmati bagian luarnya saja, tapi bisa ke dalam," kata Ridwan Kamil melalui siaran pers yang dikutip, Kamis (30/7/2020).

1. Jangan lewatkan untuk menikmati setiap sudut Gedung Sate

Gedung Sate, Simbol Perjuangan yang Coba Disulap Jadi Destinasi WisataDok.Humas Jabar

Emil menuturkan, masyarakat umum nantinya dapat melihat kemegahan Aula Barat dan Aula Timur Gedung Sate. Atau menyusuri puncak Gedung Sate dan melihat Gunung Tangkuban Parahu. Hanya ruang perkantoran yang tak dapat diakses dengan bebas. 

Revitalisasi sejumlah sudut di halaman Gedung Sate sudah dilakukan. Salah satunya taman depan dan belakang Gedung Sate. Tujuannya supaya masyarakat dapat menyusuri jejak-jejak historis Jabar sekaligus berwisata.  

Dia memastikan sebelum revitalisasi dilakukan, pihaknya berkonsultasi lebih dulu dengan Bandung Heritage (Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung). Dengan demikian revitalisasi yang berjalan tidak merusak atau mengubah konstruksi dasar Gedung Sate. 

2. Berupaya menghidupkan kembali rindu masyarakat akan keberadaan Gedung Sate

Gedung Sate, Simbol Perjuangan yang Coba Disulap Jadi Destinasi Wisatainsatgram.com/megantarapatra

Menurut Emil, prinsip place making atau sense of place diterapkan dalam setiap proses revitalisasi. Ada tiga indikator dalam prinsip tersebut. Pertama adalah arsitektur atau ruang. Kedua, aktivitas.

"Ketiganya ada memori positif. Rindu datang lagi. Ciri bangunan yang dicintai itu selalu dirindukan untuk datang lagi. Gedung Sate ini tidak akan pernah bosan dikunjungi. Dari anak-anak sampai orang tua pasti ingin ke sini lagi" katanya.

Saat ini, pemasangan pilar-pilar yang menggambarkan bahwa Gedung Sate milik warga Jabar sedang dilakukan. Di bawah pilar tersebut, tercantum sejarah kabupaten/kota di Jabar. Pemasangan pilar pun dapat menggerakkan ekonomi Jabar yang sempat terpukul pandemi COVID-19.

"Bagaimana sense Gedung Sate itu rasa Jawa Barat. Tidak melulu rasa Bandung lagi. Ada tiang-tiang. 14 di kiri dan 14 di kanan. Membentuk ruang. Di bawahnya ada logonya kabupaten/kota dan sejarahnya," ucapnya.

Baca Juga: 100 Tahun Gedung Sate, Arsitektur Belanda yang Kental Budaya Nusantara

3. Gagal selenggarakan perayaan 100 tahun

Gedung Sate, Simbol Perjuangan yang Coba Disulap Jadi Destinasi WisataIDN Times/Debbie Sutrisno

Tak ada acara khusus untuk memperingati 100 Tahun Gedung Sate karena sedang dalam pandemi COVID-19. Kendati begitu, Emil memastikan peringatan 100 Tahun Gedung Sate tetap terlaksana dengan merawat, menjaga, dan mencintainya.

"Terus cintai Gedung Sate walaupun 100 tahunnya ditandai dengan COVID-19. Saya alami kebatinannya juga memang situasi kurang menentu. Tapi, tidak mengurangi rasa cinta kita kepada tempat yang sangat membanggakan dan tentu kita terus disempurnakan," katanya.

Nanti setelah COVID-19 terkendali penuh, lanjut Emil, Pemprov Jabar akan membuka kembali semua sudut yang sudah diperbaiki. Sehingga semua orang bisa menjadi manusia yang seutuhnya.

"Manusia itu tidak hidup di rumah, tapi juga hidup di ruang publik. Hidup di ruang-ruang manusiawi," kata dia.

Baca Juga: Seabad Gedung Sate, Berbagai Fasilitas Dibangun untuk Memanjakan Warga

4. Selamat menikmati keindahan Gedung Sate

Gedung Sate, Simbol Perjuangan yang Coba Disulap Jadi Destinasi WisataIDN Times/Debbie Sutrisno

Antropolog Universitas Padjadjaran (Unpad) Hardian Eko Nurseto mengatakan, taman Gedung Sate bisa menjadi ruang publik yang dapat memperlihatkan bagaimana interaksi pemerintahan dan masyarakat. Sebagai simbol pemerintahan, Gedung Sate bisa menjadi ruang aspiratif. Masyarakat dapat menyampaikan aspirasi di area depan. Kemudian, Gedung Sate merupakan ruang edukasi.

"Ruang edukasi di mana masyarakat bisa ke sini, tidak hanya belajar tentang sejarah dan arsitektur, bangunan Gedung Sate, tapi juga mempelajari banyak hal," kata Hardian. "Komunitas-komunitas dapat menggunakan taman-taman di Gedung Sate untuk tempat berbagi ilmu," imbuhnya.

Menurutnya, Gedung Sate menyediakan ruang kreasi, di mana karya-karya komunitas Jabar lahir. Ia mencontohkan, bagaimana festival atau pameran di Gedung Sate dapat memicu UMKM Jabar untuk berinovasi.

Gedung Sate, kata Hardian, menciptakan ruang rekreasi. Tempat di mana memori masyarakat terbangun. "Kita datang menikmati rumput yang hijau. Di ruang rekreasi ini orang datang untuk berbagai tujuan, seperti olahraga," katanya.

"Dari ruang-ruang tersebut, kita bisa melihat bagaimana pemerintah bersikap terhadap warganya ataupun sebaliknya. Melihat bagaimana masyarakat bersikap kepada pemerintahnya," tambahnya.

Arsitek sekaligus Penulis Mystery of Art Deco Bandung, Djefry W Dana, mengapreasi langkah Kang Emil. Menurut ia, masyarakat berhak untuk mengakses Gedung Sate.

"Perjalanan peradaban modern Indonesia dan Dunia ada di Gedung Sate. Sehingga tidak heran banyak dikunjungi, bukan hanya wisatawan lokal, wisatawan asing pun terkagum-kagum," kata Djefry.

Baca Juga: Seabad Gedung Sate: Arsitektur Belanda yang Tak Mengkhianati Budaya

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia.

Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya.

Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya