Epidemiolog Unpad: Ralaksasi PSBB, Wabah COVID-19 Bertahan hingga 2024
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Pandemik virus corona atau COVID-19 masih menjadi perhatian serius bagi sejumlah negara di dunia. Kasus penularan virus corona masih terus terjadi dan bertambah setiap harinya.
Berbagai ahli telah melakukan simulasi kapan kasus penyebaran virus corona jenis baru (COVID-19) ini bisa selesai. Artinya, tidak ada lagi masyarakat yang terpapar virus tersebut.
Salah satunya adalah Epidemiolog dari Universitas Padjadjaran Pandji Fortuna Hadisoemarto. Dia berpendapat, jika melihat data penambahan kasus di Indonesia yang terjadi saat ini, kemungkinan penyebaran wabah masih bisa terjadi hingga awal atau pertengahan 2024, mendatang.
Karena itu, kata dia, pemerintah pusat maupun daerah seharusnnya tidak terlalu cepat untuk memberikan kelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Terlebih adanya kurva yang melandai dalam penyebaran virus tersebut hanya terjadi beberapa hari saja.
Pandji menjelaskan, penerapan PSBB di Jabar saat ini yang dianggap sudah berhasil menurunkan transmisi virus, tetap masih memungkinkan adanya penyebaran.
"Ada sisa transmisi yang menyebabkan kita melihat ada kasus-kasus baru setiap hari," ujar Panjdi dalam konferensi pers, Rabu (13/5).
1. Kalau kondisi naik turun kurva terus berlangsung maka penyebaran virus bisa berlangsung lama
Menurutnya, ketika kondisi ini terus berlangsung maka ada kemungkinan penyebaran wabah masih bisa terjadi sampai awal atau pertengahan 2024. Hal itu jelas akan berdampak pada penambahan warga yang sakit atau terpapar mencapai jutaan.
Pandji justru menilai upaya pemerintah dengan menerapkan PSBB saat ini masih belum menjamin habisnya wabah corona. Dia berharap PSBB lebih diperketat agar menekan pergerakan warga sehingga penyakit infeksius ini tidak menyebar ke masyarakat luas.
"Intinya PSBB ini kalau saya simulasikan dengan sedikit pengetatan itu kita bisa mempercepat habisnya wabah Covid-19 di Jawa Barat dalam waktu kurang lebih satu bulan. Tetapi sebaliknya, kalau dilonggarkan sedikit saja kita bisa melihat ledakan kasus yang lebih besar," ungkapnya.
2. Perketat penerapan PSBB
Berdasarkan permodelan yang dia buat, Pandji mengatakan bahwa PSBB harus diperketat agar orang yang terdampak Covid-19 bisa ditekan.
"Jadi pada dasarnya pemodelan yang saya buat menyimpulkan bahwa kita sebetulnya tinggal mengetatkan sedikit saja lagi supaya apa yang kita harapkan terjadi penurunan semakin cepat," ungkapnya.
3. Relaksasi PSBB secara penuh atau sebagain masih dalam kajian
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani menuturkan, rencana akan adanya relaksasi secara penuh di Jabar masih dalam kajian dalam tim ahli, baik yang ada di Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar maupun akademisi.
"Semua masih dalam analisa maupun kajian tersebut. Kita akan memasukkan semua pertimbangan, baik dari sisi epidemiologi, sosial, ekonomi dan kesehatan," kata Berli.
Berli menjelaskan, relaksasi PSBB dapat dilakukan jika terdapat kajian ilmiah terkait penurunan kasus corona. Yakni di mana angka terlihat baik secara statistik dan faktual di masyarakat. Kemudian kasus penyebaran secara nyata harus mengalami penurunan signifikan dan dalam kurun waktu seminggu terakhir atau melandai dan tidak ada kasus baru.
"Kalau itu semua dijamin tentunya kita bisa menerapkan relaksasi seperti yang diinginkan oleh sebagian masyarakat kita," kata Berli.
Namun, jika PSBB diperpanjang, Berli mengingatkan kedisiplinan masyarakat untuk mematuhi aturan yang dibuat. Dia mencontohkan penerapan PSBB di dua periode sebelumnya termasuk di Bodebek dan Bandung raya.