Dinilai Diperlukan, Pemerintah Bakal Bangun PLTN di Kalimantan Barat

Dukungan pembangunan PLTN sudah muncul dari berbagai pihak

Bandung, IDN Times - Pemerintah melalui Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-dikti) bersama Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) berencana membangkitkan kembali kemungkinan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Kebutuhan nuklir di Indonesia sudah dirasa sangat perlu karena bisa digunakan di berbagai sektor salah satunya energi.

Staf Ahli Menteri Bidang Relevansi dan Produktivitas Kemenristek-dikti, Agus Puji Prasetyono, mengatakan, dukungan untuk membangun PLTN sudah diberikan sejumlah kementerian, lembaga, dan organisasi masyarakat. Kalimantan Barat (Kalbar) pun menjadi provinsi yang kemungkinan akan dijadikan pilot project PLTN.

"Di Kalbar ini awalnya terdapat empat daerah yang awalnya diproyeksi, yaitu Sambas, Ketapang, Pantai Gosong, dan ada satu lagi saya lupa. Tapi yang kita tuju pertama ini Pantai Gosong," ujar Puji dalam konferensi pers seminar Keselamatan Nuklir 2019 di Universitas Padjadjaran, Senin (26/8).

1. Daerah ini kerap impor listrik dari Malaysia

Dinilai Diperlukan, Pemerintah Bakal Bangun PLTN di Kalimantan BaratPixabay.com/Pexels

Menurut Puji, Provinsi Kalbar menjadi salah satu daerah di Indonesia yang mengimpor energi listrik dari Malaysia. Hal ini sangat riskan karena bisa jadi Malaysia sewaktu-waktu menghentikan impor dan membuat daerah Kalbar kekurangan pasokan listrik. Dengan keberadaan PLTN di provinsi ini diharap kebutuhan listrik masyarakat Kalbar dan sekitarnya juga bisa terpenuhi.

"Kalau masih impor bukan berarti kita berdaulat dalam energi, tapi hanya sebatas tercukupi, tidak menjadi ketahanan," papar Puji.

Dalam rencana awal, pembangunan PLTN di Kalbar sedikitnya akan dibangun dengan kapasitas mencapai 100 Megawatt (Ma). Namun kapasitas ini bisa diperbesar dalam rencana pembangunan mencapai 1,8 Gigawatt, tergantung dari kebutuhan nanti ketika akan dibangun.

Kapasitas ini pun melihat kondisi apakah di daerah ini akan dibangun kawasan industri yang nantinya menggunakan listrik dalam jumlah besar. Jangan sampai ketika PLTN selesai dibangun, baru ada permintaan pasokan listrik yang justru tidak bisa disuplai oleh PLTN.

2. Penggunaan tenaga nuklir tidak bisa dihindarkan

Dinilai Diperlukan, Pemerintah Bakal Bangun PLTN di Kalimantan BaratIDN Times/Debbie Sutrisno

Puji menuturkan, pemanfaatan tenaga nuklir di era sekarang sudah tak bisa dihindarkan lagi, bahkan sudah menjadi keharusan ketika sebuah negara ingin bergerak lebih cepat dalam menumbuhkan perekonomian dan berdaya saing dengan negara maju.

Selama ini penggunaan energi nuklir sudah banyak diterapkan baik bidang kesehatan, pertanian, hingga energi listrik. Khusus untuk energi listrik, nuklir diharap mampu mengatasi ketimpangan kebutuhan dan suplai di dalam negeri yang masih minim dan tidak merata.

"Kondisi kelistrikan kita ketahanannya semakin menurun. Kebutuhan energi dengan batu bara da gas pun semakin sulit memenuhi," ungkap Puji.

Sementara itu untuk penggunaan energi baru terbarukan (EBT) masih sangat minim. Pembangunan EBT pun membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Harga jual yang tinggi kepada perusahaan listrik negara (PLN) membuat energi jenis ini tidak efisien.

3. Pemerintah Indonesia harus melakukan loncatan jauh untuk mampu bersaing

Dinilai Diperlukan, Pemerintah Bakal Bangun PLTN di Kalimantan BaratIDN Times/Debbie Sutrisno

Berdasarkan rencana umum energi nasional (RUEN) yang ditetapkan presiden pada 2017, memperlihatkan bahwa kontribusi EBT pada 2015 baru mencapai 5 persen, Kemudian pemerintah bertekad menaikkan persentasenya mencapai 23 pada 2025, dan naik lagi menjadi lebih dari 31 persen pada tahun 2050.

Sedangkan kontribusi gas relatif stabil, berkisar sekitar 23 persen. Untuk batu bara akan meningkat dari 25 persen pada 2015 menjadi lebih dari 30 persen pada 2025, tetapi setelah itu dikurangi sehingga menjadi sekitar 25 persen pada tahun 2050.

Khusus untuk minyak bumi telah ditargetkan untuk dikurangi peranannya setiap tahun. Jika pada 2015 kontribusinya mencapai 46 persen, maka angka tersebut akan turun menjadi kurang dari 25 persen pada 2025, dan terus menurun sehingga menjadi kurang dari 20 persen pada 2050.

"Tapi dengan kondisi sekarang targetan itu kemungkinan tidak tercapai. Maka PLTN dalam RUEN ini adalah pilihan terakhir. Pemerintah harus mendorongnya dan mengubah Undang-undang sehingga PLTN posisinya sama," kata Puji.

Hal ini juga yang dilakukan sejumlah negara maju di mana mereka sudah memiliki penggunaan nuklir untuk berbagai sektor termasuk energi listrik. Menurutnya, selama ini di negara lain PLTN dulu yang dibangun untuk kemudian EBT menyusul. Sehingga ketika EBT ini mahal ada subsidi silang yang diberikan.

4. Regulasi untuk PLTN harus diubah

Dinilai Diperlukan, Pemerintah Bakal Bangun PLTN di Kalimantan Baratphys.org

Wakil Dekan Universitas Padjadjaran, Ahmad Gusman Catur Siswandi, mengatakan, salah satu upaya yang tengah digodok adalah perubahan regulasi tentang penggunaan energi nuklir. Selama ini semua pihak mengacu pada UU Nomor 10 tahun 1997 yang di dalamnya mengatur penggunaan energi nuklir.

"Makanya perlu ada perubahan untuk itu dan proses revisi masih berjalan. Mudah-mudahan apa yang kita laksanakan bisa berkontribusi pada UU itu," ujar Ahmad.

Dengan perubahan aturan tersebut, PLTN diharap bisa menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam pembangunan energi untuk kemandirian bangsa.

Baca Juga: Seberapa Berbahaya Efek Uji Nuklir bagi Manusia dan Lingkungan?

Baca Juga: 15 Potret Chernobyl 30 Tahun Setelah Peristiwa Ledakan Reaktor Nuklir

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya