Dilema Larangan Thrifting: Suplai Nihil, Toko Tutup, Pedagang Meradang

Pemerintah jangan asa larang, tapi harus ada solusi

Bandung, IDN Times - Empat buah water barrier dipasang di depan pintu masuk Pasar Cimol Gedebage. Portal yang biasanya dibuka pun ditutup menandakan pasar ini tidak bisa didatangi pengunjung.

Seorang penjaga pasar bersiaga di depan pintu masuk. Dia sesekali memberitahu masyarakat yang hendak belanja ke pasar bahwa tempat ini tutup untuk sementara.

"Tutup Teh, tutup. Pasarnya tutup dulu Teh. Gak tahu kapan bukanya," ujar seorang penjaga yang hilir mudik masuk ke dalam dan luar Pasar Cimol Gedebage.

Hari ini, Rabu (22/3/2023), merupakan hari libur nasional bertepatan dengan Hari Raya Nyepi. Sejak pagi sekitar pukul 10.00 WIB sudah ada beberapa kendaraan yang terparkir di halaman depan pintu pasar. Namun, sang penjaga pasar dengan sigap meminta mereka untuk pulang karena pasar tidak buka.

"Biasanya memang hari libur ramai pembeli. Dari pagi juga sudah ramai kaya sekarang," ujar penjaga yang enggan disebut namanya tersebut.

Pasar Cimol Gedebage merupakan salah satu pasar yang menjual pakaian impor bekas atau thrifting. Pasar ini merupakan tempat ribuan para pedagang mengadu nasib dari berjualan thrifting.

Pemandangan ramai pedagang menjajakan pakaian kepada pembeli setiap harinya justru tak terlihat kali ini. Toko-toko pada tutup. Lengang. Tak ada satupun penjual yang menjajakan dagangannya.

Deded, salah satu pedagang thrifting di Pasar Cimol Gedebage ikut menutup toko dagangannya. Penutupan toko yang sudah dua hari ini tak terlepas dari pernyataan Presiden Joko Widodo yang melarang adanya impor pakaian bekas masuk ke Indonesia. Sejak saat ini, pemasok pakaian impor bekas pun menghentikan pasokannya.

Alhasil para pedagang kesulitan mendapat barang baru yang bisa diperjualbelikan. Mayoritas hanya menjual barang lama. Selain itu, pedagang pun takut dirazia oleh aparat sehingga memilih untuk menghentikan jualannya sementara waktu.

"Belum ada (sosialisasi). Larangan langsung mendadak saja. Pedagang kaget karena puluhan tahun ke belakang tidak ada kendala," ujar Deded ditemui di Pasar Cimol Gedebage, Rabu (22/3/2023).

1. Puluhan tahun berjualan thrifting biar dapur tetap bisa ngebul

Dilema Larangan Thrifting: Suplai Nihil, Toko Tutup, Pedagang MeradangDebbie Sutrisno/IDN Times

Pasar Cimol Gedebage memang sudah tak asing bagi masyarakat yang ingin mencari barang bermerek dengan harga murah meriah. Bukan hanya pakaian impor bekas saja yang dijual di sini. Kadang kala ada juga pakaian dari pabrik yang tidak lolos pengecekan kualitas sehingga dijual di Pasar Cimol.

Pasar ini berawal pada 1990, ketika pedagang emperan mulai menjajakan pakaian bekas di sepanjang Jalan Cibadak. Kata cimol adalah singkatan dari Cibadak Mall meski sudah berpindah lokasi, hingga hari ini pasar pakaian ini tetap dijuluki cimol.

Deded pun merasakan berjualan thrifting sejak 1998 di Cimol. Dia merantau setelah lulus kuliah di Jakarta untuk mencari penghasilan di Bandung. Sempat bekerja di tempat orang, Deded kemudian memilih untuk berjualan pakaian bekas di pasar ini.

Sekarang dia sudah memiliki tiga orang anak. Satu-satunya penghasilan yang bisa membuat dapur terus 'ngebul' adalah berjualan thrifting di Pasar Cimol Gedebage.

"Kalau ini ditutup dan dilarang semuanya saya sangat menyesalkan. Karena nanti biaya untuk rumah gimana? Belum biaya pendidikan anak juga pasti terganggu," kata Deded.

Padahal selama ini para pedagang di Cimol Gedebage tak pernah mendatangkan untuk yang berjuta-juta sampai membuat mereka kaya raya. Deded misalnya, dia sehari-hari hanya bisa menjual pakaian tak lebih dari 10 buah. Harga yang dipatok sekitar Rp25 ribu sampai Rp35 ribu.

Pemasukan ini belum dipotong biaya sewa ruko, bayar bal-bal pakaian, hingga pembersihan pakaian sebelum dijual. Karena tidak mungkin menjual pakaian yang lusuh dan kotor.

Deded sangat berharap pemerintah tidak melarang pedagang berjualan baru thrifting. Karena bisnis ini hanyalah sebagian kecil dalam perputaran ekonomi dari bisnis pakaian.

Baca Juga: Kemenkop UKM: Impor Ilegal Pakaian Bekas Bisa Bunuh Bisnis UMKM

2. Pakaian impor bekas dianggap menggerus industri TPT

Dilema Larangan Thrifting: Suplai Nihil, Toko Tutup, Pedagang MeradangSuasana pabrik tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo Jawa Tengah. IDN Times/Anggun Puspitoningrum.

Pertengahan bulan ini, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo secara tegas mengecam impor pakaian bekas. Menurutnya, impor tersebut mengganggu industri dalam negeri. Karena itu ia telah memerintahkan jajarannya untuk segera mencari sebab dan mengatasi masalah itu.

"Sudah saya perintahkan untuk mencari betul dan sehari dua hari sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri. Sangat mengganggu. Yang namanya impor pakaian bekas mengganggu," ujar Jokowi saat menghadiri Pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri, Rabu (15/3/2023).

Masalah impor pakaian bekas belakangan ini memang mengemuka. Masalah itu juga membuat aparat kepolisian turun tangan.

Di Jawa Barat, polisi disebut sudah melakukan penyitaan sekitar 200 bal di gudang yang berada di Pasar Cimol Gedebage. Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Cimol Gedebage, Rusdianto menuturkan, sejak adanya larangan dari Presiden Jokowi polisi bersama perwakilan dari Kementerian Perdagangan sudah datang dan menyita barang.

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Ibrahim Tompo menuturkan, penyelidikan akan dilakukan berdasarkam laporan dan informasi yang jelas dari masyarakat.

"Kita akan menindaklanjuti dengan penyelidikan jika ada informasi atau laporan yang jelas," ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Ibrahim Tompo.

Terkait pakaian bekas impor yang beredar dan dijual, Ibrahim mengaku tidak terdapat kebijakan yang mengatur hal tersebut. Oleh karena itu sulit untuk diproses secara hukum.

"Kalau dijual (pakaian bekas impor) tidak ada aturan yang mengikat dan kondisi sosial masyarakat sehingga sulit diproses," katanya.

Sementara itu, Ketua Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) Shobirin F Hamid menuturkan bahwa persoalan ini sebenarnaya bukan barang baru. Impor pakaian bekas sudah ada sejak lama dan semakin berkembangan beberapa tahun sebelum pandemik COVID-19. Puncaknya pada 2019 di mana impor pakaian bekas mencapai 392 ton.

"Ini yang terus kami suarakan sejak dulu. Mulai dari baju tas, sepatu hingga produk tekstil hilir lainnya yang bekas banyak yang impor ke kita," kata Shobirin ketika dihubungi wartawan, Senin (20/3/2023).

Dengan perkembangan media sosial yang memperlihatkan tren ini makin diminati, pelaku UMKM yang menjual barang thrifting pun kian menjamur. Padahal keberadaan mereka bisa menggerus bisnis UMKM lokal yang selama ini memproduksi pakaian untuk diperjualbelikan.

Dia menuturkan, keberadaan impor pakaian bekas yang banyak dijual di berbagai daerah memang tidak langsung berdampak pada industri tekstil yang besar. Namun, hal ini lebih menyasar pada industri kecil menengah (IKM) atau UMKM yang memang banyak menjual produknya secara retail di dalam negeri.

Jika impor pakaian bekas tetap dibiarkan seperti sekarang maka bukan tidak mungkin ke depannya semakin banyak pelaku industri TPT dan UMKM mengurangi produksinya yang kemudian berdampak para pengurangan tenaga kerja.

"Kalau perusahaan terhambat pemasukannya maka mereka akan mengurangi pengurangan pengeluaran. Dan salah satu yang paling mudah dipotong pasti pekerjanya, SDM-nya," kata Shobirin.

3. Hajat hidup jutaan orang bergantung pada bisnis thrifting

Dilema Larangan Thrifting: Suplai Nihil, Toko Tutup, Pedagang Meradangilustrasi thrifting (pexels.com/cottonbrostudio)

Rudianto menuturkan, thrifting di Pasar Cimol Gedebage saat ini sudah menjadi tempat ribuan orang mencari nafkah. Jika mereka sudah berkeluaga maka orang yang bergantung pada bisnis ini sangat banyak. Belum lagi mereka yang berjualan di daerah lain dan penjual secara online (daring).

Di Pasar Gedebage saja, terdapat sekitar 1.600 pedagang pakaian impor bekas. Jika larangan ini diterapkan secaara masif oleh pemerintah maka akan banyak sekali orang yang kesulitan mendapatkan penghasilan.

Menurutnya, penutupan yang dilakukan di Pasar Cimol Gedebage pun belum tentu dilakukan lama. Karena para pedagang butuh pemasukan selama bulan Ramadan. Apalagi biasanya jumlah pembeli meningkat jelang perayaan Idul Fitri.

"Kalau ruginya kita tidak bisa hitung dalam angka. Karena kami biasa berjualan dari pagi untuk makan malam hari. Kalau sehari saja tidak jualan maka kami tidak bisa makan. Jadi jualan ini yang penting bisa memperpanjang hidup saja," ujarnya.

Rusdianto sangat berharap pemerintah tidak melakukan pelarang sehingga barang impor bisa tetap masuk dan pedagang mampu berjualan seperti biasa.

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM berjanji bakal mendampingi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang terdampak dari kebijakan larangan impor pakaian bekas ilegal untuk bisa melakukan alih usaha.

Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Hanung Harimba Rachman, menjelaskan, ada beberapa langkah untuk melindungi UMKM yang terdampak kebijakan larangan impor pakaian bekas ilegal.

Pertama, membantu dari sisi penjual dengan memfasilitasi penjualan produk baru buatan lokal sekaligus mendorong produk UMKM agar pemasarannya bisa lebih luas pemasarannya. Kedua, lanjut Hanung, membantu dari sisi penguatan pembiayaan perbankan lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Dari penjualnya ini, banyak produk yang bisa menjadi pengganti para pedagang yang selama ini berjualan pakaian bekas impor ilegal. Juga membantu desain produk yang bisa ditiru oleh UMKM produsen kita, serta memberikan pelatihan UMKM produsen,” kata Hanung dalam keterangan resminya yang diterima IDN Times, Rabu (22/3/2023).

Langkah itu akan dilakukan Kemenkop UKM bersama Smesco Indonesia, lembaga yang bertugas untuk membantu desain produk yang bisa ditiru oleh UMKM, dan memberikan pelatihan UMKM produsen.
Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada menyampaikan, para pedagang yang terkena dampak pelarangan impor pakaian bekas ilegal ini diimbau untuk segera melapor melalui nomor hotline tersebut. Setelah melapor, mereka akan di-matchingkan dengan produk lokal yang bisa dijual.

Pelaku UMKM terdampak bisa menghubungi Saluran Pengaduan di nomor 0811-1451-587 khusus pesan teks WhatsApp serta nomor telepon 1500-587. Nomor tersebut hanya beroperasi saat jam kerja pada Senin-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB. Aduan juga bisa dilaporkan melalui kanal https://linktr.ee/kanalkemenkopukm.

“Selanjutnya kita cari target marketnya, jenis produknya yang dijual seperti apa, sehingga dimatchingkan dengan solusi yang dihadirkan," kata Wientor.

Baca Juga: Sikap Tegas Desainer Indonesia Terhadap Fenomena Thrifting

Baca Juga: Gubernur Jabar Ridwan Kamil Larang Perdagangan Thrifting! 

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya