Cerita dari Kampung Paletok, 'Mini Cibaduyut' di Bandung Selatan

Sepatu dari kampung ini sudah diorder banyak brand ternama

Bandung, IDN Times - Bandung selama ini kerap dikenal sebagai kota penghasil sepatu. Keberadaan kawasan Cibaduyut menjadi magnet bagi para wisatawan maupun pengusaha memesan sepatu berkualitas dari pengrajin di sana.

Namun, siapa tahu pengrajin sepatu ternyata tidak hanya ada di Kota Bandung. Melintas ke Kabupaten Bandung, terdapat Kampung Paletok. Berada di Babakan Gombong, Desa Sukajadi, Kecamatan Soreang, kampung ini sudah puluhan tahun menjadi sentra kerajinan sepatu.

Kerap disebut 'Mini Cibaduyut', produk sepatu di Kampung Paletok bahkan sudah menembus pasar dalam dan luar negeri. Beberapa jenama sepatu terkenal juga memproduksi sepatunya di sini.

1. Kegiatan di Kampung Mini Peletok sudah ada sejak tahun 1980

Cerita dari Kampung Paletok, 'Mini Cibaduyut' di Bandung SelatanIDN Times/Istimewa

Cibaduyut saat ini memang masih menjadi pusat perhatian para pemburu sepatu dari berbagai daerah. Hidup sejak era 1920-an, banyak pengrajin sepatu di sini merupakan lulusan dari sejumlah pabrik sepatu. Hingga akhirnya pengrajin yang ada di Cibaduyut berpencar ke berbagai daerah, salah satunya Kampung Paletok.

Paletok merupakan istilah yang artinya membuat sepatu dalam bahasa Sunda. Sejak tahun 1980-an, warga sekitar sudah menamai daerahnya sebagai Kampung Paletok.

Salah seorang perajin sepatu di Kampung Paletok adalah Dedi Efendi. Pria yang kerap disapa Papep ini sudah puluhan tahun bekerja sebagai perajin sepatu. Orderan pun datang dari mana-mana, tidak cuma brand baru banyak juga brand yang sudah punya nama besar.

Papep menyebut, pekerjaan ini turun temurun dari orangtuanya. Dia masih ingat betul, bagaimana waktu kecil sepulang sekolah ia belajar membuat sepatu di tetangga rumahnya. Sampai akhirnya dia bisa membuat sepasang sepatu berkualitas tinggi.

"Anak muda di sini pasti belajar bikin sepatu. Istilahnya tukang asli selalu bawa asisten, jadi setiap tahun pasti ada bibitnya. Dari sanalah regenerasinya," kata Papep.

2. Industri turun-temurun

Cerita dari Kampung Paletok, 'Mini Cibaduyut' di Bandung SelatanIDN Times/Istimewa

Ia mengungkapkan, sepatu pertama yang dia berhasil buat adalah sepatu jenis pantofel. Terbuat dari kulit hewan asli, pantofel itu kini membawa Papep pada produksian sepatu lainnya dengan jumlah besar.

"Bila belajar serius dalam 3 bulan sudah bisa berbagai proses bikin sepatu termasuk jahitan yang sulit dari atas sampai bawah (goodyear welted construction)," jelasnya.

Begitu besar, anak-anak kecil ini membuat industri rumahan sendiri dan mendidik warga lain yang ingin belajar. Katanya, dalam satu industri rumahan memiliki sekitar 30 perajin. Para perajin ini tidak semuanya bekerja di bengkel sepatu.

Sebagai warga membawa pulang pekerjaannya, seperti menjahit upper. Biasanya, mereka datang ke bengkel untuk mengambil bahan baku. Lalu, mereka pulang dan mengerjakan di rumahnya. Setelah selesai mereka akan kembali untuk membawa hasil sepatu dan menerima bayaran.

3. Saat pandemik orderan masih cukup banyak

Cerita dari Kampung Paletok, 'Mini Cibaduyut' di Bandung SelatanIDN Times/Istimewa

Papep pun tidak langsung memulai bisnis sebagai perajin sepatu. Setelah lulus SMK, dia mengadu nasib ke Jakarta, menjadi buruh di salah satu pabrik sepatu. Beberapa tahun kemudian, ia kembali dan memulai bisnis rumah produksian sepatu.

Ia mengerjakan berbagai jenis sepatu. Papep punya 25 perajin yang bekerja di bengkel sepatunya, dan semuanya adalah warga sekitar Kampung Paletok. "Saat ini kami sedang mengerjakan produk sandal (Korea) yang lagi tren," imbuhnya.

Pandemi COVID-19 yang terjadi, disebutkan Papep tidak mengurangi jumlah produksi sepatunya. Ia bahkan bersyukur, di saat pandemik ini justru orderan sepatu yang mampir di industri rumahan miliknya meningkat tajam.

Baca Juga: 5 Makanan Ringan Khas Jabar yang Cocok Jadi Ide Bisnis UMKM

Baca Juga: Mengenal Ratna Juniati, Pahlawan Kelompok Tani 'Janda' Asal Lembang

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya