Butuh Inovasi Agar Bisnis Hotel Mampu Bertahan di Kala Pandemik

Banyak hotel diduga dijual karena minim pemasukan

Bandung, IDN Times - Pelaku usaha pariwisata termasuk perhotelan tengah dipusingkan karena pendapatan yang semakin minim. Pandemik COVID-19 membuat masyarakat masih enggan berwisata karena riskan terpapar virus.

Di sisi lain, pemerintah pun melakukan pembatasan sejumlah aktivitas yang bisa menimbulkan kerumunan. Hal itu lantas berdampak pada sekto pariwisata yang kian meredup setahun ke belakang.

Di Jawa Barat misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat perkembangan tingkat penghunian kamar (TPK) atau okupansi kamar hotel hanya mencapai 30,80 persen pada Desembe 2020. Angka tersebut menurun dibandingkan okupansi pada November 2020 yang mencapai 41,31 persen.

Penurunan ini dialami hotel berbintang maupun tidak. Pada Desember 2020 TPK hotel bintang 45,22 persen, turun 3,67 poin dibandingkan TPK November 2020 yang mencapai 48,89 persen. TPK tertinggi menurut kelas hotel bintang tercatat pada hotel bintang 5 sebesar 57,03 persen, sedangkan TPK terendah terjadi pada hotel bintang 1 sebesar 33,01 persen.

Sementara TPK hotel nonbintang mencapai 19,96 persen, turun 0,99 poin dibandingkan November 2020 yang mencapai 20,95 persen. TPK tertinggi untuk hotel nonbintang terjadi pada hotel dengan kelompok kamar 10-24 sebesar 23,17 persen. Sedangkan TPK hotel non bintang yang terendah sebesar 12,16 persen terjadi pada hotel dengan kelompok kamar di bawah 10.

Penuruan ini pun sangat terlihat di mana pada 2019 TPK hotel berbintang bisa mencapai 62,40 persen, sedangkan pada 2020 hanya 45,22 persen. Kemudian untuk keterisian kamar hotel nonberbintang pada 2019 bisa mencapai 34,40 persen, di mana tahun 2020 hanya 19,96 persen.

1. Stimulus masih harus diberikan pemerintah pada sektor pariwisata

Butuh Inovasi Agar Bisnis Hotel Mampu Bertahan di Kala Pandemik(Ilustrasi stimulus ekonomi) IDN Times/Mia Amalia

Pengamat pariwisata Taufan Rahmadi mengatakan, inovasi harus dilakukan seluruh pihak baik pemerintah, pihak swasta, maupun pelaku pariwisata termasuk perhotelan. Dari pemerintan, stimulus harus tetap diberikan dalam bentuk apapun agar sektor ini tetap hidup di tengah polemik keleluasaan masyarakat untuk berlibur.

Sejauh ini beberapa stimlus yang diberikan seperti gelontoran dana hibah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebesar Rp3,3 triliun bagi pelaku usaha hotel, restoran, dan pemerintah daerah, dirasa sudah tepat. Bantuan seperti ini harus tetap dilakukan karena itu sedikit membantu para pelaku usaha sektor pariwisata.

"Stimulus itu ibarat memperpanjang napas bagi meraka (pelaku usaha pariwisata) untuk bisa bertahan hidup di apndemik ini. Ini (pandemik) jadi ujian pemerintah untuk bisa hadir di tengah pelaku industri," ujar Taufan saat dihubungi, Sabtu (20/2/2021).

2. Jangan terpaku dengan pasar yang selama ini digarap

Butuh Inovasi Agar Bisnis Hotel Mampu Bertahan di Kala PandemikIlustrasi wisatawan candi Borobudur. ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Menurut Taufan, harus ada inovasi dari pelaku usaha perhotelan agar tidak mengharapkan pasar yang selama ini digarap. Misalnya, ketka ada hotel yang biasanya digunakan wistawan mancanegara, maka harus mulai memperhatikan pasar lokal dan domestik.

Di saat banyak negara menahan masyarakatnya untuk bepergian berwisata termasuk ke Indonesia, maka pelaku pariwisata harus mampu memaksimalkan potensi lokal dan domestik.

"Jangan terpaku dengan 'kue' yang selama ini. Jika ingin survive (bertahan) maka dari sekarang harus kreaitf," kata Taufan.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menggaet pasar tersebut misalnya dengan mengedepankan halal tourism atau pariwisata halal. Konsep ini cocok dipakai di mana mayoritas wisatawan lokal dan domestik Indonesia adalah orang Islam.

"Dan diingat pariwisata halal ini bukan mengislamkan kawasan wisata, tapi lebih ke kemudahan akses seperti makanan halal atau kemudahan tempat ibadah," ungkapnya.

3. Kolaborasi seluruh stakholder harus dilakukan secepatnya

Butuh Inovasi Agar Bisnis Hotel Mampu Bertahan di Kala Pandemik(IDN Times/Imam Rosidin)

Satu hal yang harus dilakukan yakni, adanya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha pariwisata untuk merangkul masyarakat mau bepergian ke tempat-tempat wisata, termasuk di Jawa Barat. Misalnya, lanjut Taufan, pemerintah memberikan bonus kepada tenaga medis yang berkecimpung pada penanganan COVID-19 bepergian ke kawasan wisata di Jawa Barat.

Dalam program ini, pemerintah bekerja sama untuk fasilitas yang diterima tenaga kesehatan (nakes) tersebut. Sedangkan penyedia fasilitas baik travel atau hotel bisa memberikan pelayanan terbaik dengan harga yang lebih terjangaku.

"Konsepnya ini marketing integrasi. Karena untuk melawan COVID-19 ini tidak bisa sendiri," kata Taufan.

Dengan berbagai inovasi ini diharap sektor pariwisata termasuk perhotelan bisa lebih bertahan dalam urusan pendapatan. Dengan demikian tidak ada lagi informasi yang menyebut ada hotel dijual dampak pandemik COVID-19.

Baca Juga: Pariwisata Sepi, Pengusaha Hotel di Bandung Jual Aset Secara Online

Baca Juga: PHRI: Ratusan Hotel di Jabar Bangkrut Akibat Pandemik COVID-19 

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya