Berawal Jadi Reseller, UMKM Kerajinan Kulit Bisa Cuan Ratusan Juta

Jangan takut untuk berbisnis

Bandung, IDN Times - Untuk membangun sebuah usaha memang harus dimulai dari hal kecil. Salah satunya bisa menjadi reseller atau distributor. Pengalaman inilah yang dirasakan Firman Hamzah. Pemuda asal Bandung tersebut sekarang sukses membuka usaha kerajinan berbahan dasar kulit, di mana sebelumnya dia dan istrinya menjadi reseller sepatu.

Ditemui di rumah produksinya, Jalan Panutan IV, Kelurahan Cipadung, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung, Firman mengatakan bahwa sebelum terjun dan fokus membangun bisnis ini, dia masih bekerja pulang pergi Jakarta-Bandung sambil menjadi reseller sepatu, salah satunya di kawasan Gedebage. Dimulai sekitar 2011, Firman berjualan secara daring (online) sebagai distributor. Bukan hanya sepatu, dia juga menyediakan berbagai barang yang memang dibutuhkan konsumen. Barang tersebut tidak hanya berasal dari Kota Bandung, tapi ada juga dari daerah lainnya.

Merasa usahanya mulai maju, Firman pun lantas memutuskan untuk membuat merek sepatu sendiri pada 2012. Pada tahun itu pembuatan sepatu tidak dilakukan sendiri, tapi dikerjakan di tempat produksi lainnya, alias maklun.

Awalnya, pembuatan sepatu yang dimaklun ke pekerja lain berjalan baik. Desain dan bahan yang diorder sesuai permintaan. Penjualan pun cukup banyak mencapai 30 pasang dalam sepekan.

"Tapi makin ke sini kualitas produksi naik turun. Jadi ada yang bahannya kurang bagus, lemnya juga ga tahan lama. Kami pusing soalnya konsumen yang biasa beli jadinya kabur pas kualitas jelek," kata Firman kepada IDN Times, Rabu (7/6/2023).

Tak ingin kehilangan konsumen, Firman lantas membuat sepatu sendiri dengan memproduksinya di rumah. Beruntung di sekitar rumahnya banyak tetangga yang bekerja di pabrik sepatu. Dari merekalah Firman bisa mendapat tenagah ahli yang bisa membuat sepatu.

1. Tumbuh pesat sebelum diterjang pandemik COVID-19

Berawal Jadi Reseller, UMKM Kerajinan Kulit Bisa Cuan Ratusan JutaDebbie Sutrisno/IDN Times

Membuat produk sendiri memang lebih sulit dibandingkan dengan memaklun. Meski demikian, dari segi kualitas hasilnya lebih bagus karena bisa dikontrol secara langsung. Dampaknya, pembeli yang selama ini loyal. Dengan merek dagang Cabaco, sepatu hasil pengerjaan Firman dan beberpa pekerja banyak dipesan.

Penjualan sepatu mulai terasa meningkat ketika Firman mulai menjualnya melalui e-commerce pada 2016. Produksi dalam setahun bisa mencapai 400 pasang sepatu. Padahal saat itu Firman belum terlalu fokus menekuni bisnis ini karena sambil bekerja kantoran.

"Kita omzet bisa dapat lebih dari 100 juta per bulan. Itu saja sebenarnya usaha masih maju mundur karena memang saya sambil kerja. Hanya istri dan pekerja yang fokus di sini (Cabaco)," ujarnya.

Sayangnya usaha yang mulai dirintis tersebut justru harus terdampak gelombangn pandemik COVID-19. Orderan sepatu semakin sedikit karena masyarakat kala itu lebih fokus membeli makanan dan menjaga kesehatan ketimbang membeli barang untuk fesyen.

Selain itu, para pekerja pun tidak bisa datang ke tempat produksi karena ada larangan dari aparat kewilayahan bahwa orang dari luar tidak bisa masuk ke pemukimannya.

"Karena orderan sepatu sangat sedikit, akhirnya saya coba cari ide untuk bisnis lain tapi masih dengan bahan kulit. Hasilnya saya buat tas kecil, dompet, sampai wadah korek api. Ya kecil-kecil saja asal ada barang terjual," papar Firman.

Selain itu, dia juga coba merambah bisnis lain untuk menghasilkan uang dengan membuat cover mobil hingga kue. Yang terpenting dapur tetap bisa ngebul.

2. Manfaatkan pameran dan kerja sama dinas untuk penjualan produk

Berawal Jadi Reseller, UMKM Kerajinan Kulit Bisa Cuan Ratusan JutaDebbie Sutrisno/IDN Times

Di tengah bisnis yang masih melandai kala itu, Firman tetap berusaha agar produknya bisa terjual. Berbagai pameran pun dia ikuti sehingga relasi terjalin. Harapannya, banyak peminat baik perorangan maupun perusahaan atau lembaga pemerintahan membeli barangnya.

Perlahan tapi pasti, produk kerajinan kulit Cabaco pun makin dikenal masyarakat. Permintaan mulai masuk meski jumlahnya belum banyak baik dari perusahaan termasuk dinas-dinas di Provinsi Jawa Barat.

"Pokoknya kalau ada pameran pasti saya ikut. Kalau misalnya anggaran untuk pameran masih masuk di akal terus perkiraan pasarnya ada, pasti kita jalan mau di Bandung atau di Jakarta juga," ungkap Firman.

Termasuk keikutsertaan dalam pelatihan di Rumah BUMN Bandung, Firman coba mencari ilmu dan menjalin relasi dengan berbagai pelaku usaha lainnya. Kebermanfaatan ikut serta di rumah tersebut pun dirasakan Firman karena dia tahu bagaimana mengembangkan produk dan mencari pangsa pasar yang cocok untuk produk Cabaco.

3. Kebutuhan alas kaki dalam negeri masih tinggi

Berawal Jadi Reseller, UMKM Kerajinan Kulit Bisa Cuan Ratusan Jutatoko sepatu di Cibaduyut [dok.Pribadi]

Dari data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Asprisindo), kebutuhan alas kaki di dalam negeri masih tinggi. Dalam kondisi normal permintaan alas kaki di Indonesia bisa mencapai 700 juta pasang. Namun pada 2021 saat pandemik permintaan memang menurun di angka 175 juta pasang.

Potensi pasar dalam negeri sangat besar mengingat populasi Indonesia yang saat ini mencapai lebih dari 270 juta penduduk. Secara agregat, kebutuhan fesyen pun berpotensi meningkat setelah pandemik COVID-19 di Indonesia sirna.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin)nmenyebut bahwa industri kecil dan menengah (IKM) alas kaki prospektif naik kelas hingga mampu merambah pasar ekspor, karena inovasi dan mampu menjaga kualitas mutu. Untuk terus meningkatkan daya saing industri alas kaki di Indonesia, yang merupakan industri padat karya dan menjadi tumpuan masyarakat, Kemenperin terus berupaya melakukan upaya-upaya mempertahankan industri tersebut, antara lain dengan memperkuat rantai pasok dan menggarap potensi industri alas kaki di pasar domestik.

"Betul, prospektif, dengan menjaga kualitas mutu, dan terus berinovasi. Oleh karena itu, kami dampingi untuk yang skala kecil dan menengah agar mampu memenuhi standar pasar," kata Kepala Balai Pemberdayaan Industri Persepatuan Indonesia Syukur Idayati dikutip dari ANTARA.

Syukur mengatakan, Kemenperin mendorong IKM alas kaki untuk melakukan pengembangan produk dan konsisten berinovasi untuk menjawab kebutuhan pasar. Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah melakukan uji laboratorium untuk menjaga standar mutu.

"Dalam hal ini, IKM persepatuan dapat memanfaatkan laboratorium uji untuk mengetahui mutu sepatu atau alas kaki yang diproduksi," ujar Syukur.

Menurut Syukur, beberapa IKM sepatu yang telah mengekspor produknya juga membutuhkan uji laboratorium tersebut untuk memenuhi standar yang diinginkan pasar global.

Baca Juga: Mengembalikan Marwah Sepatu Kulit Handmade Cibaduyut Ala Koku Footwear

Baca Juga: Pengalaman Nasabah BRI War Tiket Timnas Vs Argentina: Mau 2 Dapat 1

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya