Beginilah Alur Kebijakan Larangan Mudik yang Bingungkan Masyarakat

Awalnya mudik akan diperbolehkan, tapi sekarang dilarang!

Bandung, IDN Times - Pemerintah telah memastikan bahwa mudik seluruhnya telah dilarang. Bukan hanya mudik lintas provinsi, pulang kampung di kawasan aglomerasi di wilayah Bandung Raya dan Bodebek pun tidak diperbolehkan.

Aturan terakhir yang tidak memperbolehkan mudik di wilayah aglomerasi menjadi titik kebingungan masyarakat. Sebab, kawasan seperti Bandung Raya sebenarnya setiap hari digunakan masyarakat dalam berbagai aktivitas termasuk bekerja. Tidak sedikit pekerja yang melakukan perjalanan lintas kabupaten/kota untuk mencari nafkah.

Lantas bagaimana awal mula kebingungan aturan mudik ini berlangsung? Semua berawal dari pernyataan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.

1. Menhub awalnya sebut pemerintah tidak akan melarang mudik 2021

Beginilah Alur Kebijakan Larangan Mudik yang Bingungkan MasyarakatMenhub Budi Karya Sumadi. IDN Times/Daruwaskita

Pada 16 Maret 2021, saat rapat dengan pendapat dengan DPR RI, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memberi sinyal bahwa pemerintah tidak akan melarang mudik 2021.

Terkait dengan mudik pada 2021, pada prinsipnya pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tidak melarang,” kata Menhub Budi Karya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, dikutip dari ANTARA.

Menhub mengatakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dan sinergi bersama Gugus Tugas COVID-19 dengan melakukan pengetatan dan tracing terhadap masyarakat yang akan melakukan perjalanan mudik.

Selain itu, lanjut Menhub, Kemenhub juga mengeluarkan tujuh kebijakan penyelenggaraan angkutan Lebaran. Yang pertama adalah terus mensosialisasikan protokol kesehatan secara ketat mulai dari tempat keberangkatan, selama perjalanan, sampai di tempat kedatangan.

Kedua, menjamin ketersediaan layanan transportasi darat, laut, udara. Ketiga, memastikan kelaikan sarana dan prasarana transportasi.

Keempat, meningkatkan ketertiban dan keamanan pada simpul-simpul transportasi. Kelima, melaksanakan koordinasi intensif dengan pemangku kepentingan antara lain Korlantas POLRI, PU, Jasa Marga, pemda, hingga operator jasa transportasi dengan membentuk posko-posko bersama.

Kemudian yang keenam, melakukan rekayasa lalu lintas untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pelaksanaan angkutan Lebaran. Yang ketujuh, melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan angkutan lebaran dimulai dari persiapan sampai dengan pasca pelaksanaan.

“Kemenhub sebagai koordinator nasional angkutan lebaran berharap penuh agar kegiatan mudik dapat berjalan baik. Kami juga mengajak Komisi V untuk bersama-sama memantau persiapan dan proses mudik itu sendiri,” kata Menhub Budi Karya.

2. Pernyataan Menhub Budi kemudian disanggah Satgas COVID-19

Beginilah Alur Kebijakan Larangan Mudik yang Bingungkan MasyarakatJuru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito berpose usai memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Sayangnya, impian masyarakat untuk bertemu orang tua dan sanak saudara di kampung halaman buyar setelah pemerintah memastikan mudik tetap dilarang. Tak berselang lama, pemerintah memastikan tidak mengizinkan masyarakat bepergian pada 6-17 Mei untuk mudik. Hal ini guna menekan laju kasus COVID-19 yang biasanya akan meningkat pascalibur panjang termasuk mudik Lebaran.

Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tidak mudah bagi pemerintah untuk kembali melarang masyarakat melakukan perjalanan ke kampung halaman atau mudik.

"Keputusan mengeluarkan kebijakan larangan mudik bukan keputusan yang mudah. Terlebih mengingat ini momentum kedua lebaran yang kita lewati di tengah pandemi," ujar Wiku.

Meski demikian, kata Wiku, setelah mempertimbangkan semua risiko jangka panjang, pemerintah perlu mengambil keputusan tegas demi kebaikan bersama.

"Satgas berharap masyarakat dapat menaati keputusan agar Indonesia bisa segera bebas dari pandemi dan masyarakat dapat segera berkumpul dengan keluarga di perayaan besar lain," kata dia.

Dia menekankan kebijakan larangan mudik diharapkan mampu menjaga momentum dalam menurunkan kasus COVID-19. Larangan mudik tahun Lebaran 2021 berlaku mulai tanggal 6-17 Mei 2021 bagi Aparatur Sipil Negara, TNI/Polri, pegawai BUMN dan pegawai swasta.

"Tujuan kebijakan ini untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 seperti terjadi pada beberapa masa libur panjang, termasuk libur Natal dan Tahun Baru 2020," jelasnya.

3. Banyak orang pilih mudik lebih awal, pemerintah kembali buat aturan pengetatan perjalanan 22 April-24 Mei

Beginilah Alur Kebijakan Larangan Mudik yang Bingungkan MasyarakatIlustrasi bus AKAP saat mudik Lebaran. ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Di masa pandemik COVID-19 ini, para pekerja di perkotaan mayoritas masih melakukan pekerjaan dari rumah atau work from home (WFH). Jika harus masuk ke kantor, ada pembatasan di mana tidak semua masuk dalam satu hari.

Hal ini kemudian dimanfaatkan juga oleh masyarakat perkotaan untuk 'mudik' lebih awal. Mereka memilih untuk pulang ke kampung halaman sebelum larangan mudik 6-17 Mei 2021 diberlakukan.

Tak ingin kecolongan, pemerintah kemudian membuat kebijakan baru antisipasi masyarakat bepergian lebih awal sebelum larangan tersebut. Aturan ini terkait dengan pembatasan perjalanan pada

Kali ini pemerintah memperketat perjalanan pada 22 April hingga 24 Mei. Dalam aturan tersebut memuat bahwa masyarakat yang ingin bepergian baik menggunakan jalur darat, laut, dan udara akan mendapat pemeriksaan lebih ketat khususnya perihal kesehatan.

Pengetatan mobilitas tersebut berlaku selama H-14 peniadaan mudik yang berlangsung pada 22 April hingga 5 Mei 2021 dan H+7 peniadaan mudik pada 18 Mei hingga 24 Mei 2021. Sementara selama masa peniadaan mudik 6 hingga 17 Mei 2021 tetap berlaku pengetatan mobilitas masyarakat.

Aturan tersebut tertuang dalam Addendum Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri dan Upaya Pengendalian Penyebaran COVID-19 selama Ramadhan yang ditandatangani Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, pada 21 April 2021.

Dalam aturan itu terdapat sejumlah kelompok pelaku perjalanan yang mengalami pengetatan mobilitas, di antaranya pelaku perjalanan transportasi udara, laut dan darat yang diwajibkan menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan.

Pelaku perjalanan juga boleh menggunakan surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di Bandar Udara sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia.

4. Aturan mudik di kawasan aglomerasi juga tak menentu

Beginilah Alur Kebijakan Larangan Mudik yang Bingungkan MasyarakatIlustrasi. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Pemerintah awalnya tidak melarang total mudik 2021. Artinya warga masih bisa bertemu sanak sudara asalnnya berad di kawasan aglomerasi. Dalam hal, di Jabar terdapat dua wilayah yaitu Bandung Raya (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Cimahi), serta wilayah Bodebek (Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Depok, dan Bekasi).

Pemberian izin tersebut karena wilayah ini biasanya juga digunakan masyarakat bepergian sehari-hari selama pandemik COVID-19 dengan memerhatikan protokol kesehatan 3M.

Namun, baru sehari penerapan larangan mudik, Kamis (65/2021), Satgas COVID-19 kembali mengeluarkan aturan bahwa mudik di kawasan aglomerasi dilarang.

Juru Bicara Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah melarang mudik lokal di kawasan aglomerasi. Wiku menjelaskan, larangan tersebut sebagai bantuk upaya mencegah penularan COVID-19 saat momen mudik Lebaran.

"Untuk memecah kebingungan masyarakat terkait mudik lokal di wilayah aglomerasi, saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi, dengan urgensi mencegah dengan maksimal interaksi fisik sebagai cara transmisi virus dari satu orang ke orang lain," katanya dalam konferensi virtual di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (6/5/2021).

Walaupun demikian, Wiku menekankan bahwa perjalanan selain mudik di wilayah aglomerasi, khususnya di sektor esensial, akan tetap beroperasi tanpa pembatasan apapun. Hal itu berfungsi agar kegiatan sosial ekonomi di wilayah aglomerasi tetap lancar.

"Dengan urgensi tersebut, larangan itu berguna untuk mencegah secara maksimal transmisi virus dari satu orang ke orang lain," katanya.

5. Pemerintah sebaiknya maksimalkan pengetesan pascamudik Lebaran

Beginilah Alur Kebijakan Larangan Mudik yang Bingungkan MasyarakatPetugas medis melakukan tes cepat (Rapid Test) COVID-19 di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Minggu (28/6/2020) (IDN Times/Herka Yanis)

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Asep Warlan menilai bahwa aturan pemerintah perihal mudik yang plin plan pasti membingungkan masyarakat. Termasuk kebijakan terakhir di mana mudik di kawasan aglomerasi dilarang.

Menurutnya, kondisi masyarakat saat ini sudah rindu pulang kampung setelah Lebaran 2020 harus tertahan karena pandemik COVID-19. Alhasil tidak sedikit pemudik yang tetap nekat dan mencari jalan tikus untuk bisa sampai ke kampung halaman.

"Karena banyak aturan diskiminasi termasuk wisata yang dibolehkan. Jadi karena membingungkan ini masyarakat pilih pulang saja untuk mudik," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Jumat (7/5/2021).

Menurutnya, dengan kondisi seperti ini hal yang harusnya diperkuat pemerintah adalah 3T dengan pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment). Anggaran 3T harus dioptimalkan sehingga pascalebaran pemerintah bisa menekan kasus atau klaster baru COVID-19 baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Sementara dengan aturan yang sekarang dikeluarkan, pemerintah justru seakan menjadi musuh bagi masyarakat. Hal ini kurang baik karena upaya apapun yang diinginkan pemerintah nantinya tidak disambut baik oleh masyarakat kaitan dengan menekan COVID-19.

6. Larangan mudik aglomerasi dianggap konyol

Beginilah Alur Kebijakan Larangan Mudik yang Bingungkan MasyarakatPetugas melakukan penyemprotan bus dengan cairan disinfektan di Terminal Cicaheum, Bandung. IDN Times/Yogi Pasha

Ketua organisasi angkutan darat (Organda) Jawa Barat Dida Suprinda meminta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk mengabaikan arahan pemerintah pusat terkait larangan mudik di kawasan aglomerasi (Bandung Raya dan Bodebek). Aturan yang baru dikeluarkan kemarin, Kamis (6/5/2021) sore, dianggap tidak relevan dan tergesa-gesa tanpa kajian mendalam.

Seharusnya pemerintah sebelum membuat aturan bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah yang akan menerapkan aturan tersebut. Kalau diputuskan sepihak akan mempersulit banyak aspek termasuk dari segi transportasi.

"Aturan itu konyol menurut saya. Ini menjadi anomali dalam kebijakan yang dikeluarkan. Organda harap gubernur (Ridwan Kamil) abaikan saja aturan sekarang karena sudah banyak masyarakat mudik di hari pertama," ujar Dida.

Dia menilai aturan yang baru dikeluarkan tersebut tidak berdasarkan kajian termasuk aspek ekonomi dan keseharian masyarakat selama ini. Sebab, kawasan aglomerasi seperti Bandung Raya sebenarnya sudah menjadi daerah yang biasa dilalui masyarakat untuk bekerja, termasuk saat ini.

"Misal Bandung ke Cimahi ini kan setiap hari ada orang bekerja. Jadi sama saja sebenarnya keseharian lalu larang orang banyak untuk pekerjaan," ujarnya.

Baca Juga: Niat Mudik, Iis Gagal Masuk Kota Bandung dan Diputarbalikan 2 Kali 

Baca Juga: Satgas COVID-19: Mudik di Wilayah Aglomerasi Dilarang!

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya