Begini Penjelasan BMKG Terkait Udara Bandung Terasa Lebih Gerah

Bandung, IDN Times - Untuk warga Kota Bandung dan sekitarnya mungkin merasakan anomali kelembaban yang tidak biasanya. Gerah pada siang dan malam hari padahal angin cukup kencang.
Semua ini ternyata ada penyebabnya. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung menjelaskan, pada dasarian III Januari 2022 ini, adanya anomali kejadian hujan dan juga panasnya cuaca terutama pada siang hingga sore hari.
Kepala BMKG Bandung Teguh Rahayu mengatakan, pada Januari, berdasarkan analisis dan prediksi yang telah di diseminasikan oleh BMKG, merupakan puncak musim hujan bagi wilayah Bandung Raya dan Jawa Barat pada umumnya.
Hingga tanggal 25 bulan Januari 2022 ini, curah hujan tercatat di BMKG Bandung adalah 51,9 mm. Kondisi ini tidak biasanya karena tiga tahun belakangan curah hujan lebih tinggi. Pada 2019 biasanya curah hujan mencapai 221,7 mm, 2020 ada 132,7 mm, 2021 ada 112,8 mm.
"Curah hujan normal Januari adalah 221,7 mm. Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, terlihat pada tahun 2022 ini curah hujan mengalami defisit hingga 50%. Atau dapat dikatakan dalam wilayah pengamatan BMKG Bandung, curah hujan mengalami anomali negatif pada Bulan Januari ini," kata Teguh melalui siaran pers dikutip, Rabu (26/1/2022).
1. Kurangnya curah hujan karena angin kencang di wilayah Jabar

Kondisi anomali negatif curah hujan di wilayah Bandung Raya dan Jawa Barat, lanjut Teguh, pada umumnya disebabkan oleh adanya angin kencang yang terjadi di wilayah Jawa Barat pada umumnya. Hal ini terjadi oleh karena tumbuhnya beberapa pusat tekanan rendah di Perairan Maluku hingga Banda.
Pada bulan Januari ini, Monsoon Asia juga sedang pada puncaknya, sehingga keberadaan beberapa pusat tekanan rendah tersebut menguatkan angin Monsun Asia di atas laut Jawa dan kemudian meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Jawa Barat dan Bandung Raya.
Selain itu, pada 24 Januari 2022, terpantau tumbuhnya bibit siklon 96S di Barat Daya Sumatera yang juga berpotensi untuk meningkatkan kecepatan angin di wilayah Jawa Barat bagian Barat. Dalam tiga hari terakhir kecepatan angin berada apada kisaran 24k km/jam sampai 26 km/jam.
"Padahal kecepatan angin maksimum normal Januari adalah 18 km/jam," ujar Teguh.
2. Angin kencang membuat terpecahnya awan sehingga sinar matahari langsung masuk ke permukaan

Kejadian angin kencang di level permukaan hingga level 850 mb (1,5 km) menyebabkan awan-awan hujan (Cu dan Cb) yang tumbuh di sekitar Bandung Raya kembali pecah atau tergeser ke arah timur hingga tenggara, sehingga hujan terjadi di wilayah Tasik, Ciamis, dan Banjar hingga ke Jawa Tengah, terutama Jawa Tengah bagian Selatan.
Terpecahnya awan hujan di sekitar Bandung Raya, selain menyebabkan kejadian hujan terganggu, juga mengakibatkan meningkatnya temperatur maksimum di wilayah tersebut.
"Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu: terpecahnya awan menyebabkan kondisi langit menjadi clear, sehingga sinar matahari langsung masuk hingga level permukaan tanah," kata Teguh.
3. Suhu di Bandung bisa mencapai 31 derajat celcius

Selain itu, terganggunya proses hujan, menyebabkan tingkat kelembapan udara relatif (RH) tetap tinggi di atmosfer wilayah Bandung Raya. Kondisi temperatur tinggi dan RH tinggi akan terasa panas dan lembap secara bersamaan atau dalam bahasa sunda disebut 'ngelekeb'.
Dari data BMKG, suhu udara di Bandung Raya pada tiga hari terakhir berada di atas 30 derajat celcius. Tertinggi pada 23 Januari yang mencapai 31 derajat celcius.
"Seharusnya temperatur maksimum normal pada Januari itu 27,7 derajat celcius," kata dia.
Kondisi dinamika atmosfer seperti terbentuknya pusat-pusat tekanan rendah di wilayah Timur Indonesia dan sekitar pulau Jawa secara silih berganti sejak November 2021 lalu hingga saat ini menjadi penyebab utama terjadinya anomali negatif curah hujan, angin kencang, dan cuaca panas dan lembap di wilayah Bandung Raya.
"Masyarakat diharap tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi seperti saat ini, karena peluang untuk terjadinya hujan lebat tetap tinggi di bulan Februari dan akan semakin tinggi di bulan Maret (secara empiris)," ujar Teguh.