Aksi Depan Gedung Sate, Puluhan Perempuan Minta RUU PKS Disahkan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Puluhan perempuan dari berbagai kalangan melakukan aksi sebagai bentuk peringatan International Woman's Day (IWD) 2021 di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin(8/3/2021).
Mereka melakukan long march dari Braga menuju kantor Gubernur Jawa Barat. Sambil membawa poster-poster aspirasi, mereka turut menyuarakan soal lika-liku perempuan di masa pandemik COVID-19.
Para aktivis lantas berorasi di depan Gedung Sate, sambil menggelar poster aspirasi tersebut di jalan. Terlihat sejumlah petugas kepolisian dan Satpol PP berjaga di depan kantor Gubernur Jabar.
"Memang kita mengangkat banyak tuntutan, hanya saja yang saat ini masih sangat urgen adalah urusan darurat kekerasan seksual. Jadi di poin pertama, kita mencantumkan RUU PKS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual), karena RUU PKS ini sudah lama tidak disahkan," kata Humas Simpul Puan Khadijah di Gedung Sate, Senin (8/3/2021).
1. Tidak ada alasan untuk menolak RUU PKS
Selama ini RUU PKS masuk usulan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.RUU PKS pernah masuk Prolegnas 2014-2019. Bahkan draf RUU PKS itu sudah jadi dan beredar di masyarakat.
Namun, di menit terakhir, RUU PKS akhirnya tidak disetujui DPR. Salah satunya, banyak materi RUU PKS bersinggungan dengan materi RUU KUHP.
"Kita akan coba terus kampanye karena alasan tidak disahkan, karena ada penolakan," kata Khadijah.
2. Perempuan masih banyak yang teraniaya selama pandemik COVID-19
Selain menyoroti RUU PKS, Simpul Puan juga menyoroti soal rentannya perempuan mendapatkan kekerasan di saat pandemik ini. Baik mereka yang sudah berumah tangga atau masih menjalin kasih sebelum menikah kerap mendapat perlakuan tidak baik.
"Kemudian juga perempuan mendapatkan beban ganda yang lebih banyak misal ketika suami WFH atau suami dirumahkan otomatis yang dari luar kota ini ke rumah dan karena anggapan perempuan yang pegang kendali rumah entah itu memasak dan kerja domestik lainnya anggapan laki-laki ini berdampak pula pada tingkah laku dia misalnya tidak membantu, ujung-ujungnya perempuan yang kerja lebih banyak di rumah," tutur Khadijah.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan sejumlah lembaga mitra menerima laporan 8.234 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2020. Sebanyak 79% kasus di antaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
3. Perempuan bisa jadi agen perdamaian
Dalam bincang-bincang dengan IDN Times, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menuturkan, ketika berbicara tentang perdamaian dunia, tentu diplomat menjadi profesi yang menjadi garda terdepan. Para diplomat melakukan dialog, negosiasi, dan menjaga hubungan baik antar negara, untuk menciptakan perdamaian dunia.
Sayangnya, menurut Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, diplomat perempuan masih memiliki tantangan lebih besar dibandingkan laki-laki. Padahal, mereka berpotensi menjadi agen perdamaian dunia.
Retno melihat bahwa profesi ini memang lebih dikuasai laki-laki. Menurutnya, hanya ada sekitar 10 persen perempuan diplomat masa itu. Meskipun begitu, kini semakin banyak perempuan yang terlibat dalam profesi ini.
"Sekarang sudah sebanding perempuan dan laki-lakinya, bisa 45-55 atau bisa 50-50," ungkapnya.
Perubahan positif ini dapat terjadi, salah satunya karena adanya kebijakan-kebijakan yang memberikan ruang bagi perempuan untuk berkontribusi. Salah satunya adalah penghapusan larangan pernikahan sesama diplomat.
4. Dalam upaya peningkatan peran perempuan dalam perdamaian dunia, Indonesia menggagas jejaring negosiator dan mediator wanita ASEAN
Untuk mengembangkan potensi perempuan diplomat, Indonesia pun menggagas pembentukan jejaring negosiator dan mediator perempuan ASEAN (SEANWPNM). Jejaring ini memberikan kesempatan agar perempuan bisa berkontribusi dalam mewujudkan perdamaian dunia.
"Kenapa ini penting? Karena saya yakin kaum perempuan dapat menjadi agen perdamaian dan agen toleransi," tutur Retno.
Salah satu gagasan dibentuknya jejaring ini adalah minimnya keterlibatan perempuan dalam proses mediasi berbagai konflik global dan kawasan. Oleh karena itu, jejaring ini diharapkan dapat menjadi penghubung kemitraan dengan jaringan mediator perempuan di tingkat global.
Baca Juga: Hari Perempuan Internasional 2021: Semangat, Smart, dan Produktif
Baca Juga: 10 Film dan KDrama yang Cocok Ditonton di Hari Perempuan Internasional