460 Perusahaan di Jabar Sudah PHK 19.089 Pekerja Akibat COVID-19
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) dipastikan tidak akan menaikan upah minimum provinsi (UMP) pada 2021, mendatang. Sehingga, UMP tahun depan akan tetap sama dengan tahun ini sebesar Rp1,8 juta.
Salah satu alasan yang melandasi tidak naiknya upah karena banyak perusahaan di Jawa Barat yang pendapatannya jauh dari target dampak pandemik COVID-19. Pandemik juga membuat perusahaan sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), pemotongan gaji, hingga merumahkan sementara sebagian pekerjanya.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Taufik Garsadi menuturkan, berdasarkan data yang dihimpun hingga 20 Oktober 2020, setidaknya ada 1.983 perusahaan yang terdampak karena wabah yang sudah ada sejak Februari ini. Dari total ini jumlah pekerja yang ikut merasakan dampaknya mencapai 111.985 orang.
"Ini baru data terakhir saja. Tapi masih banyak perusahaan yang belum melaporkan atau masih dalam proses pelaporan," ujar Taufik kepada IDN Times, Selasa (3/11/2020).
1. 19.089 pekerja sudah terkena PHK
Menurutnya, saat ini ada 19.089 pekerja yang telah terkena PHK, yang terdiri dari 460 perusahaan. Sedangkan yang dirumahkan angkanya mencapai 80.138 pekerja dari 983 perusahaan.
"Jadi total yang di-PHK dan dirumahkan sejauh ini terdata ada 99.227 orang," ujar Taufik.
Saat ini jumlah rinci data terbaru di November memang belum ada. Disnaker di 27 kabupaten/kota masih melakukan pendataan dan mengkonfirmasi bersamaan dengan BPJS Ketenagakerjaan.
2. Ini daftar perusahaan paling banyak melakukan PHK
Taufik mengatakan, industri yang paling banyak melakukan PHK ada di sektor tekstil dan produk tekstil mencapai 54, 15 persen. Peringkat kedua sektor industri yang paling banyak mem-PHK adalah manufaktur 23,80 persen.
Berikut data lengkap presentase sektor industri yang telah melakukan PHK
1. Tekstil dan produk tekstil: 54,15%
2. Manufaktur: 23,80%
3. Akomodasi/restoran: 5,85%
4. Sektor lainnya: 3,71%
5. Perdagangan: 3,33%
6. Makanan dan Minuman: 2,70%
7. Otomotif: 2,67
8. Elektronik: 2,24%
9. Pariwisata: 1,25%
10. Konstruksi: 0,25%
11. Pertanian: 0,05%
3. Indonesia sekarang berada di jurang resesi
Presiden Joko "Jokowi" Widodo membahas pemulihan ekonomi nasional (PEN) dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Dalam arahannya, Jokowi menyinggung tentang pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020. Ia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal III akan kembali negatif, di kisaran minus 3 persen.
"Di kuartal III kita juga mungkin sehari, dua hari, ini akan diumumkan oleh BPS, juga masih berada di angka minus. Perkiraan kita di angka minus tiga. Naik sedikit," kata Jokowi seperti yang disiarkan langsung di channel YouTube Sekretariat Presiden, Senin.
Angka pertumbuhan ekonomi akan dirilis secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tiga hari lagi yakni pada 5 November 2020. Jika pertumbuhan ekonomi kembali minus, Indonesia akan dipastikan mengalami resesi ekonomi.
4. Jokowi sebut pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara lain
Meski begitu, Jokowi tetap optimistis dan mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih lebih baik dari negara-negara lain. Sebelumnya, sedikitnya ada lima negara yang sampai saat ini telah mengumumkan ekonominya mengalami resesi ekonomi, yakni Singapura, Korea Selatan, Hongkong, Jerman, dan Amerika Serikat.
"Ini memang kalau dibandingkan dengan negara lain ya masih jauh lebih baik, tapi ini patut kita berikan tekanan untuk yang kuartal IV," ujar Jokowi.
Baca Juga: Indonesia Segera Alami Resesi, Apa Dampaknya bagi Kita?