Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Disebut Kapitalisme Pendidikan

Kampus Merdeka dinilai mendukung kapitalisme pendidikan

Bandung, IDN Times - Kebijakan Kampus Merdeka yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dinilai mendukung pada kapitalisme pendidilkan. Pasalnya kebijakan itu erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan industri.

Empat poin dari kebijakan kampus merdeka itu meliputi; pembukaan prodi baru, hak bagi mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar program studi yang sedang ditempuh, program re-akreditasi, dan kebebasan bagi perguruan tinggi negeri badan layanan umum (PT BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi perguruan tinggi badan hukum atau biasa disebut dengan PTN BH.

Pengamat Pendidikan Dan Satriana mengatakan, dari empat poin itu, ada dua poin yang menurutnya perlu diperhatikan dan dibahas lebih lanjut. Sebab, kata dia, jika tidak dilakukan pembahasan mendalam, kebijakan itu malah akan menggeser makna perguruan tinggi dan berakibat meningginya biaya pendidikan.

"Pertama soal kemudahan universitas menjadi badan hukum dan soal magang mahasiswa," kata Dan saat dihubungi, Minggu (2/2). 

1. Kemudahan perubahan badan hukum adalah bentuk pemerintah mengurangi subsidi pendidikan perlahan

Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Disebut Kapitalisme PendidikanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memaparkan proogram Merdeka Belajar: Kampus Merdeka (Dok.IDN Times/Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud)

Menurut Dan, kemudahan perguruan tinggi negeri badan layanan umum (PT BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi perguruan tinggi badan hukum merupakan cara pemerintah untuk mengurangi subsidi pendidikan kepada perguruan tinggi terkait.

"Pengalaman selama ini badan hukum selalu identik dengan beban ekonomi atau pembiayaan pendidikan kepada masyarakat. Sementara pemerintah secara bertahap menghilangkan subsidinya," ujar Dan.

2. Pendidikan tinggi akan dikapitalisasi

Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Disebut Kapitalisme PendidikanIlustrasi kegiatan inklusi keuangan ibu rumah tangga. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Dari perubahan badan hukum itu dan berkurangnya subsidi pendidikan dari pemerintah, perguruan tinggi akan berkonsentrasi pada dua hal. Pertama, membuka program studi (Prodi) baru yang mana lulusan prodi itu laris ditawarkan di dunia industri atau laku secara pasar.

Kedua, jika subsidi pendidikan dari pemerintah dikurangi, maka yang ada akan menjadi beban ekonomi masyarakat. Sebab untuk bisa bertahan, perguruan tinggi akan menaikkan biaya pendidikannya.

"Nah kalau ini yang terjadi, maka lagi-lagi kita sedang mereduksi fungsi perguruan tinggi. Hubungannya disederhanakan menjadi produsen dan konsumen. Diserahkan tawar menawarnya pada pasar. Ini yang disebut dengan kapitalisme pendidikan," ucap Dan.

3. Makna perguruan tinggi akan bergeser

Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Disebut Kapitalisme PendidikanIDN Times/Galih Persiana

Dengan kebijakan itu perguruan tinggi hanya akan menjadi pabrik yang memproduksi cadangan tenaga kerja bagi industri. Padahal menurut Dan, perguruan tinggi memiliki fungsi yang dibutuhkan masyarakat tanpa bicara melulu soal tenaga kerja dan industri.

Jika kerangka makna perguruan tinggi disederhanakan hanya sebatas pemenuhan kebutuhan pasar dan selalu dikaitkan dengan industri, maka menurut Dan hanya mempersempit peran kampus itu sendiri.

"Dua hal (fungsi perguruan tinggi) yang kita sepakati dan itu ada di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Satu meningkatkan sumber daya manusia, kedua mengembangkan ilmu-ilmu baru," paparnya.

4. Kampus Merdeka untuk merespons angka pengangguran dan permintaan industri

Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Disebut Kapitalisme PendidikanMenteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memaparkan proogram Merdeka Belajar: Kampus Merdeka (Dok.IDN Times/Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud)

Poin yang menjadi sorotan selanjutnya adalah soal magang pada kebijakan Kampus Merdeka. Dan menyepakati poin itu, jika magang tidak diterjemahkan sebagai bagian untuk mengisi cadangan tenaga kerja. Sebab kata Dan, poin itulah yang tidak bisa dijawab oleh kelas di perkuliahan selama ini.

"Tapi celakanya, mudah-mudahan ini salah, konteks Mas Menteri menyampaikan itu adalah mengaitkan dengan angka pengangguran universitas dan membicarakan kaitan dengan dunia industri atau dunia usaha," tuturnya.

5. Tidak semua ilmu bisa berkaitan dengan industri

Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Disebut Kapitalisme PendidikanIlustrasi laboratorium. unsplash.com/luvqs

Pada konteks pemenuhan kebutuhan industri, Dan Satriana menyatakan ketidaksepakatannya. Menurutnya, tugas perguruan tinggi bukanlah mencetak tenaga kerja. Jika paradigma pemerintah kita memandang perguruan tinggi masih harus bergantung pada industri, lanjutnya, kita ketinggalan untuk mengembangkan ilmu murni.

"Tidak semua ilmu itu punya kaitan langsung dengan dunia usaha atau industri. Tapi ilmu itu diperlukan sebagai pengembangan di masa depan. Seperti fisika, kimia, astronomi, antropologi, itu tidak semua ilmu-ilmu murni itu bisa matching dalam jangka pendek dengan industri," jelasnya.

6. Magang perlu untuk menjawab pola pendidikan klasik

Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Disebut Kapitalisme Pendidikanpexels/Christina Morillo

Dari keempat poin kebijakan kampus merdeka itu, Dan hanya sepakat pada satu poin yakni magang. Menurutnya, problem perguruan tinggi saat ini terlalu banyak menghabiskan waktunya di dalam kelas.

"Magang ini penting menurut saya untuk menambah pengalaman. Jika magang ini diperluas maknanya di prodi-prodi terkait, saya akan support. Karena salah satu kelemahan pendidikan tinggi sekarang adalah terlalu banyak menghabiskan waktunya di dalam kelas," terangnya.

"Saya yakin sebagian besar mahasiswa kita belum tahu apa fokusnya kegiatan di prodi yang mereka ambil. Magang ini bisa menjembatani itu, pengetahuan di luar kelas, sehingga begitu mereka sarjana sudah tahu keahliannya di mana," imbuhnya.

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya