8 Tahun Digelar, Perang Tomat di Lembang Bukan Sekadar Perayaan Budaya

Dinas Pertanian KBB dinilai abai

Bandung Barat, IDN Times - Aksi lempar melempar tomat pada 'Rempug Tarung Adu Tomat' atau perang tomat di Kampung Cikareumbi, RW 03, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat berlangsung meriah. Pada pertunjukan budaya yang digelar pada Minggu (13/10) tersebut, disiapkan sekitar 2 ton tomat sebagai amunisi perang.

Tampak gelak tawa dan raut kebahagiaan menghias wajah-wajah para petani tomat sekitar. Wajah dan tubuh warga dari seluruh kalangan yang hadir tidak luput dari air liur tomat.

Tomat sisa perang yang menggenangi ruas jalan Kampung Cikareumbi rampung dibersihkan hanya dalam waktu 15 menit pasca perang tomat usai. Tomat-tomat tersebut dikumpulkan menggunakan karung kemudian dibawa untuk diolah menjadi pupuk para petani sekitar.

1. Tomat sisa perang diolah jadi pupuk

8 Tahun Digelar, Perang Tomat di Lembang Bukan Sekadar Perayaan BudayaIDN Times/Bagus F

Pencetus perang tomat sekaligus Budayawan, Mas Nanu Muda atau yang biasa dikenal Abah Nanu mengatakan, tomat sisa perang yang berserakan akan diolah warga. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi kemubaziran sekaligus untuk menghemat biaya pupuk untuk pertanian.

"Air liur tomat itu bagus untuk pupuk tanaman. Ini kan tomat busuk yang dipakai pertunjukan peristiwa wisata budaya ini. Sisa tomat ini dikumpulkan nanti akan dijadikan kompos," ungkap Abah Nanu ditemui di lokasi usai perang tomat.

Abah menyebutkan, tomat sisa perang yang sudah diolah menjadi pupuk, akan digunakan para petani untuk memupuk tanaman sayur kembali oleh warga Desa Cikidang.

"Pengolahannya gampang hanya dikumpulkan nanti diairin lagi diberi bakteri. Sesudah itu nanti dibagikan lagi ke Petani. Diolah lagi oleh mereka. Jadi tidak ada yang mubazir," ujarnya.

2. 2 ton tomat disiapkan jadi amunisi

8 Tahun Digelar, Perang Tomat di Lembang Bukan Sekadar Perayaan BudayaIDN Times/Bagus F

Menurut Abah Nanu, pada pertunjukan peristiwa budaya tersebut tidak ada hal yang mubazir. Tomat-tomat yang digunakan merupakan tomat hasil sortir para petani yang sudah tidak layak untuk dijual ke pasar.

"Sekitar 200 kwintal atau 2 ton untuk perang. Tomat ini bukan beli melainkan hasil panen yang dikumpulkan, disortir mana tomat yang gak laku dijual, dikumpulkan," paparnya.

Pada upacara perang tomat tahun ini kata Abah, tomat yang digunakan lebih sedikit jumlahnya dari tahun lalu. Tahun lalu, lanjut Abah, jumlah tomat yang disiapkan hampir 3 ton.

"Tahun sebelumnya lebih banyak. Karena sekarang karau lebih panjang terus juga tomatnya gak bagus," tutur Abah.

Dia merencanakan, pada tahun depan akan digelar lebih menarik daya ekonomi. Capaian yang akan digelar tahun depan, akan menyiapkan bursa sayuran asli Kampung Cikareumbi. Ditambah sejumlah produk olahan hasil tomat juga dipamerkan.

3. 8 tahun digelar, Dinas Pertanian belum menyapa

8 Tahun Digelar, Perang Tomat di Lembang Bukan Sekadar Perayaan BudayaIDN Times/Bagus F

Abah Nanu mengatakan dirinya menaruh harapan penuh kepada Dinas Pertanian KBB andil dalam kegiatan tahunan ini. Menurutnya, dari perang tomat yang sudah digelar 8 kali sejak tahun 2012, tidak sekalipun Dinas Pertanian menyentuh para petani tomat di Kampung Cikareumbi.

"Nah ini yang Dinas Pertanian tidak terlibat. Tomat itu kan urusannya sama Dinas pertanian. Kebudayaan hanya membungkus dan mempromosikan hasil pertanian. Dinas Pertaniannya belum ada kepedulian," sebut Abah.

Menurutnya, kegiatan budaya yang digelar setiap tahun ini bukan hanya tugas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, melainkan Dinas Pertanian juga harus mengambil peran. Sebab, perayaan tahunan ini sangatverat kaitannya dengan hasil bumi.

Tak jarang para petani mengalami kerugian akibat harga tomat yang anjlok dan ongkos pertanian yang mahal. Menurut Abah, Dinas Pertanian KBB menaruh perhatian pada kerugian yang kerap dialami para peta!i tomat tersebut.

"Dinas Pertanian mustinya memberi penyuluhan kepada warga sini. Bagaimana menciptakan hasil tomat yang bagus, yang berkualitas, bibitnya seperti apa, harus pakai pupuk seperti apa, kan begitu," ujarnya.

4. Perang tomat di Lembang beda dengan Spanyol

8 Tahun Digelar, Perang Tomat di Lembang Bukan Sekadar Perayaan BudayaIDN Times/Bagus F

Tidak sedikit yang menilai perang tomat di Lembang menjiplak perayaan perang tomat di Bunol, Spanyol. Menanggapi hal itu, Abah Nanu menegaskan, ada perbedaan yang sangat kentara antara perang tomat di Spanyol dengan perang tomat yang digagasnya.

"Kalau di Spanyolkan tomatnya bukan tomat busuk, juga di sana gak ada kaitan dengan peristiwa budaya. Kalau di sini, jadi peristiwa budaya. Ada rangkaian ngaruwat bumi, hajat buruan, ngelaran dan diakhiri dengan perang tomat," tegas Abah.

Terlebih, me urut Abah, perang tomat di Spanyol hanya sebatas bentuk protes. Berbeda dengan di Lembang, perang tomat yang digelar mengandung makna filosofis yang dalam.

"Perang tomat di sini intinya membuang sifat-sifat busuk dan kembali ke kesucian. Kalau di sana kan bentuk protes, di sini juga bentuk protes. Hanya protes kita dulunya membiarkan tomat matang dan membusuk di kebun. Selebihnya pada perayaan perang ada makna filosofisnya," terang Abah.

Baca Juga: Asal-Usul Perang Tomat di Lembang: dari Derita hingga Perayaan Seni

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya