Sidang Pendapat Ahli Polda dan Pegi Setiawan Soal Alat Bukti

Ada perbedaan soal sah dan tidak sahnya bukti Polda Jabar

Bandung, IDN Times - Saksi ahli dari Pegi Setiawan dan Polda Jabar telah memberikan keterangan dalam gugatan praperadilan di Pengadaan Negeri Kelas IA Bandung. Kesaksian keduanya digelar di waktu yang berbeda.

Tim pengacara Pegi Setiawan mendatangkan Prof. Suhandi Cahaya dari Universitas Jaya Baya, Jakarta. Sementara tim hukum Polda Jabar, Prof. Agus Surono mendatangkan ahli dari Universitas Pancasila, Jakarta.

Keduanya memiliki pendapat masing-masing soal sah atau tidaknya alat bukti penetapan tersangka Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon, 2016 silam.

Polisi sendiri dalam kasus ini memiliki tiga alat bukti, keterangan ahli, para tersangka sebelumnya yang kini jadi terdakwa, dan berkas berisi dokumen dan lainnya.

1. Alat bukti harus kuat secara kualitas dan kuantitas

Sidang Pendapat Ahli Polda dan Pegi Setiawan Soal Alat BuktiPegi Setiawan tersangka pembunuh Vina dan Eky segera disidang. (Foto: iNews/Mujib P)

Saksi ahli dari tim pengacara Pegi Setiawan, Prof. Suhandi Cahaya berpendapat, penetapan tersangka pada Pegi Setiawan ini tidak sah. Keterangan ini dianggap keluar saat hakim tunggal Eman Sulaeman, menggali dengan pertanyaan ke Suhandi.

Eman saat itu menanyakan soal penetapan tersangka ini apakah harus ditinjau dari segi kuantitas atau kuantitas. Suhandi menjawab keduanya perlu.

"Ya, harus dua-duanya kualitas dan kuantitas yang harus betul-betul yang punya connect dengan apa yang telah dilakukan oleh tersangka dan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik," kata Suhandi, Rabu (3/7/2024).

Selanjutnya, Suhandi menjelaskan, sebelum seseorang ditetapkan jadi tersangka, penyidik harus melakukan pemeriksaan secara lengkap dan dilakukan gelar perkara internal yang dapat dihadiri oleh pengacara calon tersangka.

Bahkan, menurutnya, seseorang dapat langsung dijadikan tersangka jika tertangkap tangan sedang melakukan tindak pidana.

"Kalau dia tidak tertangkap tangan, harus ada laporan dari seseorang atau pengaduan yang memberikan alat bukti yang lengkap kepada penyidik," kata Suhandi.

2. Penangkapan DPO harus ada dua kali pemanggilan

Sidang Pendapat Ahli Polda dan Pegi Setiawan Soal Alat Bukti(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Selanjutnya, Eman menanyakan soal prosedur penerbitan daftar pencarian orang (DPO) terhadap tersangka, apakah harus ada pemanggilan terlebih dahulu. Suhandi menjawab, hal itu harus dilakukan.

"Ya, harus ada pemanggilan minimum dua kali sesuai KUHAP, setelah kalau tidak ada datang dipanggil, kewenangan dari penyidik dia bisa menjemput si tersangka," ujar Suhandi, menjawab.

Kemudian, Suhandi menjawab beberapa pertanyaan tim kuasa hukum Pegi Setiawan yang menanyakan soal adanya perbedaan antara ciri-ciri DPO yang ditampilkan Polda Jabar.

"Ahli saya mau bertanya. Sebelumnya Polda Jabar mengeluarkan ciri-ciri DPO Pegi Setiawan, namun orang yang ditangkap justru tidak sesuai dengan ciri-ciri yang dikeluarkan. Itu bagaimana?" tanya salah satu kuasa hukum Pegi Setiawan.

"Itu salah tangkap namanya," kata Suhandi.

3. Saksi ahli Polda Jabar sebut dokumen KK dan STNK bisa jadi alat bukti

Sidang Pendapat Ahli Polda dan Pegi Setiawan Soal Alat Bukti(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Sementara, saksi ahli Polda Jabar, Prof. Agus Surono menyebut, surat-surat atau dokumen dan akun Facebook bisa jadi alat bukti untuk menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon, 2016 silam.

Mulanya tim hukum Polda Jabar menanyakan soal dokumen surat-surat seperti Ijazah, rapot, hingga STNK kendaraan termasuk alat bukti untuk menetapkan tersangka ke Agus.

Agus mengatakan, kualifikasi surat itu ada di dalam pasal 187 KUHP dan ada beberapa dalam huruf A, huruf B dan huruf C. Namun hal berkaitan dengan hal ini ada dalam huruf b-nya.

"Surat yang dibuat oleh pejabat yang mempunyai kewenangan, maka apa yang tadi ditanyakan kepada saya masuk dalam kualifikasi 187 huruf B-nya tadi," ujar Agus, Kamis (4/7/2024).

Tim hukum Polda Jabar kemudian menanyakan kepada Agus, soal surat permintaan grasi kepada Presiden dari para terpidana kasus pembunuhan Vina dan Rizky di Cirebon pada 2016, bisa dijadikan alat bukti.

Agus menjawab, yang masuk dalam pasal 187 huruf b KUHP adalah jawaban penolakan presiden atas permintaan grasi, namun untuk permohonan masuk dalam hurup C.

"Kalau yang surat permohonan dari pihak pemohon mengajukan grasi itu adalah masuk dalam kualifikasi huruf C-nya. Intinya, itu tidak masuk dalam kualifikasi yang B, karena surat permohonan yang sifatnya adalah personal pribadi begitu," katanya.

4. Akun Facebook juga bisa jadi alat bukti

Sidang Pendapat Ahli Polda dan Pegi Setiawan Soal Alat Bukti(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Selain soal surat, Polda Jabar juga menanyakan soal akun media sosial Facebook yang dijadikan alat bukti oleh penyidik dalam menetapkan Pegi sebagai tersangka. Agus menjawab hal itu bisa dijadikan alat bukti.

"Jadi memang akun Facebook itu bisa saja dikualifikasi sebagaimana alat bukti, namun tidak masuk dalam kategori surat. Tapi ini bisa dijadikan sebagai petunjuk meskipun nanti akan dikonfirmasi lagi dalam pemeriksaan pokok perkara," ujarnya.

Agus melanjutkan, pembuktian apakah nantinya ada kesesuaian atau tidak alat bukti ini dengan perkara yang ada, akan turut diuji dalam persidangan pokok perkara. Namun berkaitan dijadikan alat bukti dipastikannya bisa digunakan.

"Misalkan akun Facebook itu nanti terkonfirmasi atau terverifikasi oleh ahli yang berkaitan dengan digital forensik, maka itu bisa saja sebagai dokumen atau informasi yang sifatnya elektronik dan bisa dikualifikasi sebagai alat bukti," kata dia.

Baca Juga: Sidang Praperadilan Pegi Setiawan, Polisi Hadirkan Ahli Pidana

Baca Juga: Fakta-fakta Keterangan Saksi Persidangan Praperadilan Pegi Setiawan

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya