Psikilog Unpad Komentari Fenomena Spirit Doll, Apakah Wajar?

Wajar dan tidak wajar ditentukan oleh pemiliknya itu sendiri

Bandung, IDN Times - Dosen Departemen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Retno Hanggarani Ninin, membongkar kewajaran dan ketidak-wajaraan seseorang mengadopsi spirit doll.

Menurutnya, wajar dan tidak wajar seseorang mengadopsi spirit doll ditentukan oleh pemiliknya itu sendiri. Ketika pemiliknya seorang anak-anak, dan memperlakukan seperti layaknya teman di lingkungan kesehariannya, itu merupakan hal yang wajar.

"Jika anak-anak yang bermain boneka dan memperlakukannya layaknya temannya, itu merupakan sebuah kewajaran dari perspektif tumbuh kembang, karena faktor usianya," ujar Ninin, melalui keterangan resmi yang dikutip, Sabtu (8/1/2022).

1. Adopsi spirit doll hal yang wajar jika untuk anak-anak

Psikilog Unpad Komentari Fenomena Spirit Doll, Apakah Wajar?ilustrasi spirit doll (pixabay.com/Alexas_Fotos)

Ketika seorang anak memperlakukan boneka sebagai seorang sosok yang hidup, dan melakukan interaksi komunikasi dengannya, Ninin bilang, itu merupakan hal yang normal dan wajar. Namun, dikatakannya, ketika anak sudah dewasa dan memperlakukan boneka dengan perlakuan sama itu merupakan hal tidak wajar.

"Kita tidak menganggapnya wajar ketika di tahapan usia lanjut, mereka memperlakukan boneka dengan cara yang sama," ucapnya.

2. Perilaku adopsi spirit doll ditinjau secara budaya bisa jadi tidak lazim

Psikilog Unpad Komentari Fenomena Spirit Doll, Apakah Wajar?ilustrasi spirit doll (pixabay.com/betsisman)

Meski begitu, Ninin menjelaskan, ketika di usia dewasa seseorang masih memperlakukan boneka seperti pada usia anak-anak, maka ada sesuatu dari kondisi psikologisnya yang mencetuskan dia untuk membutuhkan cara tersebut.

Seseorang bisa memilih melakukan perbuatan itu, dikatakan Ninin, bisa jadi karena memerlukan teman untuk mendengar, berdiskusi, dan berbicara. Ketiadaan pendamping yang bisa diajak mendengar, berkomunikasi, dan memberikan dukungan, bisa jadi membuat seseorang memilih untuk memiliki teman komunikasi yang lain.

"Kalau kita lihat, pada umumnya, berdasarkan tradisi dan budaya, perilaku itu bisa jadi tidak lazim. Akan tetapi, kenyataannya ada orang yang memilih cara itu untuk membuatnya memiliki teman berkomunikasi atau teman hidup. Padahal, ‘teman’ yang dia pilih itu tidak bisa menjadi partner untuk memberikan komunikasi atau emosi balasan," ungkapnya.

3. Jika orang dewasa melakukan tindakan ini maka perlu dukungan dari keluarga

Psikilog Unpad Komentari Fenomena Spirit Doll, Apakah Wajar?ilustrasi spirit doll (pixabay.com/lifeblue)

Dengan kondisi ini, Ninin mengatakan, jika seseorang itu masih dalam asuhan orangtua, maka orangtua perlu memberikan pengasuhan yang seharusnya, agar anak bisa berkembang dengan optimal.

Menurutnya, pengasuhan yang baik dan optimal akan membuat anak punya kesiapan untuk bertahan secara mandiri dalam menyelesaikan persoalan hidupnya.

"Ketika seseorang yang mengalaminya sudah dewasa, yang seharusnya secara psikologis sudah mandiri, orangtua maupun anggota keluarga lain bisa menjadi support system," kata dia.

Untuk diketahui, sejumlah artis tanah air membuat viral adopsi spirit doll di media sosial. Kejadian ini membuat fenomena unik yang berkembang di tanah air dalam beberapa bulan kemarin.

Baca Juga: Fenomena Spirit Doll dari Perspektif Psikologi: Indikasi Kesepian 

Baca Juga: Mahalnya Spirit Doll, Boneka yang Lagi Tren Diadopsi Para Artis

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya