Masjid Ahmadiyah di Garut Disegel, Dianggap Cederai Toleransi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Masjid pemeluk Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut disegel pada Selasa (2/7/2024) pukul 19.00 WIB. Solidaritas Jaringan Antarumat Beragama (Sajajar) menyatakan penutupan ini telah mencederai toleransi.
Koordinator Sajajar, Usama Ahmad Rizal mengatakan, penutupan ini terjadi setelah sebelumnya melakukan parat koordinasi para pemeluk Ahmadiyah dengan perwakilan dari Satpol PP, Kesbangpol, Kejari, dan Polres Garut.
"Setelahnya pada pukul 19.00 WIB puluhan aparat gabungan yang dipimpin oleh Kasatpol PP kabupaten Garut Basuki Eko menutup paksa Masjid Ahmadiyah di Nyalindung, Garut," ujar Usama melalui keterangan resmi, dikutip Sabtu (6/7/2024).
1. Dikabarkan ada kelompok yang menolak kehadiran Ahmadiyah
Adapun saat itu, alasan Satpol PP menutup paksa masjid ini karena sebelumnya telah menerima audiensi dari ormas yang mengatasnamakan Geram (Gerakan Anti Ahmadiyah) yang menolak keberadaan masjid. Padahal kata Usama, warga sekitar tidak pernah ada masalah.
Dengan kondisi ini, Usama menilai pemerintah Kabupaten Garut melalui Satpol PP telah melakukan tindakan diskriminatif dan inkonstitusional dengan melakukan penutupan paksa masjid yang dikelola oleh Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut.
"Di tengah usaha pemerintah pusat melawan intoleransi dan radikalisasi beragama melalui sikap moderasi beragama. Kondisi ini sungguh telah mencederai nilai-nilai toleransi. Dan menandakan, bahwa negara masih menjadi penghalang atas kebebasan beragama," jelasnya.
2. Penutupan bertentangan dengan UUD 1945
Lanjut Usama, dalam konstitusi jelas menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut keyakinannya. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, hal ini tertuang dalam Pasal 28E ayat (1), (2), (3), UUD 1945.
"Apa yang dilakukan Pemkab Garut melalui Satpol PP sungguh adalah tindakan yang tidak sesuai dengan koridor kewenangannya, seperti diketahui bahwa urusan agama sepenuhnya adalah kewenangan Pemerintah Pusat. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 10 ayat (1) UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah," katanya.
3. Ada empat sikap Sajajar atas penutupan ini
Dalam penutupan ini, Pemkab Garut berpegangan dengan aturan dari Fatwa MUI. Adapun dalam SKB 3 Menteri 2008 maupun Pergub No 12 tahun 2011, tidak ada pelarangan membangun masjid dan kegiatan Ahmadiyah.
"Dua aturan itu isinya tidak ada larangan pembangunan masjid dan pelarangan kegiatan Ahmadiyah, penutupan tersebut juga tidak disertai pemberitahuan, surat tugas penyegelan, dan dilakukan pada malam hari," katanya.
Berikut sikap Sajajar atas penyegelan Masjid Ahmadiyah:
-Mengecam dengan keras sikap Pemkab Garut yang bersikap diskriminatif dan tidak melaksanakan kewajibannya untuk melindungi warganya melaksanakan ibadah dan hak berserikat, berkumpul yang dijamin oleh negara melalui UUD 1945.
-Ahmadiyah selama ini terlibat aktif dalam kegiatan sosial masyarakat di Nyalindung dan aktif bersilaturahmi dengan para warga sekitar dan para tokoh serta tidak pernah melanggar hukum apapun.
-Tindakan penutupan paksa oleh Pemkab Garut melalui Satpol PP tidak berdasarkan keputusan pengadilan sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang sah, serta masalah agama adalah otoritas pemerintah pusat bukan pemerintahan daerah sesuai undang-undang Otonomi Daerah.
-Meminta ketegasan sikap Presiden Jokowi untuk memastikan Pemerintah Daerah memfasilitasi dan menjamin warganya untuk dapat beribadah sesuai keyakinannya, serta memastikan Pemda Garut tidak menghalangi hak beribadah dan berkumpul Jemaat Muslim Ahmadiyah.
Sebagai informasi, Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut sudah ada sejak tahun 1970-an dan hidup berdampingan secara damai dengan warga lainnya.
Ahmadiyah di Nyalindung menggunakan masjid sebagai sarana ibadah seperti shalat lima waktu, mengaji Al-Quran, dan sarana pendidikan anak-anak belajar tentang ke Islam-an.
Baca Juga: Sidang Pendapat Ahli Polda dan Pegi Setiawan Soal Alat Bukti
Baca Juga: Saksi Ahli Polda Jabar: Akun Facebook Pegi Setiawan Bisa Jadi Bukti