Ketika Pendeta dan Ketua RW Jadi Penjaga Toleransi di Kota Bandung

Mereka menjadi sosok yang penting dalam menjaga toleransi

Bandung, IDN Times - Persoalan intoleransi di wilayah Jawa Barat (Jabar) masih belum tuntas. Beberapa lembaga survei mencatat bahwa Jabar masih mendududki peringkat teratas kasus intoleransi terbanyak di Indonesia.

SETARA Institute, misalnya, yang mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir (2014-2019) Jabar memiliki 162 pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan. Kemudian ada DKI Jakarta dengan 113 pelanggaran.

Setelah itu ada Jawa Timur (98 pelanggaran), Jawa Tengah (66 pelanggaran), Aceh (65 pelanggaran) Daerah Istimewa Yogyakarta (37 pelanggaran), Banten (36 pelanggaran), Sumatera Utara (28 pelanggaran), Sulawesi Selatan 27 (pelanggaran), dan Sumatera Barat (23 pelanggaran).

1. Pendeta jadi kunci kerukunan di Kampung Toleransi Jamika

Ketika Pendeta dan Ketua RW Jadi Penjaga Toleransi di Kota BandungBakti Sosial Kampung Toleransi Jamika, Bandung. (Istimewa)

Di tengah gencarnya intoleransi di Jabar, ada beberapa warga Kota Bandung yang berjuang mempertahankan keberagaman dari level terkecil di kewilayahan. Seperti Jahja Kosim (60 tahun), seorang pendeta sekaligus ketua Kampung Toleransi Jamika, Bandung

Kampung Toleransi Jamika sendiri berada di RW 04 Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler. Di wilayah ini berdiri tempat ibadah dari berbeda agama yang jaraknya saling berdekatan.

Jahja Kosim mengatakan, keturunan berbagai umat beragama di Kampung Toleransi Jamika terjadi karena beberapa faktor. Saat ini, secara umum warga di RW 04 saling menghargai perbedaan karena terbangun secara sosial.

Kondisi rukun itu terlahir jauh sebelum wilayahnya ditetapkan sebagai Kampung Toleransi Jamika oleh Pemerintah Kota Bandung. Sehingga, ketika sudah ditetapkan, kerukunan warga makin kompak satu sama lain.

"Toleransi kami memang cukup kuat, kami diresmikan 20 Agustus 2017. Memang setelah diresmikan ada kegiatan yang lebih intens jadi karena ini lembaga dan ada pengurus jadi mulai banyak program," ujar Jahja, Sabtu (4/12/2021).

2. Toleransi terbangun karena banyak kegiatan bersama

Ketika Pendeta dan Ketua RW Jadi Penjaga Toleransi di Kota BandungBakti Sosial Kampung Toleransi Jamika, Bandung. (Istimewa)

Setelah terbentuk pengurus, kegiatan seperti tasyakuran mulai digelar. Kegiatan ini, kata dia, selalu diselenggarakan menjelang 17 Agustus di setiap tahun. Aparat kewilayahan juga dijadikan sebagai pembina dan turut terlibat.

Tjahaja bilang, dalam kegiatan itu panitia selalu melibatkan semua penganut kepercayaan, seperti Agama Islam, Katolik, Konghucu dan ada juga acara kebangsaan seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya dan bakti sosial bersama.

"Kami ber-SK tapi tanpa anggaran, jadi kita memang baksos dari pihak ketiga dan yang berelasi ke RW. Jadi baksos ini penyandang di luar RW 04, walaupun ada dari dalam tapi donatur besar dari luar," ungkapnya.

Dengan semua kegiatan yang digelar oleh pengurus, toleransi masyarakat terbangun dan terbentuk. Menurutnya, ego rasa paling benar dalam beragama tentu ada di setiap masing-masing orang. Namun, ketika digabungkan dalam satu kegiatan sosial maka akan luntur dan bercampur menjadi satu.

"Secara umum kami sudah toleran dan ini lebih intens. Saya bangun toleransi, ketua sebelumnya adalah Pak Ustad, berikutnya saya (pendeta), dan ini kita berkomunikasi dari agama lain. Jadi soal keagmaaan kami langsung cepat respons," katanya.

Kecurigaan antar masyarakat yang berbeda agama kemudian hadir dalam tempat ibadah tertentu juga menurun. Bagi warga RW 04, ketiaka pendeta datang ke halaman Masjid tidak akan dicurigai karena sudah mengenal satu sama lain.

"Saya senang sekarang banyak kampung toleransi, paling tidak Kota Bandung jadi lebih baik, hidup dalam toleransi dan saling menghargai antar umat beragama," kata dia.

3. Soal agama jangan diobrolkan setiap hari

Ketika Pendeta dan Ketua RW Jadi Penjaga Toleransi di Kota BandungBakti Sosial Kampung Toleransi Jamika, Bandung. (Istimewa)

Selain Tjahaja, Ketua RW Kampung Toleransi di Gang Ruhana, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Rini Ambarwulan juga menyebut bahwa toleransi antar umat beragama sudah terjalin sebelum ada pernyataan resmi bahwa wilayahnya dinamai Kampung Toleransi.

"Kami selalu mengadakan kegiatan bersama dan kami bergaul dari kegiatan itu. Kami selalu bersama, apalagi saat hari besar slaing hargai walaupun setengah warga kami mayoritas Islam," ujar Rini.

Di wilayah Rani terdapat tempat ibadah Masjid dan Gereja yang letaknya berdekatan. Sehingga, dalam beberapa momen hari besar warga dipastikan akan saling bantu dan tidak melihat agama.

"Kami hanya tiga RT jadi satu juga ada yang mayoritas keturunan China. Tapi kita tetap rukun, Karang Taruna juga rukun. Kalau kita ketemu tidak bicara agama dan happy aja," ucapnya.

4. Berharap Kota Bandung makin banyak kampung toleransi

Ketika Pendeta dan Ketua RW Jadi Penjaga Toleransi di Kota BandungIlustrasi toleransi agama (IDN Times/Mardya Shakti)

Setiap menjelang Natal, Rini mengatakan, warga yang berbeda agama turut membantu persiapan di Gereja Gang Ruhana ini. Semua membantu mulai dari pengamanan hingga beberapa persiapan lainnya.

Mengenai konflik antaragama, Rini bilang bahwa tidak pernah terjadi di wilayahnya. Kunci dari terjaganya toleransi ini, kata dia, ialah dengan menjaga obrolan agama dalam bersosialisasi sehari-hari.

"Semua hari-hari kami hindari obrolan tengang agama masing-masing. Kami harapan banyak kampung toleransi di Kota Bandung, karena berbeda itu indah, betul kan?" kata dia.

Baca Juga: Unilever dan Toleransi.id Ajak Anak Muda Diskusi Soal Toleransi

Baca Juga: Melongok Indahnya Toleransi Beragama di Labuhan Dalam Bandar Lampung

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya