Kawasan Hutan di Jabar Terus Berkurang Akibat Ekstraksi

Pengurangan hutan di Jabar terjadi sejak 1999

Bandung, IDN Times - Kawasan hutan di Jawa Barat (Jabar) terus mengalami pengurangan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat (Jabar) mencatat pengurangan kawasan hutan sudah terjadi sejak 1999 hingga 2019.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Meiki W. Paendong mengatakan, kawasan hutan di Jabar tidak terlepas dari masalah hingga membuat pengurangan kawasan. Pengurangan ini membuat kawasan hutan di Jabar belum ideal.

Indikator dari pengurangan kawasan hutan ini bisa dilihat dari data tahun 1999. Menurutnya, di tahun itu berdasarkan SK Kementrian Lingkungan Hidup, Jabar memiliki luas hutan sekitar 252 ribu hektare. Namun pada 2019 jumlah itu mengalami pengurangan drastis.

"Kami komparasi, kami cek di data hasil hitungan 2019 ini, kami memang tidak hitung lapangan tapi kelola informasi 2019 total kawasan hutan di angka 147 ribu hektare. Artinya ada pengurangan dari 262 jadi 147 ribu, seperti itu faktanya," kata Meiki, Kamis (12/1/2023).

1. Banyak aktivitas pertambangan dalam hutan

Kawasan Hutan di Jabar Terus Berkurang Akibat EkstraksiIlustrasi masyarakat di kawasan hutan adat. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Meiki menjelaskan, pengurangan kawasan hutan ini terjadi karena berbagai macam faktor, mulai dari pembukaan izin pertambangan dari pemerintah, hingga sejumlah ekstasi lainnya. Namun, ia bilang yang paling berpengarug, pengurangan kawasan hutan terjadi karena aktivitas pertambangan.

"Hutan diubah, dikasih izin alih fungsi lahan jadi aktivitas pertambangan, pembukan lahan dan ada perambahan lahan untuk jadi perkebunan masyarakat. Artinya lahan dibuka dan jadi berkurang," ucapnya.

2. Pengurangan hutan terjadi juga karena proyek geotermal

Kawasan Hutan di Jabar Terus Berkurang Akibat Ekstraksiilustrasi letusan gunung berapi sebagai energi geotermal (unsplash.com/errezuniga)

Pengurangan kawasan hutan ini tidak hanya terjadi pada kawasan hutan sekunder. Kata dia, kawasan hutan primer juga mengalami dampak serupa.

Adapun kawasan hutan primer memiliki tiga jenis; hutan lindung, konservasi dan hutan produksi.

Dengan terjadinya pengurangan hutan, ekosistem di dalam hutan sendiri menjadi berkurang. Termasuk dari kepadatan antar-pohon di dalam hutan yang ada di Jabar. Apalagi, saat ini tren pertambangan panas bumi ada di hutan primer tepatnya di lapisan dalam hutan.

"Kalau ada potensi geotermal harus dilakukan aktivitas di atas permukaan, artinya pemerintah buat aturan untuk tidak ada aktivitas. Ini malah mengeluarkan izin, artigya mereka buat aturan, mereka juga yang melanggar," katanya.

3. Pemerintah harus menjaga dengan tidak banyak mengizinkan aktivitas pertambangan

Kawasan Hutan di Jabar Terus Berkurang Akibat EkstraksiIlustrasi Satpol PP dan Tim terpadu PPU lakukan penyegelan lokasi tambang batu bara ilegal (IDN Times/Ervan)

Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota harus bisa tegas dalam buat aturan. Sebab, kawasan hutan primer yang harusnya dilindungi justru dinodai dengan adanya pengecualian aktivitas seperti geotermal di lapisan dalam hutan.

"Hutan Primer kayak gitu apalagi sekunder. Izin tambang mineral sampai batuan banyak diizinkan. Dulu galian C itu ya, kayak pasir baru yang nanti itu diolah dan dipotong," katanya.

Persoalan pengurangan kawasan hutan harus ditangani serius oleh pemerintah. Meiki mendorong pemerintah untuk tetap mempertahankan kawasan hutan dan bisa menambah kembali luasannya.

"Jadi jangan ada lagi ekstrasi seperti pertambangan di kawasan hutan, jadi jangan ada pemberian izin aktivitas ekstrasi kawasan hutan," ucapnya.

4. Ada kawasan hutan di Jabar yang masih terlindungi

Kawasan Hutan di Jabar Terus Berkurang Akibat EkstraksiIlustrasi tambang ilegal (IDN Time/Ervan)

Meski begitu, Meiki menambahkan, ada juga beberapa kawasan hutan di Jabar yang masih terjaga dan tidak begitu mendapatkan banyak ekstrasi.

Seperti yang terjadi di cagar alam Gunung Tilu, Kabupaten Kuningan. Dia menekankan agar hutan tersebut harus dijaga dengan maksimal dari perizinan pertambangan dan sebagainya.

Alasannya, Gunung Tilu disinyalir mengandung emas. "Jadi walaupun ada emas, biarin saja jangan ditambang jangan sampai menyesal di kemudian hari gara gara kita terlalu tamak eksplorasi alam," kata dia.

Baca Juga: Cek Luas Kawasan Hutan di Indonesia! Dikuasai Hutan Produksi 

Baca Juga: IKN Pakai Lahan Hutan Produksi, Jokowi: Jangan Ada Isu Merusak Hutan

Topik:

  • Galih Persiana
  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya