Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Jabar Masih Tinggi!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Barat masih tergolong tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Sapa Institut tercatat sepanjang Januari hingga Desember 2019 terdapat 294 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi. Dari data itu diketahui Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi kasus paling banyak terjadi.
Sapa Institut mencatat sebanyak 294 data pelaporan kekerasan terhadap perempuan itu terdiri dari 115 kasus KDRT, 79 kekerasan seksual, 67 trafficking, dua kasus kekerasan TKW, dan beberapa kategori lainya.
Baca Juga: Pemkot Bandung Larang Gedung Menggunaan Asbes, Begini Dampak Kesehatannya
1. Kekerasan seksual 70 persen dialami perempuan dibawah umur
Kordinator Program Sapa Institute, Dindin Syarifudin mengatakan, KDRT di Jabar selama 2019 paling tinggi. Sedangkan kasus kekerasan seksual di Jabar paling banyak laporan di Kabupaten Bandung.
"Kasus kekerasan seksual kepada perempuan paling banyak di Kabupaten Bandung dan korban hampir 70 persen itu anak-anak," ujar Dindin saat menggelar acara rekap tahunan kekerasan terhadap perempuan selama 2019 di Bandung, Kamis (13/2).
Baca Juga: 5 Alasan Kekerasan Verbal Bisa Lebih Parah dari Kekerasan Fisik
Baca Juga: Aksi Kekerasan Siswa SMP di Purworejo, Polisi Turun Tangan ke Sekolah
2. Pelaku banyak berpindah tempat
Dindin mengungkapkan, seluruh laporan kekerasan seksual sudah ditangani dan dilakukan pendampingan kepada korban. Dalam menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Kesulitan penanganan terjadi saat Sapa Institut menggali informasi dari para pelaku yang licin karena mudah berpindah tempat.
"Seperti kasus KDRT, menggalih informasi terkait pelaku susah, karena emang pelaku sudah tidak berada di tempat dan pelaku ini banyak keluar daerah," ungkapnya.
Baca Juga: Perempuan-perempuan Sumbar yang Tidak Kalah Harum dari Kartini
3. Kekerasan seksual selalu berujung pada perundungan
Dindin menambahkan, yang paling berbahaya dari kasus kekerasan terhadap perempuan adalah dampak setelah kejadian. Seperti contoh masalah kekerasan seksual, tidak jarang dari korban kekerasan seksual berujung pada perundungan tetangga sekitar rumah.
Harusnya hal tersebut tidak terjadi, bahkan ketika perundungan terus dilakukan oleh lingkungan koran, berakibat pada ketidaknyamanan tinggal di tempat tersebut.
"Banyak korban kekerasan seksual di keluarkan di kampungnya dan mereka akhirnya pindah. Rata-rata seperti itu karena lingkungan dibuat tidak nyaman," katanya.
Baca Juga: Polisi: Pengadilan Sahkan Status Lucinta Luna Sebagai Perempuan
4. Pemerintah diminta konsen terhadap penanganan kekerasan perempuan
Dindin menambahkan, banyaknya kasus yang terjadi di Jabar tidak lain diakibatkan dari cara pandang laki-laki kepada perempuan masih belum berubah, kekerasan kepada perempuan juga tidak memandang latar belakang pendidikan. Beberapa khusus kekerasan terhadap perempuan juga kerap terjadi antar dosen dan mahasiswa.
"Mitos agama sebagai pengerem itu sudah bukan tabu lagi. Artinya nilai keagaman tidak mempengaruh ini cara pandang laki-laki kepada perempuan," kata dia.
"Misal dosen dengan mahasiswa modusnya sama sekripsi bimbinginan. Ini ada relasi dosen untuk melakukan tindakan tersebut," tambahnya.
Kedepan ia juga meminta pemerintah pusat dan daerah serius menangani masalah kekerasan terhadap perempuan. Bukan lagi hanya menerima pengaduan saja. Tetapi proses pendampingan harus dilakukan.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb