Bukan Hanya Keuntungan, Status Kampus PTN BH Juga Bisa Jadi Kerugian

PTN BH bisa merugikan jika pembelajaran tidak masif

Bandung, IDN Times - Status perubahan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi PTN Badan Hukum atau PTN BH bisa menghasilkan keuntungan, atau malah menimbulkan kerugian. Keputusan ini dinilai bisa merugikan jika pembelajaran akademik kurang masif.

Pengamat pendidikan sekaligus Guru Besar UPI, Prof. Cecep Darmawan mengatakan, ide PTN BH sebenarnya bertujuan agar perguruan tinggi bisa lebih otonom terutama mandiri dalam akademik.

"Namun akan jadi masalah jika penyelenggaraan pendidikan kurang masif atau terkesan jadi mahal, terus terpaku juga pada pengelolan non akademik," ujar Cecep, Kamis (1/9/2022), saat dihubungi IDN Times.

1. Aturan PTN BH semangatnya birokratif

Bukan Hanya Keuntungan, Status Kampus PTN BH Juga Bisa Jadi Kerugianid.linkedin.com

Menurutnya, dari pengalaman UPI yang sudah berstatus PTN BH sejak 2004, secara akademis memang banyak ditemukan perkembangan yang baik dari peralihan status tersebut. Namun, masih banyak juga kekurangan yang ditemukan dari keputusan itu.

"Pengalaman UPI saya ikut di dalamnya dari 2004 sampai sekarang memang banyak perkembangan baik dari akademik tapi non-akademik. Taoi masih banyak kendala memang PTN BH ini, semangatnya birokrasi yang tidak melulu terkungkum oleh regulasi," ungkapnya.

Peralihan dari PTN ke PTN BH pun, cenderung menjadi alat bagi beberapa kepentingan. Misalnya, lewat timbulnya aturan di mana rektor bisa dipilih oleh anggota Majelis Wali Amanat (MWA) yang berisi orang internal dan eksternal.

"Pengalaman saya PTN BH, pemilihan rektor dari MWA bisa langsung dan ini anggotanya dari internal dan ekstermal. Ini sering kali ada gesekan dan kepentingan, karena MWA menentukan rektor," ucapnya.

2. Pengaturan non-akademik bisa tidak maksimal

Bukan Hanya Keuntungan, Status Kampus PTN BH Juga Bisa Jadi KerugianIlustrasi Pendidikan (IDN Times/Arief Rahmat)

Mengenai itu, otonom perguruan tinggi dari sisi non-akademik masih menemui beberapa masalah. Cecep menyimpulkan bahwa PTN BH bisa saja membuat sistem pendidikan semakin baik, namun justru sisi non-akademik bisa terjadi sebaliknya.

Adapun yang dimaksud non-akademik adalah managerial keuangan, aset, dan beberapa aspek lain diluar kaitan dengan akademik.

"Otonomi non-akademik ini yang serta merta membuat perguruan tinggi ada yang kreatif bisa dapat aset banyak, yang tidak kreatif ya tidak dapat. Artinya, belum ada jaminan pasti bahwa PTN BH ini menimbulkan keuntungan," katanya.

3. Otonom non-akademik PTN BH harus diperkuat

Bukan Hanya Keuntungan, Status Kampus PTN BH Juga Bisa Jadi KerugianKemendikbud RI

Disinggung soal biaya pendidikan untuk calon mahasiswa, Cecep mengatakan bahwa tinggi-tidaknya biaya pendidikan sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dari status PTN BH.

"Uang masuk mahal apa tidak sebenarnya tidak ada kaitan langsung. Artinya, PTN satker (non-PTN BH) juga bisa membuka jalur itu, dan tidak ada hubungan langsung," katanya.

Oleh karena itu, Cecep memberikan masukan bahwa dalam aturan ini ada baiknya kembali dibenahi dan dievaluasi. Sebab, akan menjadi hal yang percuma jika status berubah tapi pembelajaran pada mahasiswa tidak masif.

"PTN BH otonmi non-akademiknya harus diperkuat, dan akademiknya juga harus sama-sama diperkuat," ungkapnya.

4. Soal RUU Sisdiknas ada baiknya ditunda terlebih dahulu

Bukan Hanya Keuntungan, Status Kampus PTN BH Juga Bisa Jadi KerugianKetua DPR RI, Puan Maharani membuka Rapat Paripurna DPR RI pertama pada Senin (16/8/2021). (youtube.com/DPR RI)

Saat disinggung soal rencana pemerintah yang hendak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) kepada DPR RI pada Rabu (24/8/2022), Cecep mengatakan bahwa hal ini sebaiknya ditunda terlebih dahulu.

"Harus ditunda dulu agar peraturan pendidikan di kita jelas, dan itu bisa jadi semacam panduan. Saya merasa ini belum intens dan banyak peraturan perguruan tinggi masih sumir," katanya

RUU Sisdiknas itu sendiri rencananya bakal jadi penggabungan tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.

"Harus dirumus ulang substansi materi oleh RUU Sisdiknas. Ini kan model sama seperti omnibus law, jadi menyatukan beberapa aturan pendidikan tinggi. Ini belum tepat dan lebih baik ditunda," kata dia.

Baca Juga: Dirjen GTK: Lewat RUU Sisdiknas Guru Tetap Dapat Tunjangan Profesi

Baca Juga: Tolak RUU Sisdiknas, Wakil Ketua MPR Soroti Madrasah dan Guru Honorer 

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya