Apes! Pasukan Tahu dan Tempe di Jabar Gimana Amerika Serikat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Produsen tahu dan tempe di Jawa Barat (Jabar) ramai-ramai melakukan aksi mogok produksi selama 28-30 Mei 2021. Mereka melakukan tindakan itu lantaran harga kedelai di pasaran yang terus melonjak sejak Januari 2021.
Aksi mogok ini disampaikan melalui surat pernyataan Paguyuban Tahu dan Tempe Jabar pada Kamis (27/5/2021). Sejumlah instansi terkait yang menangani persoalan ini masih belum memberikan solusi konkret. Mereka berujar bahwa rantai pasaran kedelai masih dikuasi oleh asing.
1. Disperindag Jabar anggap kenaikan harga kedelai akibat importir AS tengah kesusahan
Persoalan ini diakui oleh Eem Sujaemah, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar. Ia mengatakan bahwa meningkatnya harga tahu dan tempe diakibatkan minimnya pasokan kedelai yang masuk ke Indonesia.
"Berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan, importir lagi susah. Amerika sebagai importir lagi banyak permintaan, kedelai di Jabar ada, tidak langka, namun harganya mencapai Rp10.500-Rp10.700 per kilogram," ujar Eem di Bandung, Kamis (27/5/2021).
2. Wakil Wali Kota Bandung juga anggap naiknya harga kedelai akibat pasar luar negeri
Senada dengan Eem, Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengatakan, berdasarkan laporan yang ia dapatkan, ketersediaan stok kedelai impor di Kota Bandung itu sebenarnya tak mengalami kendala. Namun, harganya mengalami kenaikan dari tren harga global di luar negeri.
"Amerika sebagai penghasil kedelai utama dunia itu belum panen. Berdasarkan informasi, ada pesanan yang luar biasa dari China ke Amerika itu sangat banyak. Ini juga mungkin faktor supply-demand, sehingga harga globalnya naik," kata Yana dalam rilis yang diterima IDN Times, Sabtu (29/5/2021).
3. Yana Mulyana anggap persoalan ini seperti siklus yang tidak pernah ada habisnya
Menurut Yana, hal tersebut merupakan siklus yang terus berulang. Ia pun berpikir salah satu solusinya ialah dengan swasembada pangan, karena memang harga kedelai lokal lebih mahal dibanding kedelai impor.
"Karena paling kita lima persen produk lokal, 95 persen dari luar negeri. Itu pasti siklus seperti ini bisa berulang, karena kita sangat bergantung dari pihak luar. Tetapi itu kebijakannya dari pusat," ujarnya.
4. Disdagin Bandung minta Kementerian Pertanian dapat mengurangi impor kedelai
Sementara itu, Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasliah mengatakan, terkait swasembada kedelai ia berharap pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian dapat mengurangi impor.
"Harga (kedelai) lokal yang lebih mahal, karena mungkin dari aspek produksinya. Biaya produksi lebih mahal, tapi jelas karena kami bukan sentra produksi kedelai lokal. Kedelai lokal itu dari Madiun," ujar dia.
"Dari Madiun ini adalah organik, harganya lebih mahal karena bisa dibilang lebih sehat. Untuk yang impor di sini (Pabrik Tahu Talaga), tahunya dijual Rp3.500, sedangkan yang organik Rp5.500. Jadi beda Rp2.000," katanya.
Adapun saat ini harga kedelai impor berkisar antara Rp10.300 - Rp10.700 per kilogram, meningkat dari harga sebelumnya yakni Rp9.700. Karena hal tersebut Disdagin juga masih terus berdiskusi dengan Paguyuban Perajin Tahu Tempe.
Baca Juga: Protes Harga Kedelai, Pedagang Tahu Tempe di Tasik Mogok Produksi
Baca Juga: Pengrajin Tahu dan Tempe di Jabar Ancam Mogok Produksi