TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Catatan Kekerasan Seksual di Majalengka, Ada Pelaku Seorang Pengajar

Ada korban yang diminta keluar dari sekolah

ilustrasi kekerasan seksual (pixabay.com/RosZie)

Majalengka, IDN Times- Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, masih menghantui Kabupaten Majalengka. Di kalangan masyarakat, masih ada pemahaman yang dinilai keliru terhadap kasus tersebut.

Pada sebagian masyarakat muncul anggapan bahwa ketika sudah ada damai antara korban dan pelaku, kasus itu sudah selesai. Padahal dalam kasus kekerasan seksual, permasalahan damai tidak menghentikan proses hukum.

"Tidak ada rumusnya damai, kekeluargaan menghentikan perkara. Hukum harus tetap berjalan," kata ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kabupaten Majalengka Aris Prayuda kepada IDN Times, Senin (1/7/2024).

1. Banyak kasus pelaku dan korban saling kenal

Dari catatan LPAI Majalengka, tidak sedikit kasus kekerasan seksual terhadap anak melibatkan orang yang memang sudah saling kenal. Setidaknya, korban sudah sering bertemu dengan pelaku.

"Anak-anak itu kan biasanya tidak akan mau sama orang asing, orang yang gak dikenal. Mereka akan takut," kata dia.

"Nah, kasus di sini, kebanyakan pelakunya yang dikenal korban. Setidaknya tidak asing lagi," lanjut dia.

Tidak hanya saling kenal, dalam beberapa kasus pelaku bahkan masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan korban.

"Ada juga loh yang pelakunya itu ayahnya. Baik ayah tiri maupun kandung. Dari kasus yang ada, kebanyakan adalah yang memang antara korban dan pelaku saling kenal," ujar dia.

2. Kebanyakan korban berekonomi menengah ke bawah, pelaku punya power

Aris menjelaskan, dari sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak, sebagian besar korban dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Hal tersebut juga yang disinyalir membuat mereka, kadang tidak mau melaporkan kasus yang dialaminya.

"Yang kami temukan memang kebanyakan menengah ke bawah. Dan dari pendidikan pun, demikian," kata dia.

Di sisi lain, kata dia, tidak sedikit pelaku memiliki pengaruh di lingkungannya. Pengaruh tersebut, di antaranya adalah latar belakang terpandang, misalnya punya posisi di pemerintahan.

"Pelaku punya power, atau punya saudara yang punya posisi penting. Dari kasus yang kami tangani, ada aparat desa, ada juga yang pengajar," ujar dia.

Terkait proses hukum sendiri, Aris menjelaskan, beberapa di antara pelaku masih bebas. Kendati demikian, ada juga kasus yang diproses sampai selesai.

"Kami mencatat ada yang sudah inkrah. Vonis paling besar itu tujuh tahun penjara. Ada juga yang masih bebas," ungkap dia.

Berita Terkini Lainnya