TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tahun 2023 Ponpes Al-Zaytun Terima 1.000 Santri dari Berbagai Daerah

Sistem pendidikan di sini dinamakan Satu Pipa

Pondok Pesantren Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu. (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Indramayu, IDN Times - Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun yang berada di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, menjadi salah satu tempat pendidikan agama terbesar di Indonesia. Setiap tahunnya hampir 1.000 santri baru masuk ke ponpes ini untuk belajar dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Sekretaris Yayasan Pesantren Al-Zaytun, Abdul Halim mengatakan, siswa yang mendaftar ke ponpes ini setiap tahunnya membludak. Kapasitas yang ditampung biasanya tidak kurang dari 750 santri untuk seluruh tingkatan, tapi jumlah ini bisa bertambah dengan maksimal berada di angka 1.000 santri baru.

"Untuk tahun angkatan baru sekarang Al-Zaytun sudah mendapatkan santri baru sebanyak 1.003," kata Abdul saat berbincang dengan IDN Times, Senin (10/7/2023).

Siswa yang mendaftar pun beragam mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa. Bahkan, ada sejumlah santri yang datang dari luar negeri seperti Malaysia.

1. Biaya yang dikeluarkan siswa selama enam tahun hanya 3.500 dollar US

Pondok Pesantren Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu. (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Menurutnya, untuk siswa Mts yang masuk ke Ma'had Al-Zaytun hanya dikenakan biaya 3.500 dollar US yang digunakan selama enam tahun menimba ilmu hingga lulus dari Madrasah Aliyah (MA). Biaya itu sudah termasuk makan sehari tiga kali sampai penginapan selama belajar. Meski demikian ada beberapa biaya di luar itu, salah satunya pencucian baju atau laundry.

Sementara bagi siswa MI, mereka dikenakan biaya Rp650 ribu per bulan. Biaya tersebut sudah termasuk pendampingan khusus bagi siswa. Pendampingan ini dilakukan lebih serius berbeda dengan siswa MTs dan MA.

Abdul menuturkan, meski nominal untuk pesantren di Al-Zaytun tidak pernah berubah, tapi wali santri bisa melakukan pembayan sesuai dengan kemampuannya.

"Jadi harapannya memang di awal agar dana itu bisa dijadikan modal (usaha ponpes). Tapi kami juga berikan opsi kepada wali sanggupnya bagaimana," kata dia.

2. Gunakan sistem pendidikan satu pipa

Debbie Sutrisno/IDN Times

Satu hal yang bisa menjadi pembeda dalam pendidikan dengan ponpes lain di mana Al-Zaytun menggunakan sistem Satu Pipa. Sistem ini dibuat berjenjang dari anak masuk MI di umur 6 tahun hingga lulus MA atau perkuliahan di umur 21 tahun.

Abdul Halim mengatakan, dengan sistem ini maka santri tidak akan belajar dua kali untuk satu hal. Misalnya, ketika berada di sekolah umum, SD hingga SMA negeri, siswa akan belajar beberapa hal sama seperti bab berwudhu. Itu diajarkan pada pelajaran agama saat masuk SD, SMP, hingga SMA.

Padahal apa yang diajarkan itu masih sama tata caranya, sehingga pelajaran tersebut menjadi tidak efisien karena diajarkan secara berulang di tingkatan sekolah yang berbeda. Sementara dengan sistem pembelajaran Satu Pipa, siswa tidak akan mengulang hal sama ketika sudah berada di tingkatan kelas berikutnya.

"Maka dengan sistem Satu Pipa ini belajar bisa lebih cepat sekali, karena tidak ada hal yang diulang," papar Abdul.

Baca Juga: [EKSKLUSIF] 15 Potret Ponpes Al-Zaytun, Rumah Bagi Ribuan Santri

Baca Juga: Eks Menag Lukman Hakim: Al Zaytun Tak Ada Masalah pada Era Saya

Berita Terkini Lainnya