HLKI Jabar: Tapera Memberatkan, Warga Bisa Ajukan Pembatalan Aturan
Jangan mau gaji dipotong sana-sini
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Aturan pugutan tabungan perumahan rakyat atau Tapera saat ini menjadi perbincangan hangat di publik. Gelombang penolakan pungutan tersebut bukan hanya dilakukan para pekerja, melainkan juga para pengusaha.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) misalnya, menolak kebijakan mewajibkan potongan upah pekerja swasta untuk Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Hal ini setelah Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera yang diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu. Beleid tersebut merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ketua Umum HLKI Jabar-Banten Firman Turmantara mengatakan, perubahan kebijakan mengenai Tapera yang berdampak pada kewajiban membayar baik pengusaha sampai pekerja jelas memberatkan. Terlebih persetujuan ini dianggap bisa merugikan karena lebih banyak penolakannya ketimbang pihak yang mendukung.
"Iuran dalam bentuk apapun leh pemerintah harusnya ada persetujuan daru pihak yang dipungut. Karena ini kan sifatnya perjanjian penyimpanan uang, maka harus ada beberapa hal yang disetujui bersama," kata Firman saat dihubungi wartawan, Rabu (29/5/2024).
1. Gugat saja aturan ini
Menurutnya, ketika aturan mengenai pengutan Tapera sudah dikeluarkan pemerintah bukan berarti aturan tersebut kebal. Jika ada masyarakat yang merasa tidak setuju dengan aturan tersebut mereka bisa melapor ke Mahkamah Agung untuk membatalkan aturan tersebut.
Upaya hukum ini penting agar masyarakat tidak tinggal diam ketika pemerintah membuat sebuah aturan tertentu. Ketika aturan itu dirasa memberatkan maka harus ada langkah dalam pembataran salah satunya lewat Mahkamah Agung.
"Karena aturan ini masih ada di bawha Undang-undang maka masih bisa dibatalkan lewat upaya hukum di MA," kata dia.