Ritual Keramat di Kampung Adat Banceuy Subang Jadi Daya Tarik Wisata

Ritual adat tersebut digelar rutin sejak tahun 1800-an

Subang, IDN Times - Warga Dusun Banceuy, Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang masih rutin menggelar ritual adat. Selain melestarikan budaya nenek moyang, kegiatan tersebut juga dipercaya telah menjaga kekeluargaan dan hubungan sosial warga selama ratusan tahun.

Menurut tokoh masyarakat setempat, Odang, ritual adat di kampungnya itu konon dimulai sekitar tahun 1800-an. Berdasarkan cerita orang tua secara turun temurun, angin kencang sempat meluluh-lantakan perkampungan bernama Negla yang terletak di wilayah pegunungan Kabupaten Subang.

Kejadian itu membuat tujuh keluarga dari tujuh rumah yang berada di kampung itu traumatis hingga perwakilan dari ketujuh keluarga itu pun berkumpul dan bermusyawarah. Mereka turut melibatkan seorang tokoh spiritual dari luar kampungnya yang menyarankan agar warga menggelar ritual bernama ruwatan bumi.

“Ritual itu pun tetap bertahan dan dilakukan setiap tahun oleh warga di sini,” kata Odang, seorang tokoh kampung tersebut saat ditemui, Selasa (7/6/2022). Kampung tersebut berada di wilayah Desa Sanca Kecamatan Ciater Kabupaten Subang.

1. Ruwatan bumi akan digelar pada akhir Juli 2022

Ritual Keramat di Kampung Adat Banceuy Subang Jadi Daya Tarik WisataRitual Ruwat Bumi Purwahamba Indah di Kabupaten Tegal. (dok. Antara)

Selain menggelar ritual adat secara rutin, nenek moyang mereka juga mengganti nama kampung Negla menjadi Banceuy yang diambil dari kata “Ngabanceuy” atau musyawarah. Bagi warga kampung tersebut, kepercayaan leluhurnya mengandung arti yang mendalam dan filosofis.

Odang menyebut, terdapat berbagai ritual lain yang dilakukan secara perorangan dan kelompok. Namun, ruwatan bumi diakui sebagai ritual adat yang paling besar dan meriah yang diadakan oleh warga dusunnya selama ini.

“Ruwatan bumi ini akan digelar akhir Juli 2022. Rangkaian kegiatannya selama dua hari dua malam dengan diikuti seluruh warga Dusun Banceuy yang berjumlah 320 kepala keluarga atau lebih dari 1000 orang,” tutur Odang. Adapun, tujuannya adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan.

2. Rangkaian kegiatan ruwatan bumi berisi sejumlah ritual

Ritual Keramat di Kampung Adat Banceuy Subang Jadi Daya Tarik WisataIlustrasi Pesta Adat Batak (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Kegiatan tersebut digelar layaknya suatu pesta rakyat berisi ritual keramat, hiburan seni budaya hingga bakti sosial. Mulai dari kegiatan dadahut (menghias lingkungan), ngadiukeun (mengumpulkan sumbangan hasil bumi dan dana) hingga menyembelih kerbau untuk dibagikan kepada warga dan tamu undangan.

Setelah itu, acara hari pertama dilanjutkan dengan ngelawar yakni menyimpan sesajen di empat pintu masuk ke kampung tersebut sebagai simbolisasi meminta izin kepada leluhur mereka. Kemudian, warga menggelar doa bersama dan shalawatan di masjid hingga pertunjukkan musik tradisional bernama gembyung.

“Pertunjukkan itu tidak boleh diganti dengan kesenian lain. Alat-alat musiknya juga harus sesuai tradisi leluhur termasuk liriknya yang bernuansa islami, menggabungkan bahasa arab dengan bahasa lokal yang digunakan para leluhur pada zaman dahulu,” tutur Odang.

3. Tokoh masyarakat mengubur sejumlah benda simbolis

Ritual Keramat di Kampung Adat Banceuy Subang Jadi Daya Tarik Wisatailustrasi sesajen (Instagram.com/gus.aridwipa)

Setelah menggelar pertunjukkan seni tradisional hingga dini hari, pagi-paginya warga sudah berkumpul kembali. Masing-masing warga membawa nasi tumpeng dan kue-kue ke lokasi kegiatan yang disebut bunuhan untuk menggelar ritual numbal.

“Warga berkumpul di tempat yang dikeramatkan hanya untuk kegiatan ruwatan bumi ini. Di sana, sejumlah tokoh masyarakat menguburkan beberapa benda seperti hasil bumi, makanan, darah ayam dan tanaman tertentu yang memiliki makna simbolis,” kata Odang menjelaskan.

4. Ritual keramat yang tertutup akhirnya sengaja dibuka

Ritual Keramat di Kampung Adat Banceuy Subang Jadi Daya Tarik WisataCiamiskab.go.id

Ritual itu awalnya dilakukan secara tertutup. Saat masih kanak-kanak, Odang mengaku kerap dilarang untuk melihatnya. Sampai pada tahun 2000-an, warga akhirnya membuka kegiatan itu untuk publik termasuk wisatawan dan media massa.

Odang beralasan, ritual tersebut diharapkan bisa dikenal dan dilestarikan sebagai tradisi kebudayaan. “Kalau ada yang kurang atau tidak dilaksanakan warga percaya akan terjadi kejadian di luar nalar seperti angin kencang atau musibah lainnya. (Angin kencang) itu pernah terjadi lagi sampai akhirnya ritual ini digelar seperti biasanya,” ujarnya meyakinkan.

Setelah menggelar kegiatan numbal, warga kemudian mengarak hasil bumi berbentuk sosok perempuan dan laki-laki. Barang-barang tersebut akhirnya dibagikan kepada warga dan ditutup dengan doa bersama pada sore harinya.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya