Miris! Kasus Eksploitasi Anak Meningkat Selama Pandemik COVID-19 

Temuan KPAI 67 persen korban eksploitasi aktif bersekolah

Yogyakarta, IDN Times - Berdasarkan hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2020, terdapat 149 kasus anak korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi. Bahkan, pada Januari hingga April 2021, angka tersebut terpantau belum menunjukkan penurunan. Jumlah korbannya mencapai 234 anak.

"Dari 35 kasus yang dimonitor, 83 persen adalah kasus prostitusi, 11 persen kasus eksploitasi ekonomi, dan 6 persen kasus perdagangan anak," ujar Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah, Rabu (5/5/2021).

Senada, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, untuk meminimalkan masalah ini, perlu pengawasan dari keluarga. Sebab, saat ini sistem pembelajaran masih dilakukan secara daring.

Hal itu diamini oleh Ketua KPAI Susanto. Menurutnya, pembelajaran jarak jauh saat ini baru berhasil menggantikan proses pembelajaran manual sebagai alternatif yang aman untuk belajar. Namun, PJJ belum menjadi alternatif yang paling aman untuk memastikan keterjaminan para siswa.

1. Aplikasi MiChat paling sering digunakan untuk transaksi eksploitasi dan pekerja anak

Miris! Kasus Eksploitasi Anak Meningkat Selama Pandemik COVID-19 IDN Times/ Helmi Shemi

KPAI merilis beberapa hasil temuan terkait kasus eksploitasi dan pekerja anak di Indonesia. Salah satu temuannya adalah kecenderungan penggunaan media sosial sebagai media berkomunikasi bagi para pelaku (muncikari/germo).

Berdasarkan temuan itu, sebanyak 60 persen transaksi kasus eksploitasi seksual dilakukan lewat media sosial. Sedangkan 40 persen dilakukan secara konvensional dengan mendatangkan, mengajak, dan merekrut secara fisik.

Hasilnya, aplikasi MiChat paling banyak digunakan sebagai media untuk bertransaksi, yakni sebesar 41 persen. Kedua disusul WhatsApp sebesar 21 persen. Lalu Facebook sebesar 17 persen. Selanjutnya ada yang tidak diketahui, yaitu sebesar 17 persen dan terakhir, melalui hotel yang dipesan secara virtual (RedDoorz) sebesar 4 persen.

Baca Juga: Gara-gara Mi-Chat, Dua Pelajar Bekasi Diduga Jadi Korban Eksploitasi

2. Kebanyakan korban eksploitasi masih tercatat sebagai siswa aktif bersekolah

Miris! Kasus Eksploitasi Anak Meningkat Selama Pandemik COVID-19 Ilustrasi kegiatan belajar mengajar siswa SMA. IDN Times/Ervan Masbanjar

KPAI juga menemukan sebanyak 67 persen korban eksploitasi masih tercatat sebagai siswa aktif bersekolah. Sedangkan 33 persen korban putus sekolah.

Sementara temuan lain menyebut, usia korban prostitusi paling rendah adalah 12 hingga 17 tahun. Sedangkan korban eksploitasi ekonomi adalah 16-17 tahun.

"Pintu kontrol dan pengawasan pendidikan harus ditingkatkan," ujar Ai Maryati Solihah.

3. Upaya Kemen PPPA menanggulangi kasus eksploitasi dan pekerja anak

Miris! Kasus Eksploitasi Anak Meningkat Selama Pandemik COVID-19 Ciput Purwianti, Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)..

Baca Juga: Polisi Bongkar Prostitusi Online di Tebet, Muncikari di Bawah Umur

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melakukan beberapa upaya untuk memberikan perlindungan secara online terhadap anak-anak. 

"Sedang proses menyusun peta jalan perlindungan anak online, mulai dari aspek kebijakan, partisipasi dunia usaha, masyarakat hingga mengadvokasi dan sosialisasi," ujar Ciput Purwianti, Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kemen PPPA.

Selain itu, Kemen PPPA juga memberi peer educator ke anak-anak, baik dari Forum Anak maupun kelembagaan lain. Ciput mencontohkan kelompok Remaja Anti Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Anak (Reaksa) di Batam yang bermitra dengan Polres Batam untuk membantu menangani kasus-kasus eksploitasi seksual komersial anak (ESKA).

Reaksa, kata dia, mendampingi anak-anak untuk percaya diri dan berani bicara saat proses pembuatan berita acara. Reaksa juga merangkul dan mendampingi hidup anak-anak pasca-pemeriksaan untuk melindungi dari stigma-stigma yang diterima.

Sementara itu, sejak 2010 Kemen PPPA bersama Kementerian Pariwisata, membuat Peraturan Menteri (Permen) Nomor 30 Tahun 2010, yang jadi pedoman bagi perusahaan perhotelan untuk mencegah ESKA di hotel-hotel.

4. Kepolisian telah kerahkan virtual police untuk pantau media sosial

Miris! Kasus Eksploitasi Anak Meningkat Selama Pandemik COVID-19 Kombes Pol Yusri Yunus, Kabid Humas Polda Metro Jaya (Dok. IDN Times).

Di samping itu, Yusri Yunus menerangkan, pihaknya selama ini telah mengerahkan virtual police untuk mengawasi media sosial. Namun, menurutnya, pihaknya tetap berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Sebab wewenang untuk take down ada di ranah Kemkominfo.

Menanggapi kasus eksploitasi anak, Yusri mengatakan, ada perbedaan dari sistem peradilan. Misalnya, hasil keputusan pengadilan bukan berupa penahanan, melainkan bisa dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Namun, kasus bagi para pelaku akan tetap berjalan. Putusannya tetap ada di pengadilan, misalnya diserahkan ke Departemen Sosial agar tetap menciptakan efek jera.

Baca Juga: Menkominfo Minta MiChat Tutup Akun Pelaku Prostitusi Online

5. Orang tua harus miliki kecakapan dalam mengasuh anak, khususnya di era digital

Miris! Kasus Eksploitasi Anak Meningkat Selama Pandemik COVID-19 Ilustrasi pembelajaran online (IDN Times/Sakti)

Menurut Ciput Purwianti, meningkatnya kasus eksploitasi dan pekerja anak di Indonesia menjadi alarm bagi seluruh masyarakat bahwa ada masalah dalam pola pengasuhan anak. Menurutnya, diperlukan tingkat literasi digital yang sama antara anak dan orang tua.

Ia menambahkan, hal itu perlu melibatkan semua pihak, termasuk misalnya relawan TIK, praktisi, lembaga perlindungan anak dan sebagainya. Upaya yang dilakukan dapat berupa pelatihan online, penyediaan konten yang bisa diakses masyarakat hingga layanan bagi orang tua untuk konseling dan bantuan pengasuhan. 

Senada dengannya, Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, pihaknya harus mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama untuk melakukan literasi digital kepada para siswa.

"Orang tua harus ngerti. Itu kan konsep dasar pengasuhan, anaknya pergi ke mana, dengan siapa, penggunaan gawainya seperti apa," ujarnya.

Baca Juga: Kemenko PMK: Pembelajaran Jarak Jauh Berdampak Negatif pada Anak

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya