Kudeta Myanmar, Polisi Ancam Akan Buru Warga hingga Media Dibredel

Aparat Myanmar siap mendobrak dari pintu ke pintu

Jakarta, IDN Times - Ketegangan masih terjadi di Myanmar hingga Selasa (9/3/2021) dini hari. Ribuan orang yang menentang pembatasan jam malam turun ke jalan untuk mendukung sekitar 200 siswa dari distrik Sanchaung yang ditahan oleh aparat. Tiga pengunjuk rasa dilaporkan tewas dalam demonstrasi yang terjadi dari Senin hingga Selasa dini hari.
 
Kendati bentrokan antara aparat dengan demonstran tidak terjadi, polisi tetap memojokkan para demonstran dan melempar granat kejut kepada mereka. Aparat mengancam warga supaya mematuhi segala aturan yang ada, atau mereka akan diburu, bahkan jika itu berarti mendobrak dan memeriksa identitas dari pintu ke pintu.  
 
"Kesabaran pemerintah telah habis, dan ketika mencoba meminimalkan korban dalam menghentikan kerusuhan, banyak orang yang justru mencari stabilitas dan menyerukan tindakan yang lebih efektif dalam menghadapi kerusuhan,” demikian dilaporkan oleh televisi negara MRTV, dilansir Channel News Asia, Selasa.

Baca Juga: Serikat Buruh Myanmar Mogok: Bekerja hanya Menguntungkan Militer!

1. Kekejaman militer dan polisi diperlihatkan secara terang-terangan

Kudeta Myanmar, Polisi Ancam Akan Buru Warga hingga Media DibredelPengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Aksi represif aparat juga terjadi di distrik Lanmadaw, Yangon. Melalui unggahan di media sosial, seorang perempuan meminta tolong karena aparat merusak pintu rumahnya. Tidak lama setelah itu, dia mengatakan bila ayah dan pamannya telah dibawa oleh pasukan keamanan.
 
Demonstrasi terus terjadi sejak fraksi militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing melancarkan kudeta pada 1 Februari 2021 silam. Atas dalih pemerintahan sipil yang telah memenangkan kontestasi pemilu dengan curang, mereka menahan pemimpin Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, serta elite Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) lainnya.
 
Dalam menerapkan jam malam, satuan polisi dan tentara secara rutin mengintai di sekitar lingkungan warga dan menembak secara acak untuk mengintimidasi mereka.
 
“Anda dapat melihat mereka berjalan di jalan-jalan di Yangon, menembak melalui jendela saat orang-orang melihat dengan ketakutan di jalanan. Ini aktivitas kriminal. Mereka meneror lingkungan. Jadi ada alasan kuat bagi dunia untuk bertindak dan dunia untuk bertindak sekarang," kata pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk hak asasi manusia (HAM) di Myanmar, Tom Adrews, menanggapi represivitas aparat, Senin (8/3/2021).

2. Aparat menutup izin peliputan sejumlah media

Kudeta Myanmar, Polisi Ancam Akan Buru Warga hingga Media DibredelPara pengunjuk rasa berlindung saat mereka bentrok dengan petugas polisi anti huru hara selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Minggu (28/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Sementara, dilansir The Associated Press (AP), Tatmadaw, sebutan untuk militer Burma, juga membatasi peliputan media terkait demonstrasi tersebut. Diumumkan bahwa rezim darurat telah mencabut lisensi lima media lokal, termasuk Mizzima, DVB, Khit Thit Media, Myanmar Now, dan 7Day News.
 
"Perusahaan media ini tidak lagi diizinkan untuk menyiarkan atau menulis atau memberikan informasi dengan menggunakan platform media apa pun atau menggunakan teknologi media apa pun," kata perwakilan militer melalui MRTV.
 
Kelimanya merupakan media yang menyajikan kabar mengenai gelombang demonstrasi secara masif. Bentuk laporannya beragam, mulai dari video streaming hingga artikel online. Kantor Myanmar Now digerebek oleh pihak berwenang pada Senin, bahkan sebelum lisensi dicabut.
 
Pemerintah juga telah menahan puluhan jurnalis sejak kudeta tersebut, termasuk seorang reporter Myanmar Now dan Thein Zaw dari The Associated Press, keduanya didakwa berdasarkan undang-undang ketertiban umum yang membawa hukuman hingga tiga tahun penjara.

3. Kecaman dari komunitas internasional

Kudeta Myanmar, Polisi Ancam Akan Buru Warga hingga Media DibredelSekjen PBB, Antonio Guterres, saat sedang menghadiri perayaan ulang tahun PBB ke-75 pada tanggal 23 Oktober 2020 lalu. (Twitter.com/antonioguterres)

Demonstrasi yang berlarut telah merenggut lebih dari 50 nyawa. Kelompok advokasi masyarakat juga mencatat, aparat telah menahan lebih dari 1.800 demonstran, dan sekitar 900 di antaranya masih berada di dalam jeruji besi.
 
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam instrumen kekerasan yang dipakai aparat. Terlebih, kebanyakan dari demonstran yang tersudut hingga dini hari adalah perempuan.
 
"Banyak dari mereka yang terperangkap adalah wanita, yang dengan damai berbaris untuk memperingati Hari Perempuan Internasional," ungkap Juru Bicara PBB Stephane Dujarric.
 
Dia menambahkan, “dia (Antonio Guterres) mendesak pembebasan aman semua (demonstran) tanpa kekerasan atau penangkapan, untuk menghormati hak berekspresi bagi demonstran. Aspirasi mereka untuk masa depan negara mereka.”
 
Kecaman juga datang dari Kantor Kedutaan Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Uni Eropa. Semuanya mengeluarkan pernyataan yang mendesak pasukan keamanan untuk mengizinkan orang-orang pulang dengan selamat.

Baca Juga: Kronologi Lengkap Kudeta Myanmar yang Picu Demo Berdarah

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya