Mengapa Perempuan Dianggap Efektif Sebagai Pelaku Bom Bunuh Diri?

Puji Kuswati catat sejarah. Mengejutkan

Jakarta, IDN Times –  Dari layar CCTV, kita melihat ketiganya bergegas menuju halaman Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, Surabaya. Minggu pagi (13/5) sekitar jam 7.30 wib, Puji Kuswati (43 tahun), menggandeng erat dua putrinya, Fadhila  Sari (12 tahun) dan Famela Risqita (9 tahun). Ketiganya mengenakan busana yang sama: baju gamis longgar sepanjang mata kaki dan jilbab syar’i menutup lebih dari separuh badan.

Di layar video nampak ketiganya dicegah petugas keamanan gereja. Kemudian: boom! Ledakan itu terjadi. Indonesia diguncang Tragedi Serangan Bom Surabaya.

Selanjutnya adalah sejarah. Puji Kuswati dicatat sebagai perempuan pertama di Indonesia yang berhasil menjalankan tugas sebagai pengebom bunuh diri. Tragisnya, dia membawa serta kedua anaknya. Ketiganya menjemput maut bersama.

Tak lama berselang, suami Puji, Dita Oepriarto, meledakkan dirinya di GPPS di Jalan Arjuno, Surabaya. Hampir bersamaan, dua putra pasangan Dita dan Puji, Yusuf Fadhil dan Firman Halim, meledakkan diri di Gereja Katolik di Ngagel, Surabaya. Satu keluarga tewas.

Puji mengikatkan bom mematikan itu di pinggangnya. Bagian tubuh itu hancur. Tapi bagian atas dan bawah tubuh utuh. “Korban rusak perutnya saja. Ibunya (Puji) meninggal,” kata Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian.

Tito, polisi yang berpengalaman dalam bidang antiteror itu mengatakan, Puji bukan perempuan pertama yang ingin menjadi pengebom bunuh diri. “Tetapi dia yang pertama berhasil melakukannya,” ujarnya dalam jumpa pers di Markas Polda Jawa Timur, sore hari setelah  serangan teror bom ke tiga gereja.

Baca juga: 5 Fakta Tak Terduga Pelaku Bom di Surabaya, Tinggal di Rumah Rp 1 M Lebih

Perempuan kedua yang bakal dicatat sebagai pengebom bunuh diri di Indonesia adalah Tri Ernawati (43 tahun). Tri dan suaminya Tri Murtiono meledakkan diri di gerbang komplek Markas Polisi Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya, Senin pagi (14/5).

Sebagaimana Dita dan Puji, pasangan Tri dan Tri ini membawa serta ketiga anaknya.  Mereka mengendarai sepeda motor memaksa masuk gerbang Mapolrestabes. Bom meledak. Satu anak yang tertua meninggal dunia, dua adiknya selamat dan kini dirawat di RS Bhayangkara.

Baca juga: [UPDATE] Bom Surabaya: Densus 88 Tembak Mati Satu Terduga Teroris

Dian Yulia Novi (28 tahun), adalah perempuan pertama di Indonesia yang mencoba menjadi “pengantin”, sebutan untuk pelaku bom bunuh diri. Rencana Dian gagal.

Dian ditangkap aparat saat merencanakan serangan bom bunuh diri ke Istana Negara, 10 Desember 2016. Dian, yang pernah menjadi buruh migran, divonis penjara 7,5 tahun.  Lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta hukuman 10 tahun penjara. Serangan tadinya akan dilakukan 11 Desember 2016.

Fenomena melibatkan perempuan sebagai petarung dalam aksi terorisme, termasuk pengebom bunuh diri, memasuki tahap baru di Indonesia.

Dalam tataran global, perempuan dan aksi terorisme sudah marak sejak tahun 1960-an.  Mia Bloom, guru besar studi keamanan di Universitas Massachusetts, Lowell, di AS, memaparkan secara mendalam hasil risetnya dalam buku berjudul,“Bombshell, Women and Terrorism”.

Mia lakukan riset berdasarkan kejadian di sejumlah negara, dari Irlandia Utara, India, Srilanka, Indonesia, Inggris, Jerman, Timur Tengah sampai Amerika Serikat.

Dalam buku itu, Mia menemukan bahwa sejak 1985 sampai 2008, perempuan pengebom terlibat dalam 230-an serangan teror. Ini mencakup seperempat dari jumlah serangan teror yang terjadi dalam kurun waktu itu. Jumlah perempuan yang terlibat aksi teror meningkat 800 persen.

Data yang dikumpulkan oleh sebuah lembaga pemikir Israel, yaitu Institut Studi Keamanan Nasional, sebanyak 137 dari 623 teroris yang terlibat dalam serangan teror selama 2017, adalah perempuan.

Untuk kasus Israel, mereka menganggap serangan kepada negerinya, yang banyak dilakukan pihak Palestina, adalah serangan teroris. Padahal ini konflik politik menyangkut perebutan hak atas tanah air yang diakui oleh kedua pihak dan diperebutkan sampai kini.

Michele Coninsx, asisten sekretaris jenderal dan direktur eksekutif lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) untuk Direktorat Komite Eksekutif Anti Terorism mengatakan, sekitar 10-20 persen warga negara barat yang bergabung dengan ISIS adalah perempuan.

1.Mengapa perempuan dianggap efektif sebagai pengebom bunuh diri?

Mengapa Perempuan Dianggap Efektif Sebagai Pelaku Bom Bunuh Diri?IDN Times/Sukma Shakti

Sana’a Mehaidli dianggap sebagai perempuan pengebom bunuh diri pertama.  Perempuan berusia 17 tahun ini adalah anggota dari Partai Sosialis Suriah. Pada tanggal 9 April 1985, dia meledakkan dirinya dengan mengendarai truk bermuatan bahan peledak di dekat konvoi Israel di Lebanon, saat pendudukan Isreal di Lebanon Selatan.

Thenmozhi Rajaratnam, dikenal pula sebagai Dhanu, dianggap anggota dari Macan Tamil. Perempuan ini dianggap terlibat dalam pembunuhan Rajiv Gandhi, mantan Perdana Menteri India dan belasan pengawalnya pada 1991.

Beragam studi menunjukkan, perempuan dianggap efektif, karena lebih sedikit dicurigai ketimbang laki-laki. Mia Bloom memaparkan bahwa petugas keamanan di sebuah tempat misalnya, jarang menggeledah tubuh perempuan saat memasuki sebuah tempat atau menyeberangi sebuah perbatasan. 

Upaya penggeledahan tubuh perempuan bisa dimanfaatkan oleh kelompok teroris perekrut untuk propaganda bahwa terjadi pelecehan oleh aparat terhadap perempuan. 

“Karena kurang dicurigai bakal melakukan aksi teror dengan kekerasan, maka perempuan digunakan untuk menyerang sampai ke jantung pertahanan pasukan koalisi baik di Irak maupun di Afghanistan,” demikian hasil studi Mia Bloom.

Pengebom perempuan berhasil membunuh dalam jumlah 4 kali lipat ketimbang pengebom laki-laki, karena mereka bisa melakukan aksinya dalam jarak dekat dengan sasaran.  Karena kurang dicurigai.

2. Peran perempuan dalam aksi teror beragam, mulai dari perekrut, pendukung sampai pelaksana. Perempuan juga mudah berbaur

Mengapa Perempuan Dianggap Efektif Sebagai Pelaku Bom Bunuh Diri?antarafoto.com

IDN Times berhasil mengumpulkan informasi dari warga yang tinggal tak jauh dari kediaman Dita dan Puji. Dita, dianggap jarang bergaul akrab dengan tetangga sekitar.  Dia sering salat berjamaah, termasuk mengajak putra-putranya ke masjid dekat rumah. Tapi nyaris tak bertegur sapa dengan tetangga.

Sementara istrinya, Puji, masih suka mengikuti kegiatan arisan bersama dengan warga. "Dia juga masih sering ikut arisan kok, Mas,” ujar, salah seorang warga, kepada wartawan IDN Times.

Pasca serangan teror, sebagaimana selalu terjadi, tetangga kaget. Kok bisa Dita dan Puji menjadi pelaku bom bunuh diri? Mengajak anak-anaknya pula.

Keluwesan Puji yang berbaur dengan warga dan ikut kegiatan arisan boleh jadi menutupi bagaimana rencana keluarga ini.

Dalam buku berjudul, “Women As Terrorist; Mothers, Recruiters, And Martyrs”, yang ditulis R. Kim Cragin dan Sara A. Daly, disebutkan berbagai peran yang dilakukan perempuan dalam organisasi atau kegiatan terorisme.

Peran itu mulai dari perekrut, termasuk dari kalangan keluarga sendiri termasuk anak, pengelola keuangan, propaganda, kurir kebutuhan melakukan serangan, menyiapkan aspek finansial, sampai menjadi pengebom bunuh diri.

Oktober 2017, laman Strait Times, mengabarkan bahwa  otoritas di Filipina menangkap Karen Aizha Hamidon. Perempuan berusia 36 tahun ini dianggap sebagai perekrut top untuk calon petarung dan pengebom untuk Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). 

Karen Hamidon melakukan rekrutmen lewat media sosial. Dia melakukanya untuk rekrutmen global.

Sosok perekrut top untuk ISIS yang juga menarik adalah Sally Jones, mantan penyanyi band Punk dari Inggris. Saking dianggap berbahaya, Sally, yang dijuluki “White Widow”,  dipercayai sebagai perempuan pertama yang secara khusus menjadi target serangan udara AS. Sally tewas bersama putranya yang berusia 12 tahun, sekitar Oktober 2017.

Sally pindah ke agama Islam setelah menikah dengan Junaid Hussain, warga Inggris juga. Tahun 2013 mereka pergi ke Suriah. Junaid tewas bersama putra sulung mereka yang baru berusia 13 tahun, akibat serangan drone AS, tahun 2015. Suami istri ini melatih kedua putranya sebagai petarung bagi ISIS.

Teroris, baik saat melakukan aksinya secara sendirian, maupun atas penugasan organisasi, membutuhkan perhatian media. Efektifitas perempuan pengebom bunuh diri termasuk dalam urusan propaganda dan perhatian media. Mia Bloom mengatakan bahwa pemberitaan media terhadap teroris perempuan 8 kali lipat lebih banyak dibanding jika teroris laki-laki.

Pada saat menjadi operatif, di lapangan, pakaian perempuan dianggap bisa digunakan menyembunyikan senjata. Termasuk bom di pinggang atau tas di bahu, bahkan ransel.

Baca juga: Psikolog Adik Kelas Pelaku Bom Dita Ungkap Cara Perekrutan Anggota Teroris

3. Efektivitas perempuan sebagai petarung dan pengebom diakui bahkan oleh organisasi teroris yang konservatif seperti ISIS

Mengapa Perempuan Dianggap Efektif Sebagai Pelaku Bom Bunuh Diri? MENGEPUL. Asap tampak mengepul seusai ledakan bom terjadi di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Minggu 13 Mei 2018. Foto oleh Andy Pinaria/Pemkot Surabaya/AFP

Dalam bukunya, Mia Bloom mengutip majalah yang diterbitkan organisasi teroris Al Qaeda, Al Samikha, yang banyak memuat seruan jihad bagi perempuan. Mereka memuat bahwa perempuan adalah masa depan, bahkan bagi organisasi  teroris yang konservatif.  Misalnya di kawasan Timur Tengah.

Tesis Mia sejalan dengan riset dan investigasi yang dilakukan Amel Grami dan rekannya, jurnalis Murnia Arfawi.

Amel Grami, akademisi Tunisia yang dianggap pakar dalam bidang agama dan studi perempuan menuliskan risetnya dalam buku berbahasa Arab, berjudul, “Women and Terrorism; A Gendered Study”.

Laman Jejaring Studi Internasional Untuk Perdamaian, icanpeacework.org, mengulas bagaimana Amel Grami membahas persepsi kelompok fundamentalis terhadap perempuan.

“Al Qaeda dan Taliban tidak menggunakan perempuan di medan peperangan, sampai Abu Musab Al-Zarqawi naik ke panggung kekuasaan sebagai pemimpin Al Qaeda di Irak pada 2003, yang membuka jalan bagi pembentukan ISIS,” demikian ditulis dalam buku ini.

Pada tahun 2005, Al-Zarqawi menyerukan agar perempuan mengambil bagian secara aktif dalam jihad, dalam konteks ISIS menggunakan cara kekerasan, bahkan membunuh. Sejak saat itu, banyak muncul perempuan sebagai pengebom bunuh diri di Irak.

Kemudian, Ansar Al-Sharia, mentor Zarqawi di Tunisia, menerbitkan fatwa yang melegalkan perempuan berjihad di medan perang tanpa pendamping laki-laki.

Arfawi menggambarkan bagaimana ISIS memanfaatkankan perempuan. Sebagai contoh, Brigade Al-Khansaa, yang anggotanya adalah perempuan. Tugas brigade ini adalah menumbuhkan kesadaran relijius bagi perempuan, dan menghukum yang tidak patuh hukum. Dalam hal ini hukum syariah Islam.

Brigade Al-Khansaa mempraktikkan dakwah dan rekrutmen, sebagaimana juga melakukan pertempuran, penyiksaan dan penculikan.

Duet penulis memuat profil sosok-sosok perempuan yang disebut “Para Putri Teror”.  Mulai dari Fathiyah Al Hassni yang bergabung dengan ISIS, Malika El-Aroud sampai Hasna Ait BoulHacen yang juga keponakan pemimpin teroris yang menyerang Paris, November 2015.

Hasna sempat dianggap sebagai perempuan pertama di Eropa yang sukses jalankan bom bunuh diri. 

Laporan Institut Kebijakan dan Analisis Konflik (IPAC) memuat bagaimana jejaring komunikasi di kalangan mereka yang tertarik bergabung dengan ISIS, diisi dengan “kecemburuan” sekaligus kekaguman cewek-cewek yang bergabung di grup Telegram pro-ISIS. Cewek-cewek ini berharap dapat tugas bom bunuh diri. Meledakkan kantor pemerintah yang dianggap tidak mendukung Khilafah.

Laporan IPAC berjudul, “Mothers to Bombers: The Evolution of Indonesian Extreemist” ini diluncurkan pada31 Januari 2017.

4. Mengapa perempuan mau menjadi pengebom bunuh diri?

Mengapa Perempuan Dianggap Efektif Sebagai Pelaku Bom Bunuh Diri?

Ketika ditangkap polisi, di rumah kosnya di kawasan Bekasi,  Dian Yulia Novi telah memuat surat wasiat yang ditaruh dalam sebuah kotak beserta baju-bajunya.  Dia hendak mengirimkan itu sebelum meledakkan Istana Negara.

Begini isi suratnya, sebagaimana disiarkan sejumlah media, berdasarkan sumber dari polisi.

“Assalamu'alaikum Wr.Wb

Bismillah....

Segala puji bagi Allah Ta'alla kabb semesta alam. Sholawat dan salam tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Wahai mujahidku...

Kita berjumpa dan berpisah karena Allah SWT dan mengharapkan ridho-Nya...Bismillah. Puji syukur Allah Ta'alla telah memperjodohkan kita walau hanya sekejap. Mungkin tak banyak kenangan di antar kita, namun Alhamdulillah sudah lebih cukup bagiku merasakan indahnya sebagai istri walau kusadar masih jauh dari predikat istri sholehah.

Dan Afwan A Bila saya selama menjadi istri Aa mempunyai banyak salah dan dari segala sikapku yang kurang berkenan di hati antum, saya berharap Aa dapat mengikhlaskan dan meridhai kepergianku, karena kusadar ridha dan keikhlasan Aa sebagai suami sangat penting untukku.

Doakan saya juga supaya daganganku juga diterima di sisi-Nya dan mendapatkan nikmat syahid...Amiin Allohumma Amiin.

dan seiringnya waktu Alhamdulillah cinta itu tumbuh dan semoga abadi sampai jannah-Nya.

Tak lama sebelum menjadi “pengantin” bom bunuh diri, Dian dinikahi Solihin, yang kemudian disebut polisi sebagai bagian dari jejaring ISIS Indonesia dengan patron Bahrun Naim.

Bahrun Naim dianggap sosok yang merancang dan bertanggungjawab atas Serangan Bom di Jalan Thamrin, awal Januari 2016.

Dian direkrut ISIS melalui media sosial. Solihin mengaku diminta Bahrun Naim merekrut calon pengantin untuk menjadi pengebom bunuh diri ke Istana Negara. Pasangan ini berbagi tekad yang sama, “jika tidak bisa ke Suriah, bergabung langsung di medan perang dengan ISIS, maka lakukan saja tindakan atau amaliyah, di Indonesia.”

Dari pemberitaan media, nampak bahwa Dian dan Solihin percaya, bahwa Darul Islamiyah, negara Islam layak diperjuangkan dengan taruhan nyawa. Dian juga percaya, bagi seorang istri, masuk surga adalah nurut perintah suami. Dian juga memilih menjadi martir agar sakit ayahnya disembuhkan.

Bagi Bahrun Naim, pengebom perempuan, adalah bagian dari  elemen kejutan. Berharap aparat tidak menduga ada perempuan bawa bom dan meledakkan diri di tempat vital.

Apa motif Puji dan Tri Ernawati? Keduanya meninggal dunia, tak bisa ditanyai.

Tito Karnavian mengatakan Dita, suami Puji, adalah bagian dari kelompok radikal Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), yang merupakan bagian dari ISIS.

"'Jihad' ini didirikan dan dipimpin oleh Aman Abdurrahman yang sekarang ditahan di Mako Brimob. Kemudian, kelompok pelaku yang satu keluarga ini, terkait dengan sel JAD yang ada di Surabaya, Dita ini," ujar Tito di RS Bhayangkara, Surabaya, Minggu (13/5).

Menurut polisi, serangan bom di Surabaya, karena ISIS di Indonesia mulai terdesak.  Pentolannya ditangkapi. Pemimpinnya, Aman Abdurrahman, menunggu vonis.

Baca juga: Sidang Aman Abdurrahman Ditunda Gara-Gara Kendala Teknis

Pengakuan Dian Yulia dan gesture mengikuti jejak suami yang seolah sepihak dalam merencanakan aksi bom bunuh diri, menempatkan perempuan dalam posisi lemah, terpaksa terlibat dalam kegiatan teror. 

Kalau ditilik lebih dalam, sesuai pengakuan Dian Yulia, yang bersangkutan cukup aktif dalam membangun komunikasi dengan perekrut melalui media sosial. Kesepian, berkurangnya beban pekerjaan, membuat Dian punya banyak waktu berselancar di media sosial dan bertemu perekrut bom bunuh diri.

Mia Bloom mengatakan, dari wawancara yang dia lakukan, banyak perempuan menjadi teroris karena alasan yang sama dengan laki-laki. “Kombinasi dari alasan pribadi, kaitan dengan keluarga atau persepsi bahwa perempuan merasa punya kekurangan. Ini motivasi yang sama dengan laki-laki, yang punya alasan keagamaan, alasan nasional atau alasan tentang apa yang mereka persepsikan sebagai sikap nasionalistik,” tulis Mia.

Mia mengatakan, ada persepsi bahwa perempuan terlibat (aksi teror) karena alasan emosional, dan laki-laki terlibat karena alasan politik. “Faktanya tidak selalu demikian,” tulis dia.

Ada fenomena menarik dalam organisasi teroris yang berkaitan dengan agama, jika perempuan terlibat, semangat kaum laki-lakinya justru bangkit.

5. Keterlibatan perempuan pemimpin dalam kebijakan anti teror masih kurang

Mengapa Perempuan Dianggap Efektif Sebagai Pelaku Bom Bunuh Diri?IDN Times/Sukma Shakti

Selama ini fokus pemberantasan terorisme diarahkan ke kaum laki-laki.  Keterlibatan perempuan, baik sebagai perekrut maupun korban, luput dari perhatian. 

Organ Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk perempuan, UN Women, menganggap ketimpangan ekonomi, lemahnya kepemimpinan perempuan dan kemiskinan, adalah hal-hal yang dianggap berkontribusi dalam meningkatnya radikalisme di kalangan perempuan.

“Hubungan antara ketidaksetaraan gender dan terorisme tak dapat dipungkiri,” kata Direktur Eksekutif UN Women,  Phumzile Mlambo-Ngcuka.

Perempuan sebagai bagian penting dalam aksi dan pemberantasan terorisme menjadi bahasan dalam sidang ke-62 komisi tentang status perempuan, sebuah kegiatan PBB yang digelar di markas organisasi multilateral yang berlokasi di New York, 12-23 Maret 2018.

Para pembicara dalam panel menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan dan partisipasi perempuan dalam kebijakan anti-teror.

Phumzile Mlambo-Ngcuka mengatakan  kemiskinan adalah kunci pembuka ke radikalisasi.  Dia berbicara atas nama para perempuan yang putus asa, yang dia temui di Suriah, yang mengaku terpaksa menerima bantuan dari ISIS.

Di negeri seperti Nigeria, Suriah dan Afghanistan, perempuan direkrut kelompok teroris, untuk menjadi “pejuang” bagi agenda teroris, kalau perlu dengan kekerasan seksual.  Sesudahnya, perempuan memilih menjadi pelaku bom bunuh diri untuk “mengembalikan” kehormatannya.

Berkaca dari Tragedi Bom Surabaya, situasinya agak berbeda. 

Puji Kuswati misalnya, terlahir di tengah keluarga dengan kondisi ekonomi baik.  Kehidupannya  dengan suami dan anak pun nampak baik-baik saja.  Laman Facebook-nya dipenuhi foto-foto keluarga dan anak-anak.  Ceria.  Nampak normal.

Ketika Puji meledakkan dirinya, apa yang diharapkan Bahrun Naim dan gagal dilakukan Dian Yulia Novi, terjadi.  Efek kejutan dari pelaku bom bunuh diri perempuan.  Sadisnya, dia membawa serta anak-anaknya. Mirip Sally Jones. Khas ISIS.

Trauma yang disebabkannya tak akan pernah hilang.##

 

Topik:

  • Septi Riyani
  • Anata Siregar
  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya