Disebut Jadi Ketua Program Influencer, Ini Kata Yosi 'Project Pop'

Yosi bantah arahkan publik jadi influencer pro pemerintah

Jakarta, IDN Times - Musisi Hermann Josis Mokalu atau lebih dikenal dengan nama Yosi "Project Pop", membantah melatih publik untuk menjadi influencer agar mendukung kebijakan pemerintah, meski kebijakan tersebut kontroversial.

Ia menegaskan, program School of Influencer di organisasi Siber Kreasi bukan untuk melahirkan buzzer, yang disebut-sebut menerima kucuran dana hingga Rp90 miliar. 

Nama Yosi Mokalu pada akhir pekan lalu menjadi sorotan publik usai disebut oleh staf ahli bidang hukum Menteri Kominfo, Henri Subiakto. Dalam acara dialog Dua Sisi yang bertema, "Ketika Influencer Diguyur Uang Rp90 Miliar" yang tayang di tvOne, Yosi disebut menjadi ketua program influencer.

Sejak saat itu, akun media sosial milik Yosi dirundung oleh warganet. Mereka mengira Yosi sebagai orang yang melatih pendengung dan bergerak di media sosial, untuk membentuk opini mengenai kebijakan pemerintah. 

"Jadi, kata influencer yang dimaksudkan itu tidak sama dengan buzzer. Kami ke daerah karena kami memiliki visi (melalui Siber Kreasi) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam ranah digital. Jadi, sudah sepantasnya kami memfasilitasi mereka yang ingin jadi YouTubers, content creator. Kami sudah bergerak sejak 2018 dan kami beri nama program School of Influencers," kata Yosi melalui video yang diunggah di akun media sosialnya,  Senin (31/8/2020). 

Ia juga membantah memperoleh kucuran dana dari pemerintah untuk kegiatan di Siber Kreasi sebesar Rp90 miliar. Kegiatan pelatihan influencer yang ia lakukan bersama organisasi Siber Kreasi pun bisa disaksikan di media sosial. 

Apakah organisasi Siber Kreasi yang kini dipimpin oleh Yosi pernah menerima pesanan untuk sekaligus melatihan buzzer pendukung kebijakan pemerintah?

Baca Juga: Yosi Project Pop Dipercaya Jadi Ketua Program Influencer Pemerintah

1. Yosi tegaskan Siber Kreasi tidak terkait buzzer pendukung kebijakan pemerintah

Disebut Jadi Ketua Program Influencer, Ini Kata Yosi 'Project Pop'Ketua Siber Kreasi, Yosi Mokalu (Instagram.com/yosimokalu)

Melalui akun media sosialnya, Yosi menegaskan, organisasi yang ia pimpin tidak ada sangkut pautnya dengan buzzer yang mendukung program pemerintah. Yosi juga mengklarifikasi tidak membentuk organisasi Siber Kreasi. 

"Saya pun baru ditunjuk akhir tahun lalu untuk menjalankan program-program literacy digital. As simple of that. School of influencer itu apa, you can always check on Instagram, semua informasi itu ada di sana," tutur Yosi. 

Meski begitu, ia mengakui melalui organisasi Siber Kreasi, mereka menerima kucuran anggaran dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tetapi, tidak mencapai Rp90 miliar. 

"Kegiatannya ada sekitar 17 di lima kota dengan dana Rp1,7 miliar. Itu dana yang kecil, kalau kita hitung dengan biaya komunikasi dan transportasi, itu mah kecil," ujarnya lagi. 

Disebut Jadi Ketua Program Influencer, Ini Kata Yosi 'Project Pop'Penjelasan Yosi Mokalu soal kegiatan Siber Kreasi (tangkapan layar Instagram)

Baca Juga: Yosi Project Pop Dipercaya Jadi Ketua Program Influencer Pemerintah

2. Yosi mengapresiasi bila publik mengkritisi kinerja pemerintah

Disebut Jadi Ketua Program Influencer, Ini Kata Yosi 'Project Pop'Ketua Siber Kreasi, Yosi Mokalu (Instagram.com/yosimokalu)

Yosi juga mengaku tidak mempermasalahkan bila ada publik yang mengkritisi kinerja pemerintah. Malah, kata dia, kritik adalah bagian dari kewajiban publik agar kinerja pemerintah tetap terjaga baik. 

"Mengkritisi pemerintah sih saya setuju, enggak masalah. Cuma memang kalau dalam posisi oposisi mengkritisi, mungkin agendanya sudah berbeda," ungkap dia seperti dikutip dari ANTARA, Minggu, 30 Agustus 2020. 

Ia pun menjelaskan, publik salah sasaran bila mengira Siber Kreasi di balik para buzzer tersebut. Sebab, semua hal menyangkut organisasi itu bisa diakses oleh publik. 

"Mulai dari anggaran yang masuk berapa dan larinya ke mana," kata dia lagi. 

Penggunaan buzzer untuk mendukung kebijakan pemerintah kembali mencuri perhatian publik, ketika ramai para influencer dan publik figur mengampanyekan tagar #IndonesiaButuhKerja. Rupanya tagar tersebut merupakan bagian dari kampanye untuk mendukung rencana RUU Cipta Kerja. 

Salah satu publik figur yang mengaku ditawari pekerjaan untuk mendukung kampanye itu adalah musisi jazz Ardhito Pramono. Kepada Koran Tempo, Ardhito mengaku didekati oleh temannya untuk mengunggah konten dengan menggunakan tagar tersebut. Bayaran yang ia terima sekali unggah konten tersebut di Instagram mencapai Rp10 juta.

Belakangan Ardhito meminta maaf kepada publik, karena tidak jeli dalam melihat tawaran yang diterimanya. Menurut dia, teman yang memberinya proposal itu tidak menyebut sama sekali mengenai RUU Omnibus Law, sehingga ia terima. 

3. Penggunaan influencer yang massif dalam pemerintahan Jokowi dipertanyakan oleh publik

Disebut Jadi Ketua Program Influencer, Ini Kata Yosi 'Project Pop'Rocky Gerung (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Penggunaan influencer yang begitu massif dalam pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo dipertanyakan oleh publik. Sorotan semakin tajam, ketika organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut, pemerintah menganggarkan sekitar Rp90 miliar untuk mendanai mereka. Salah satu kritik serupa disampaikan oleh Rocky Gerung. 

"Apa tidak cukup kecerdasan orang-orang di KSP sehingga harus menggunakan influencer? Apa tidak cukup Presiden setiap kali harus datang dengan pidato dan telepromter serta narasi yang bagus, lalu masih harus pakai influencer?" tanya Rocky di program yang sama. 

Menurutnya, penggunaan influencer selayaknya suplemen, bila nutrisi utama tidak cukup. "Tetapi, sekarang, terlihat justru influencer yang di depan. Berarti, subjek utama tidak punya kapasitas untuk menggiring opini, sehingga harus menggunakan opinion leaders tersebut," katanya lagi. 

Sedangkan dalam sudut pandang staf ahli bidang hukum Menkominfo, Henri Subiakto, tak perlu orang berpengaruh untuk menjadi influencer. Sebab, orang biasa pun bisa dilatih untuk jadi influencer asalkan melek digital

"Memang ada program untuk mendidik masyarakat menjadi influencer, sehingga mereka bisa mengkomunikasikan yang baik. Akhirnya menjadi kekuatan civil society," tutur Henri. 

Baca Juga: ICW: Anggaran Pemerintah untuk Influencer Rp90,45 Miliar

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya