Anies: Hilang Pekerjaan Masih Dapat Dicari, Tapi Kalau Nyawa Tak Bisa

Banyak jenazah dimakamkan dengan standar protap COVID-19

Jakarta, IDN Times - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengaku bisa memahami beratnya penderitaan rakyat kecil yang kena imbas akibat pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Banyak dari mereka yang mengalami penurunan penghasilan secara signifikan. Bahkan, tak sedikit yang kehilangan mata pencaharian karena sepi. 

Tetapi, mantan Mendikbud itu berpendapat langkah tersebut perlu dilakukan untuk mencegah virus corona meluas di DKI Jakarta. Apalagi, ibu kota kini menjadi episentrum COVID-19 di Indonesia. 

"Kami harapkan menyelamatkan bangsa itu jadi prioritas utama. Kehilangan pekerjaan nanti masih bisa dicari. Tetapi, kalau kehilangan nyawa belum bisa ada rumusnya untuk mengembalikannya," ungkap Anies ketika berbicara di program Indonesia Lawyer's Club tvOne pada Selasa malam (14/4). 

Menurut Anies, kondisi di Jakarta sudah gawat. Ia tidak mau apa yang menimpa Italia bisa terulang kembali di ibukota Indonesia. 

"Kita di Jakarta melihat pemulasaran dengan menggunakan protap COVID-19 setiap minggu meningkat," kata dia lagi. 

Lalu, apa hasil evaluasi PSBB yang sudah berjalan selama empat hari ini di DKI Jakarta?

1. Dalam 38 hari, sudah ada 1.012 jenazah di DKI Jakarta dimakamkan dengan protap COVID-19

Anies: Hilang Pekerjaan Masih Dapat Dicari, Tapi Kalau Nyawa Tak BisaIDN Times/Candra Irawan

Berdasarkan data yang dikutip oleh Anies dari Pemprov DKI Jakarta, jumlah jenazah yang dimakamkan di sana dengan menggunakan protap COVID-19 setiap harinya bertambah. Dari periode 6 Maret hingga 12 April 2020, tercatat ada 1.012 pemulasaran dengan menggunakan standar COVID-19. Di dalam slide yang ditunjukkan Anies, pemulasaran dengan protap COVID-19 yaitu jenazah dibungkus plastik, menggunakan peti, dimakamkan kurang dari 4 jam, tak boleh dihadiri keluarga dan petugas pemakaman menggunakan APD lengkap. 

"Per hari ini, angka pemakaman dengan standar COVID-19 sudah mencapai 1.012. Karena keterbatasan alat testing, tidak bisa melakukan pengetesan terhadap itu semua (untuk memastikan apakah jenazah sudah terpapar COVID-19)," ungkap Anies semalam. 

Tetapi, menurutnya dokter dan rumah sakit memiliki alasan cukup kuat untuk meminta setiap jenazah dimakamkan dengan menggunakan standar COVID-19. 

Baca Juga: Tolak Pemakaman Jenazah Pasien Corona, 4 Warga Gowa Jadi Tersangka 

2. Pertahanan terdepan dalam menghadapi COVID-19 adalah masyarakat bukan tenaga medis

Anies: Hilang Pekerjaan Masih Dapat Dicari, Tapi Kalau Nyawa Tak BisaIlustrasi Corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Kekhawatiran Anies semakin menjadi-jadi ketika kasus positif COVID-19 di Jakarta terus meningkat secara signifikan. Bulan lalu ia masih ingat angka kasus positif COVID-19 hanya dua, kemudian meningkat lima. Tetapi, di bulan ini, kasus positif bisa mencapai angka 400 setiap harinya. 

"Melihat ini, bukan tidak mungkin kalau yang sudah terjadi di negara-negara luar, bisa kembali terulang di Indonesia," tutur Anies. 

Ia mengingatkan dalam perang melawan COVID-19, pasukan yang berada di garda terdepan adalah masyarakat. Sementara, petugas medis berada di garda terakhir. 

"Kalau kita tidak bisa mencegah penularan, maka pasien akan bertambah dan menjadi beban bagi petugas medis," ujarnya lagi. 

3. Pedagang kecil bukan ingin PSBB dicabut tetapi diberikan bantuan uang tunai dan cicilan ditangguhkan

Anies: Hilang Pekerjaan Masih Dapat Dicari, Tapi Kalau Nyawa Tak BisaDok.Satpol PP Kudus

Di program ILC semalam, sempat dihadirkan pula empat individu yang merupakan penjual makanan dan pakaian dalam yang kena terkena imbas dari pemberlakuan PSBB. Salah satu yang berkisah adalah Yernis yang berjualan pakaian dalam bersama suaminya. 

Ketika Yernis sudah selesai berjualan di daerah Tangerang dengan suaminya, tiba-tiba ia dihampiri oleh petugas satpol PP. Yernis terkejut dan takut barang dagangannya akan diangkut. Padahal, itu adalah satu-satunya mata pencaharian untuk membiayai hidup. 

Kepada host ILC, Karni Ilyas, Yernis mengatakan sebelumnya ia berjualan di pasar malam. Tetapi, pasar malam akhirnya ditutup karena akan menyebabkan orang berkerumun di tengah wabah COVID-19. 

"Akhirnya saya berjualan ya di pinggir jalan itu dan kena satpol PP," ungkap Yernis. 

Situasi ketika Yernis didatangi oleh satpol PP menjadi viral di media sosial. Sebab, ia terlihat menangis dan memohon kepada Satpol PP agar barang dagangannya tidak diangkut. 

Yernis mengaku memiliki tanggungan berupa empat anak dan cicilan rumah yang masih harus ia lunasi hingga belasan tahun ke depan. 

"Itu waktu digrebek pas mau nutup. Saya katakan; 'tolong kami jangan ditangkap. Ini buat makan. Masalah cicilan tolong dibantu dulu, nanti kalau wabah ini sudah kelar kami akan bayar,'" ujar Yernis kembali sambil meneteskan air mata. 

Ia sadar betul bila ia tetap berjualan pakaian dalam maka berisiko tertular virus corona. Tapi, ia melanjutkan, bila keluar dari rumah dan tertular COVID-19, paling tidak anaknya tahu orang tuanya berjuang untuk mencari nafkah. 

"Saya memang orang kecil dan bodoh karena tidak sekolah. Tapi, kan kami kalau tetap di rumah juga akan mati," ujarnya lagi. 

https://www.youtube.com/embed/tjxHELqn72E

Baca Juga: Angka Pemakaman di DKI Naik 60 Persen di Tengah Wabah Virus Corona

Topik:

Berita Terkini Lainnya