Kasus COVID-19 Melonjak Membuat Oksigen Habis Lebih Cepat

Langkah apa yang harus dilakukan?

Varian Delta (B.1.617.2) membuat kasus COVID-19 di Indonesia meningkat tajam. Per Minggu (11/7/2021), kasus baru positif COVID-19 bertambah 36.197 orang dengan total kasus secara keseluruhan 2.527.203 orang.

Akibatnya, kebutuhan tabung oksigen meningkat karena semakin banyak pasien COVID-19 yang memerlukannya. Bahkan, sampai terjadi kelangkaan pasokan oksigen di mana-mana. Kalaupun ada, stoknya terbatas dan terkadang dijual lebih mahal oleh oknum.

Menyikapi fenomena tersebut, Departemen Anestesi FK-KMK UGM/RSUP Dr. Sardjito dan PKMK FK-KMK UGM mengadakan webinar dengan tema "Efisiensi Pemakaian Oksigen pada Pasien COVID-19 di Tengah Keterbatasan Suplai Oksigen dan Eskalasi Pasien COVID-19" pada Kamis (8/7/2021). Ketahui selengkapnya di sini!

1. Indonesia mulai kekurangan suplai oksigen akhir Juni lalu

Kasus COVID-19 Melonjak Membuat Oksigen Habis Lebih Cepatilustrasi pasien dengan bantuan oksigen (biospace.com)

Menurut dr. Bhirowo Yudo Pratomo, SpAn, KAKV, Konsultan Anestesi Kardiovaskular RSUP Dr. Sardjito, antara April hingga pertengahan Mei lalu, India mengalami krisis oksigen. Sebagai bentuk dukungan, Indonesia mengirim 2.000 tabung oksigen pada Senin (28/6/2021). Dalam waktu kurang lebih satu bulan, India berhasil keluar dari krisis ini.

Sayangnya, di hari yang sama, Indonesia mulai mengalami krisis oksigen. Sejumlah rumah sakit di Kudus, Jawa Tengah, melaporkan menipisnya ketersediaan tabung oksigen. Lambat laun, permintaan oksigen semakin melonjak dari berbagai daerah di Indonesia.

Dokter Bhirowo mengatakan bahwa salah satu penyebab lonjakan kasus adalah eksodus dari India yang masuk ke Indonesia dengan pesawat carter. Belakangan, diketahui beberapa di antaranya positif COVID-19.

Belum lagi, adanya euforia di masyarakat akibat penurunan kasus pada pertengahan Mei membuat sebagian pihak sedikit mengendurkan protokol. Bahkan, saat itu banyak acara yang diadakan secara tatap muka dan mengumpulkan massa.

"Begitu memasuki minggu ketiga Juni, terjadi lonjakan kasus yang luar biasa, lebih dari peak kita antara Desember sampai Februari. Waktu itu kita mengatakan 14 ribu kasus harian sebagai rekor, ternyata sekarang rekornya hampir 40 ribu kasus per hari," ujar dr. Bhirowo.

2. Cadangan oksigen yang semula untuk 10 hari, bisa habis dalam beberapa hari

Kasus COVID-19 Melonjak Membuat Oksigen Habis Lebih Cepatilustrasi tabung oksigen (pixabay.com/blickpixel)

Setiap rumah sakit perlu memiliki perencanaan oksigen yang baik. Sebisa mungkin, rumah sakit mempunyai cadangan oksigen besar, semisal 2 tangki berisi 36 ton oksigen cair. Jika diencerkan menjadi gas, kira-kira menjadi 6,2 juta liter oksigen.

Menurut dr. Bhirowo, dalam kondisi normal dengan 20 kamar operasi dan 22 bed ICU, cadangan oksigen bisa bertahan hingga 10 hari. Jika melejit sampai 2.000-5.000 kasus per hari, suplai oksigen hanya cukup untuk 4 hari.

Tak kehilangan siasat, rumah sakit tentunya berupaya melakukan penghematan. Salah satunya dengan menghentikan tindakan operasi untuk sementara, seperti warning yang diberikan kepada perhimpunan bedah dan anestesi. Sebab, menurut dr. Bhirowo, kamar operasi dan ICU merupakan pemakai oksigen terbesar di luar pasien COVID-19.

3. Terapi oksigen bergantung pada keparahan gejala pasien

Kasus COVID-19 Melonjak Membuat Oksigen Habis Lebih CepatInfografis jenis terapi oksigen untuk pasien COVID-19 (IDN Times/Aditya Pratama)

Mengingat virus SARS-CoV-2 menyerang paru-paru, maka terapi oksigen menjadi terapi utama bagi pasien COVID-19. Alat-alat untuk terapi adalah nasal kanul (mengalirkan oksigen 2-6 liter/menit), non-rebreathing mask (8-15 liter/menit), high flow nasal cannula atau HFNC (30-60 liter/menit), non-invasive ventilation atau NIV (8-20 liter/menit), intubasi dan ventilasi mekanik (5-10 liter/menit), dan extracorporeal membrane.

Jenis alat yang digunakan tergantung keparahan gejala pasien. Menurut dr. Bhirowo, yang paling sederhana adalah nasal kanul dan yang terberat ialah intubasi. Di antara berbagai alat tersebut, HFNC mampu mencegah agar pasien tidak gagal napas dan tidak perlu memakai ventilator invasif.

Namun, di sisi lain, HFNC sangat boros oksigen. Sebagai contoh, konsumsi oksigen untuk satu kamar operasi adalah 1.800 liter/hari. Artinya, rumah sakit dengan 20 kamar operasi menghabiskan oksigen 36.000 liter/hari.

Sementara, HFNC mengonsumsi 60 liter oksigen per menit. Maka, dalam 24 jam, HFNC menghabiskan oksigen 86.000 liter/hari. Dokter Bhirowo mengatakan bahwa konsumsi oksigen satu alat HFNC setara dengan kebutuhan oksigen 20 kamar operasi selama 3 hari!

"Bayangkan, jika 40 HFNC dipakai bersama, cadangan oksigen bisa habis dengan cepat. Kita perlu berpikir jernih bagaimana menangani pasien dengan baik sehingga tidak terjadi chaos seperti yang beberapa hari ini terjadi," ungkap spesialis anestesi di RSUP Dr. Sardjito ini.

Sementara itu, solusi yang ditawarkan pemerintah adalah mengimpor oksigen atau mendatangkan oksigen dari negara lain. Upaya lainnya adalah mengonversi oksigen industri menjadi oksigen medis.

Baca Juga: CDC: Air Purifier Bisa Mengurangi Aerosol Virus Corona SARS-CoV-2

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya