Deretan Kisruh Internal Perebutan Kursi Ketua Umum Partai Golkar

Konflik terpanjang terjadi hingga 1,5 tahun

Jakarta, IDN Times - Kisruh internal di tubuh Partai Golkar kerap terjadi. Bahkan sejak partai ini berdiri pada era Orde Baru, konflik internal terus bermunculan hingga kini.

Terutama, saat perebutan kursi ketua umum. Partai berlambang pohon beringin ini kerap terjadi polarisasi, hingga muncul faksi dan terjadi konflik.

Berikut deretan konflik internal Golkar dalam kurun beberapa kepemimpinan sejak era Reformasi.

1. Airlangga Hartanto vs Bambang Soesatyo

Deretan Kisruh Internal Perebutan Kursi Ketua Umum Partai GolkarIDN Times/Istimewa

Kisruh internal Golkar teranyar menjelang penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) untuk memilih calon ketua umum. Golkar mulai terpecah lantaran dua tokoh sentral maju mencalonkan diri sebagai calon ketua umum untuk periode mendatang. Ketua DPR RI Bambang Soesatyo maju memperebutkan kursi ketua umum, bersaing dengan petahana Airlangga Hartanto.

Baik Airlangga maupun Bambang, bersaing memperebutkan dukungan dari pengurus tingkat I maupun tingkat II. Bahkan, perebutan tahta tertinggi Golkar itu terus memanas. Sejumlah pengurus daerah yang mendukung Bambang dipecat dari kepengurusan, dan konflik ini diperkirakan terus terjadi hingga terpilihnya ketua umum baru.

Baca Juga: Golkar: Tak Ada Urgensi Memajukan Jadwal Munas 

2. Aburizal Bakrie vs Agung Laksono

Deretan Kisruh Internal Perebutan Kursi Ketua Umum Partai GolkarIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Konflik berikutnya antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono yang terjadi hampir 1,5 tahun, dan menjadi konflik terpanjang selama sejarah Golkar. Munas IX Golkar pada 2014 di Bali, terbelah. Aburizal Bakrie yang akrab disapa ARB terpilih kembali menjadi ketua umum.

Sedangkan, kubu Agung Laksono tidak mengakui hasil munas itu dan membentuk Tim Penyelamat Partai Golkar (TPPG) untuk mengadakan munas tandingan. TPPG menggelar munas tandingan di Ancol, Jakarta. Dari munas ini, Agung terpilih sebagai ketua umum.

Dualisme di kubu Golkar ini ditolak Menteri Hukum dan HAM dan meminta diselesaikan secara internal. Namun, pihak ARB malah mengajukan gugatan atas kubu Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Sebelum itu, kubu Agung sudah lebih dulu menggugat kubu ARB ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hingga akhirnya kedua pengadilan tersebut menolak gugatan dan mengembalikannya pada Mahkamah Partai Golkar. Mahkamah partai mengesahkan kubu Agung Laksono hingga Oktober 2015.

Ternyata sengketa tak berhenti sampai di situ, kekecewaan kubu ARB menyebabkan pihaknya mengajukan gugatan kembali atas SK Kementerian Hukum dan HAM ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan berakhir dengan penolakan gugatan. Kubu ARB tetap berjuang dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan diterima.

Kubu ARB mengadakan rapat pimpinan nasional (rapimnas) untuk menentukan jadwal Munaslub. Akhirnya, Kemenkumhan mengeluarkan SK kepengurusan Golkar Munas Bali hasil rekonsiliasi kubu ARB dan kubu Agung Laksono.

3. Jusuf Kalla vs Akbar Tandjung

Deretan Kisruh Internal Perebutan Kursi Ketua Umum Partai GolkarIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Jusuf Kalla memenangkan posisi ketua umum pada Munas 2004, mengalahkah pesaingnya, Akbar Tandjung. Padahal sebelumnya, pria yang akrab disapa JK itu diberhentikan sebagai penasihat DPP Partai Golkar, karena tidak mematuhi keputusan Golkar yang mencalonkan pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid.

JK memutuskan maju menjadi calon wakil presiden bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, Kalla tetap memenangkan posisi ketua umum dalam Munas 2004. Hal ini semakin menguatkan penilaian Golkar sebagai partai penuh kekuasaan.

Saat itu, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah bersama memimpin pemerintahan pada 2004-2009. SBY-JK terpilih menjadi presiden dan wakil presiden dengan perolehan suara 60,62 persen. SBY dan JK berpisah pada Pilpres 2009.

4. Akbar Tandjung vs Edi Sudrajat

Deretan Kisruh Internal Perebutan Kursi Ketua Umum Partai GolkarIDN Times/Ardiansyah Fajar

Musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) yang terjadi pada 1998 menjadi persaingan sengit memperebutkan kursi ketua umum Golkar, menggantikan posisi Harmoko.

Posisi ketua umum dimenangkan politikus dari sipil, Akbar Tandjung, dengan mengalahkan calon dari militer, Jenderal Edi Sudradjat. Pertentangan yang cukup tajam mengakibatkan keluarnya Edi Sudrajat dan beberapa tokoh Golkar dari kubu Edi tergabung dalam Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) dan memutuskan membentuk partai baru.

Baca Juga: Golkar Bantah Nonaktifkan 10 Ketua DPD Maluku karena Dukung Bamsoet

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya