Identifkasi COVID-19 Kian Sulit, Dokter: Gejala Semakin Tidak Khas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dokter Umum Rumah Sakit Jakarta Medical Center (JMC), dr. Ahmad Pasha Natanegara menjelaskan ada perbedaan saat menghadapi pasien COVID-19 dan pasien umum. Bagi dia, kini sulit untuk melakukan deteksi ciri khas dari gejala awal COVID-19.
“Menurut saya pribadi dan beberapa teman setelah saya diskusikan juga setuju. Kita melihat COVID-19 ini sebagai the great imitator, jadi istilahnya tadinya kita mengetahui itu khas demam, batuk, nyeri tenggorokan, sesak,” kata dia lewat live streaming di Instagram IDN Times, Rabu (22/4).
1. Tidak terpikirkan sebelumnya bahwa penyakit tertentu bisa sebabkan COVID-19
Menurut dia, semakin lama gejala COVID-19 semakin luas. Beberapa penyakit seperti pneumonia, TBC, bronkitis atau semua penyakit yang berhubungan dengan paru-paru hingga DBD dan tifus bisa dikaitkan dengan COVID-19.
“Semakin ke sini gejala-gejalanya semakin tidak khas, kalau dulu mungkin tidak pernah memikirkan bahwa penyakit tertentu itu kasus buat COVID-19,” kata dia.
Baca Juga: Pasien PDP Ngamuk Buka Masker, Perawat RS Gunung Jati Positif COVID-19
2. Cara mengetahui virus yang paling efektif adalah swab dan rapid test
Editor’s picks
Sebagai tenaga medis, dr. Pasha menjelaskan bahwa hal tersebut menjadi tantangan tersendiri untuk mendeteksi COVID-19. Maka dari itu, dia mengatakan, akan sulit membedakan pasien jika tidak melakukan pemeriksaan yang pasti seperti swab dan rapid test.
“Jadi challenge-nya untuk kita dokter-dokter ya itu, karena terlalu banyak penyakit-penyakit di Indonesia yang mirip satu sama lain, jadi agak susah membedakan pasien ini COVID-19 atau tidak,” ujar dia.
3. Tetapi perawatan harus tetap dilakukan apapun statusnya
Walaupun seperti itu tenaga medis tetap harus melakukan pemeriksaan kepada pasien, baik yang berstatus orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) hingga yang positif.
“Tetap harus di-treatment, selama itu belum dibuktikan COVID-19 kita harus treatment sebagai penyakit yang lain,” ujarnya.
Baca Juga: [WANSUS] Pengalaman Dokter Tangani Pasien COVID-19, Pengap Gunakan APD