Deretan Kritik Pandu Riono pada Penanganan COVID-19 di Indonesia

Akunnya diretas, karena terlalu vokal?

Jakarta, IDN Times - Akun Twitter pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono atau yang kerap dikenal dengan juru wabah diretas pada Rabu malam, 19 Agustus 2020. Akun resmi @drpriono sekira pukul 22.00 membagikan status yang tidak biasa.

Di postingan itu, ada beberapa foto Pandu bersama seorang wanita disertai tulisan yang tidak lazim atau yang tidak biasa ditulis juru wabah di akun media sosialnya.

Pandu Riono memang dikenal vokal dalam mengkritik dan memberikan masukan soal penanganan COVID-19 di Indonesia, beberapa pernyataannya terbilang keras untuk menolak isu-isu tertentu.

IDN Times merangkum pernyataan-pernyataan vokal Pandu terkait pandangannya pada COVID-19 di Indonesia.

1. Menolak keras penggunaan tes cepat atau rapid test

Deretan Kritik Pandu Riono pada Penanganan COVID-19 di IndonesiaRapid test massal di kantor Pemkab Jombang. IDN Times/Zainul Arifin

Pandu sering kali menyuarakan ketidaksetujuannya soal penggunaan tes cepat atau rapid test. Dia menilai, rapid test tidak akurat dan meminta agar pemerintah bisa menghentikan metode tes COVID-19 itu. Bagi dia rapid test bukan cara untuk menanggulangi COVID-19.

"Setop lah semua rapid test, karena itu tidak perlu,” kata Pandu dalam diskusi daring yang digelar oleh Populi Center dan Smart FM Network, Sabtu, 4 Juni 2020. 

Pandu berargumen bahwa hasil rapid test tidak bisa dijadikan acuan apakah seseorang terinfeksi virus corona atau tidak karena yang dites adalah antibodi seseorang.

"Yang dites itu antibodi. Antibodi itu artinya respons tubuh terhadap adanya virus. Itu terbentuk seminggu atau beberapa hari setelah terinfeksi. Kalau tidak reaktif, bukan berarti tidak terinfeksi. Kalau reaktif, bukan berarti bisa infeksius," kata dia.

Dia juga khawatir kalau rapid test ini berpotensi dikomersialisasikan untuk mengeruk keuntungan semata.

Baca Juga: Profil Epidemiolog UI Pandu Riono yang Kritis dan Vokal Soal COVID-19

2. Kritisi ungkapan Menhub yang sebut tak ada gelombang kedua COVID-19

Deretan Kritik Pandu Riono pada Penanganan COVID-19 di IndonesiaMenhub Budi Karya tinjau Pelabuhan Patimban (Dok. Kemenhub)

Dia juga pernah menanggapi penyataan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang menyebut pandemik COVID-19 di Indonesia hanya akan berlangsung selama satu gelombang dia juga memprediksi pandemik ini berakhir pada September 2020.

Bagi Pandu, hal itu tidak masuk akal, dia bahkan melempar lelucon jika Budi mungkin kembali menjadi jubir COVID-19, sehingga sebelum menyampaikan ke publik, Budi dianggap sudah berkomunikasi dengan virus yang diberi nama Sars-CoV-2 itu. 

"Saya bingung nih yang ngomong (pandemik usai September 2019) Pak Menterinya atau COVID-nya? Tanya saja ke Pak Budi Karya, are you sure, Pak?" ungkap Pandu dalam program Ngobrol Seru by IDN Times, Sabtu, 20 Juni 2020.

Bagi dia Indonesia kala itu masih berada di gelombang pertama COVID-19 dan bahkan belum memasuki puncak pandemik.

3. Harusnya Presiden yang pimpin penanggulangan COVID-19

Deretan Kritik Pandu Riono pada Penanganan COVID-19 di IndonesiaPresiden Jokowi menghadiri syukuran Lafran Pane sebagai Pahlawan Nasional (Dok. IDN Times)

Pandu Riono pernah mengatakan bahwa mengatakan bahwa pendekatan pentahelix yang kerap digaungkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 atau yang kini telah berganti nama menjadi Satgas COVID-19 kurang membuahkan hasil.

Salah satunya adalah pelibatan tokoh agama dalam dialog COVID-19, yang belum tentu bisa mewakili masyarakat secara keseluruhan.Menurut dia, role model atau panutan tiap masyarakat tidak bisa digeneralisir.

"Karena masyarakat Itu banyak sekali. Dia percaya pada pemimpin agama yang ini, itu, variasi leader di masyarakat itu bisa salah, jadi biasanya sudah ada bias seleksi," kata Pandu dalam program "Ngobrol Seru" by IDN Times, Sabtu, 20 Juni 2020.

Maka dari itu dia meminta Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk bisa memimpin penanggulangan komunikasi kepada masyarakat.

"Saya minta kepada Pak Presiden pimpin penanggulangan in. Ini tidak bisa diserahkan ke Gugus Tugas, karena dia yang bisa menyatukan menteri-menteri yang lain, karena di mana-mana yang memimpin itu Presiden," ujarnya.

4. Kritisi wacana relaksasi pekerja usia 45 tahun ke bawah

Deretan Kritik Pandu Riono pada Penanganan COVID-19 di IndonesiaIlustrasi pekerja (IDN Times/Dwi Agustiar)

Sebelumnya, Pemerintah juga memiliki wacana relaksasi yang diberikan pemerintah pusat pada pekerja berusia di bawah 45 tahun. Kala itu, menurut dia, wacana itu tidak tepat. Data yang dijadikan acuan untuk membentuk wacana ini kata Pandu adalah salah.

Pandu menyebutkan data yang dipaparkan tidak sesuai untuk dijadikan acuan. Sebab, menurut dia anak-anak muda yang diizinkan kembali bekerja dalam konteks ini sebagian besar tidak menunjukkan gejala jika terjangkit virus corona atau asimtomatik.

"Karena sebagian penyebar atau super penyebar, yang banyak menyebarkan itu karena aktivitasnya dan bertemu dengan banyak orang, yang adalah anak-anak muda ini," ujar Pandu di program Mata Najwa, di Trans 7, Rabu, 13 Mei 2020.

Baca Juga: Akun Twitter Juru Wabah UI Pandu Riono Diretas, Gegara Terlalu Vokal?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya