Tabloid Indonesia Barokah Sulit Pengaruhi Potensi Suara Millennial

Millennial tidak lagi membaca media dengan format cetak

Jakarta, IDN Times - Kontroversi terkait munculnya tabloid Indonesia Barokah terus bergulir. Tabloid ini, dinilai sejumlah pihak, menyudutkan salah satu pasangan calon yang maju dalam kontestasi pemilu pada April 2019 nanti. Meski demikian, Direktur New Media Watch, Agus Sudibyo menilai terbitnya tabloid ini tidak akan berpengaruh banyak kepada para pemilih dari millennials. Hal ini disampaikannya dalam acara diskusi'Tabloid Indonesia Berkah: Karya Jurnalistik atau Kumpulan Opini?' yang diselenggarakan Yayasan Bhakti Bumi Nusantara 

1. Indonesia Barokah akan sulit pengaruhi pemilih millennials

Tabloid Indonesia Barokah Sulit Pengaruhi Potensi Suara MillennialIDN Times/Fitria Madia

Beredarnya tabloid Indonesia Barokah, kata Agus Sudibyo, tidak akan berpengaruh pada kaum millennial yang disebut-sebut akan menjadi penentu siapa pemenang Pilpres 2019 nanti.

"Saat ini, beberapa lembaga survei saja sudah merilis bahwa generasi millennials mendominasi para undecided voters dan pemilih soft voters," kata Agus.

2. Para millennial tidak lagi berminat membaca media cetak

Tabloid Indonesia Barokah Sulit Pengaruhi Potensi Suara MillennialIDN Times/Isidorus Rio Turangga

Tidak berpengaruhnya Indonesia Barokah terhadap millennial karena formatnya media cetak (tabloid). Saat ini, format media cetak dinilai sulit menarik minat para millennial. Mereka lebih suka mengakses informasi melalui format digital.

"Nah, mereka ini kan para pemilih kritis yang berasal dari kelas menengah. Konsep media berbentuk tabloid yang dicetak ini saya rasa akan sulit pengaruhi millennials karena era modern sudah banyak kampanye dilakukan di media sosial, platform yang sangat disukai millennials," ujar Agus.

2. Anomali dari tabloid Indonesia Barokah

Tabloid Indonesia Barokah Sulit Pengaruhi Potensi Suara MillennialIDN Times/Isidorus Rio Turangga

Agus juga menyampaikan bahwa terbitnya tabloid Indonesia Barokah menimbulkan dua anomali yang tampak mencolok baginya.

"Anomali pertama, seperti yang saya sebut tadi. Kalau ingin merebut suara dari, katakanlah, para millennials, konsep tabloid cetak seperti ini saya rasa tidak menarik bagi millennials. Yang kedua, ya soal penyebarannya. Tabloid ini disebarkan di masjid-masjid dengan tujuan mungkin merangkul pemilih dari kaum religius," ujarnya.

Padahal, kata Agus, pemilih religius ini adalah pemilih loyal. Mereka sudah menentukan pilihan berdasarkan ideologi. "Jadi saya rasa sulit berubah pendiriannya jika hanya karena ada tabloid ini," terang Agus lebih lanjut.

3. Indonesia Barokah adalah upaya mengecoh strong supporters

Tabloid Indonesia Barokah Sulit Pengaruhi Potensi Suara MillennialIDN Times/Isidorus Rio Turangga

Yang menarik kemudian dari paparan Agus adalah anggapan tentang penerbitan Indonesia Barokah yang dianggap hanya sebuah upaya mengecoh fokus media dan timses dari kubu tertentu untuk tidak fokus kepada swing voters.

"Saya berasumsi bahwa Indonesia Barokah ini merupakan upaya mengecoh agar media fokus kepada para strong supporters. Strong supporters ini istilahnya adalah para pemilih yang sudah punya pilihan siapa calon presiden idamannya. Tujuannya ya agar media dan publik, atau katakanlah, timses paslon tertentu, mengabaikan potensi dari para swing voters di saat situasi politik saat ini butuh untuk merebut suara mereka-mereka yang belum menentukan pilihan," kata Agus lagi.

4. Para soft voters kecil kemungkinannya terpengaruh tabloid Indonesia Barokah

Tabloid Indonesia Barokah Sulit Pengaruhi Potensi Suara MillennialIDN Times/Isidorus Rio Turangga

Agus, yang merupakan Direktur New Media Watch, menjelaskan sedikit terkait demografi pemilih di Indonesia yang menjadi kunci bagi siapa pun yang ingin memenangkan Pemilu. Menurutnya, ada definisi pemilih galau yang perlu jadi perhatian kedua paslon yang maju ke kontestasi Pilpres 2019.

"Profil pemilih di Indonesia sekarang kan didominasi oleh para pemilih galau. Siapa mereka? Ya kalau saya membaginya dalam dua kategori. Pertama, undecided voters. Mereka ini ya golongan millennials seperti yang saya jelaskan tadi. Ini golongan yang sangat kritis dan cenderung tidak tertarik kepada politik," jelas Agus.

"Yang kedua adalah para soft voters, atau biasa saya sebut pemilih yang sudah punya pilihan tapi masih bisa berubah. Loyalitas mereka terhadap salah satu paslon masih rentan berubah. Golongan ini yang mungkin masih akan terpapar oleh efek Indonesia Barokah tapi saya ragu efeknya akan masih seperti, katakanlah, waktu Obor Rakyat kemarin di 2014 lalu," kata Agus.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya