Guru Besar UGM: Omnibus Law Malah Bisa Datangkan Investor Hitam
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Maria SW Sumardjono, menilai investor tidak akan datang begitu saja meski pemerintah telah mengesahkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, selama masih ada korupsi di Indonesia, maka yang akan datang adalah investor hitam.
"Gimana mau menarik investasi kalau tidak ada evaluasi bahwa kita akan melayani yang lebih bersih. Saya kira itu percuma UU Cipta Kerja, tidak akan mengundang investor putih kalau tetap bisnis as usual. Tapi yang akan datang investor hitam," katanya dalam webinar yang disiarkan di akun Youtube Iluni UI, Rabu (4/11/2020).
1. Korupsi masalah utama di Indonesia
Merujuk pada data yang diterbitkan Global Competitive Index, Maria menyebut hambatan utama investasi di Indonesia adalah korupsi diikuti oleh inefisiensi birokrasi dan akses finansial.
"Gimana mau undang investor kalau kita tidak bersih," ujarnya.
Baca Juga: Investor Mulai Tinggalkan Pulau Jawa, Nilai Investasi Merosot
2. Banyak korupsi di sektor pertanahan
Editor’s picks
Maria lalu menyoroti kasus korupsi di sektor pertanahan di mana banyak oknum yang terlibat dalam penerbitan sertifikat tanah baik HGU maupun HGB. Korupsi muncul, lanjut Maria karena kecilnya resiko yang diterima pelaku, hukuman yang sedang dan keuntungan yang besar.
"Kalau kecil hukumannya, gak masalah bikin korupsi. Penyuapan di bidang pertanahan rawan karena untuk peroleh hak proses panjang. Ketika terbitkan hak atas tanah, itu buat terjadi penyuapan ada karena proses tidak mudah dan panjang. Apalagi untuk peroleh hektare (tanah) diperlukan jangka waktu (lama)," ujarnya.
3. Dampak korupsi di sektor pertanahan
Lebih lanjut, Maria menjelaskan dalam korupsi di sektor pertanahan memiliki dampak bagi pemohon, negara, dan masyarakat luas. Bagi pihak pemohon misalnya, dia menyebut kelompok dengan kepentingan jangka panjang, akhirnya sudah memasukkan "biaya informal" dalam perhitungan. Ada juga kelompok yang merasa bahwa biaya informal mestinya tidak ada. Mereka merasa dirugikan karena tidak memiliki pilihan.
Lalu bagi negara, kerugiannya adalah public distrust terhadap pelayanan publik. Lalu, ada juga masalah penguasaan tanah secara besar-besaran secara spekulatif oleh sekelompok pihak karena merasa telah mengeluarkan biaya informal yang besar.
"Dampaknya adalah penelantaran tanah dan mengurangi potensi pendapatan negara," kata Maria.
Tak hanya itu, ini juga berdampak bagi masyarakat luas. Kerugian bagi masyarakat yakni hilangnya kesempatan masyarakat untuk memperoleh pelayanan pertanahan yang optimal dan permohonan penetapan hak atas tanah skala besar mengurangi akses masyarakat terhadap tanah.
Baca Juga: Banyak Kekeliruan di Omnibus Law, Kemensetneg: Murni Human Error