UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik Saja

Bersikap kurang tegas, Nadiem terus diberondong kritikan

Bandung, IDN Times - Naffa Zahra Mutmainah harus mengubur mimpinya dalam-dalam untuk menempuh pendidikan Sastra Arab di Universitas Sumatera Utara (USU). Tingginya biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang ditetapkan USU, tak sebanding dengan kondisi ekonominya sebagai seorang anak yatim dengan orangtua tunggal yang tak bekerja.

UKT Fakultas Ilmu Budaya (FIB) USU yang dipilih Naffa berkisar di angka Rp8,5 juta per semester. Angka itu tentu terlalu tinggi, mengingat Naffa sebenarnya dibiayai oleh abangnya yang bekerja di tempat makan ikan bakar di Kota Medan, Sumatera Utara.

“Kalau USU tidak menurunkan UKT, saya lebih baik mengundurkan diri. Tahun depan saja kuliahnya, tahun ini saya kerja,” kata Naffa, seperti ditulis oleh IDN Times Sumut, Senin (27/5/2024).

Bagi mahasiswa atau calon mahasiswa, urusan biaya yang berkaitan dengan agenda kuliah merupakan hal yang mendasar dan mendesak. Polemik kenaikan harga uang kuliah ini pun terjadi di berbagai daerah. Di Bandung, misalnya, Keluarga Mahasiswa ITB melayangkan enam tuntutan atas kenaikan UKT dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang terus membengkak.

Salah satu tuntutannya ialah transparansi Rektorat terkait rentang UKT per golongan untuk mahasiswa baru Program Sarjana tahun ajaran 2024/2025.

Sementara di Yogya, sebagai bentuk protes terhadap IPI, sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) camping di halaman depan Gedung Balairung UGM, Sleman.

Ada tujuh tenda di lokasi yang mulai berdiri sejak Senin (27/5/2024) malam. Di sekitar area tenda, mahasiswa juga memasang berbagai karangan bunga dan spanduk yang berisi sindiran serta penolakan terhadap kebijakan IPI UGM.

Salah satu spanduk yang terpampang berbunyi, "UGM: Universitas Gemar Memalak."

Cerita tentang Naffa, mahasiswa ITB hingga UGM, mengisi deretan kisah terkait beratnya biaya kuliah yang dibebankan pada mahasiswa saat ini, sehingga isu terkait UKT menjadi perbincangan hangat dalam beberapa pekan terakhir. 

Hal itu menyusul kenaikan UKT pasca-terbitnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Belakangan kebijakan itu dicabut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, tepatnya pada Senin (22/5/2024).

Di sela pertemuan Naffa dengan Rektorat USU, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengumumkan pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) 2024.

Hal itu disampaikan Nadiem usai bertemu Presiden Joko "Jokowi" Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/5/2024). Pembatalan ini pun dilakukan setelah ramai protes kenaikan UKT di Indonesia.

"Jadi untuk tahun ini tidak ada mahasiswa yang akan terdampak dengan kenaikan UKT tersebut, dan kami akan mengevaluasi satu per satu permintaan atau permohonan perguruan tinggi untuk peningkatan UKT, tapi itu pun untuk tahun berikutnya," ujar Nadiem di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Namun, pembatalan kenaikan UKT yang disampaikan eks bos Gojek itu tak membuat semua permasalahan menjadi tuntas. Perguruan tinggi, mahasiswa dan orangtuanya, masih ketakutan dengan situasi dunia pendidikan di Indonesia saat ini.

1. Nadiem resmi batalkan kenaikan UKT pekan lalu

UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik SajaKLIK PENDIDIKAN. ID

Nadiem Makarim pada Senin (27/5/2024) resmi membatalkan kenaikan UKT di PTN 2024, usai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Nadiem mengatakan, Kemendikbudristek sudah mendengarkan aspirasi dari berbagai stakeholder, mulai dari masyarakat, keluarga, hingga pimpinan PTN.

"Jadi kemarin kami sudah bertemu dengan para rektor dan kami Kemdikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini, dan kami akan mereevalusi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN-PTN," kata dia.

Menurut Nadiem, harus ada asas keadilan dan kewajiban bagi semua pihak terkait biaya UKT. 

"Sekali lagi terima kasih kepada seluruh unsur masyarakat, mahasiswa, para rektor dan lainnya, yang telah memberikan berbagai macam masukan. Jadi ini akan segera kami lakukan (pembatalan UKT)," ucap dia.

"Untuk detailnya seperti apa kebijkannya akan dilakukan nanti dari Dirjen Dikti akan menjelaskan detailnya dalam waktu dekat," ujarnya.

2. Keputusan Nadiem muncul di tengah proses penerimaan mahasiswa baru, perguruan tinggi harus bersiasat

UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik SajaPotret Monumen Tugu Universitas Brawijaya (commons.wikimedia.org/Fajar Embun)

Keputusan yang dilontarkan Nadiem terkait batalnya kenaikan UKT, sekilas merupakan kabar baik. Namun, hal tersebut nyatanya merepotkan sederet perguruan tinggi di Indonesia, salah satunya Universitas Brawijaya yang harus melancarkan strategi untuk meredam keinginan mahasiswa barunya dalam mengundurkan diri.

Menurut Wakil Rektor II Bidang Keuangan dan Sumber Daya UN, Prof. Muhammad Ali Safaat, Universitas Brawijaya tahun ini menerima sebanyak 3.662 mahasiswa baru melalui jalur SNBP (Seleksi Nasional Berbasis Prestasi). 

Hingga Rabu (29/5/2024), dilaporkan hanya 75 persen yang melanjutkan daftar ulang. Sementara 25 persen sisanya dilaporkan belum melakukan daftar ulang, hingga ada yang mengundurkan diri karena sebelumnya mendapat kenaikan UKT.

Selain itu, menurut Ali Safaat, lebih dari seribu mahasiswa baru memang telah mengajukan keringanan UKT. Pendaftaran ulang SNBP sendiri ditutup pada 27 Mei 2024 pukul 23.59 WIB, yang mana artinya lebih dari 900 calon mahasiswa UB memilih mengundurkan diri.

"Dari data kami, sebanyak 75 persen mahasiswa yang sudah melakukan daftar ulang. Sementara sisanya 25 persen belum melakukan daftar ulang hingga batas waktu yang suda ditentukan," katanya.

Dengan begitu, UB memilih memperpanjang waktu pendaftaran ulang mahasiswa baru jalur SNBT (Seleksi Nasional Berbasis Tes). Ali mengatakan jika Rektorat UB siap memfasilitasi mahasiswa baru UB jalur SNBT yang mengundurkan diri karena keberatan dengan kenaikan UKT. 

"Kami sudah mengumumkan kepada suruh mahasiswa baru yang diterima melalui SNBP terkait kebijakan baru ini. Tapi sampai saat ini kita belum mendapatkan informasi atau data mahasiswa yang memang sudah menyatakan mundur dari proses daftar ulang, apalagi karena urusannya adalah urusan karena ketidakmampuan membayar," katanya, pekan lalu.

UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik SajaUKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik Saja (IDN Times/Aditya Pratama)

3. Tak ada kenaikan UKT, kampus minta bantuan pemerintah

UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik SajaSejumlah mahasiswa yang memprotes kebijakan IPI dan UKT UGM masih bertahan dengan tenda kemah mereka di halaman Gedung Balairung hingga Jumat (31/5/2024). (IDNTimes/Febriana Sinta)

Tak hanya Universitas Brawijaya, Universitas Sumatera Utara pun nyatanya mesti bersiasat untuk merespons batalnya kenaikan UKT di tengah proses penerimaan mahasiswa anyar. Kabar dari mulut Nadiem tersebut membuat USU yang sudah menerima UKT, harus mengembalikan selisih biaya yang sudah dibayarkan calon mahasiswa baru.

"Pastinya USU patuh dengan kebijakan yang diatur oleh Kementerian, jadi harus dikembalikan (Kelebihan pembayaran UKT yang sempat naik )," ujar Humas USU Amalia Meutia saat dikonfirmasi melalui pesan singkat kepada awak media, Selasa (28/5/2024).

Amalia juga menjelaskan USU akan mengikuti arahan dari Dirjen Ristekdikti setelah kenaikan UKT dibatalkan. Soal pengembalian itu ada di dalam enam poin arahan tersebut.

Kata Amalia poin enam akan dilaksanakan setelah USU menjalankan poin kedua dan ketiga. Adapun isi daripada poin kedua ialah rektor perlu mengajukan kembali tarif UKT dan IPI paling lambat tanggal 5 Juni 2024, tanpa kenaikan dibandingkan dengan tarif tahun akademik 2023/2024 dan sesuai dengan ketentuan batas maksimal dalam Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024.

Lalu di poin ketiga, isinya ialah setelah memperoleh surat rekomendasi atau surat persetujuan dari Dirjen Dikti Ristek atas pengajuan kembali UKT dan IPI, PTN dan PTN BH harus merevisi Keputusan Rektor mengenai tarif UKT dan IPI tahun akademik 2024/2025.

"Tapi sebelum (ke poin enam) USU melakukan proses yang diminta di poin dua dan tiga terlebih dahulu, baru dapat mengembalikan kelebihan UKT yang telah dibayarkan," katanya.

Sementara di Jawa Tengah, terutama yang terjadi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, hampir serupa. Atas kabar itu, Plt. Wakil Rektor Umur dan SDM Prof. Muhtar mengatakan sebetulnya besaran UKT di UNS tidak naik, namun memang ada penambahan kelompok UKT 9. 

Karena ada kebijakan tersebut, kata dia, maka UKT akan kembali ke tahun 2023 yakni kelompok 1-8.

"UNS ikut pemerintah kembali ke UKT dan IPI 2023," kata Muhtar.

Sementara itu karena tidak ada kenaikan, UNS meminta tambahan bantuan dari pemerintah untuk menunjang sarana dan prasarana perkuliahan. Pada tahun sebelumnya pemerintah menggelontorkan bantuan sebesar Rp80 miliar, kali ini UNS meminta tambahan Rp40 miliar.

4. Ramai-ramai mengawal janji Nadiem

UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik SajaMahasiswa UB berdemo di depan Gedung Rektorat UB menuntut penurunan UKT. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Kembali ke Jawa Timur, di Malang, boleh dibilang Universitas Brawijaya menjadi perguruan tinggi yang getol mengkritisi kenaikan UKT. Mereka bahkan melakukan demo besar-besaran di halaman gedung Rektorat UB pada pada Rabu (22/5/2024) siang.

Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) Universitas Brawijaya (UB), Satria Naufal mengatakan jika mereka bersyukur atas keputusan dari Nadiem Makarim. "Namun, belum ada jaminan dari Mendikbud untuk menggagalkan kenaikan UKT ini. Entah melalui proses apa, ini masih harus dikawal," ujar Satria, kepada IDN Times Jatim, Rabu (29/5/2024).

Menurut Satria, pengawalan harus dilakukan agar di masa depan tidak ada lagi kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Jika di masa depan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 dibangkitkan, mereka siap melaksanakan aksi lebih besar.

Sama dengan Satria, Ketua BEM Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Mataram (Unram) Aris Munandar menyatakan bahwa mahasiswa di Mataram akan mengawal tindak lanjut pembatalan kenaikan UKT.

"Senin (3/6/2024) kami akan melakukan follow up, meminta ketegasan rektorat terkait dengan surat edaran dari Kemendikbudristek mengenai tidak lagi menaikkan UKT. Cuma Unram belum menindaklanjuti dalam bentuk surat edaran yang dikeluarkan.”

“Sudah ada surat edaran dari kementerian, tapi Unram belum terima edaran," kata Aris dikonfirmasi IDN Times di Mataram, Sabtu (1/6/2024).

Ia mengatakan mahasiswa di semua fakultas rata-rata mengeluhkan besaran UKT tahun akademik 2024/2025. Meskipun kenaikan UKT pada kelompok atau grade 2 dan 6, tetapi untuk kelompok lainnya juga dinilai masih memberatkan mahasiswa.

Pasalnya, besaran UKT mahasiswa di Unram disamaratakan dengan perguruan tinggi negeri di Pulau Jawa dan Bali. Padahal, pendapatan per kapita masyarakat di Jawa dan Bali berbeda dengan Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Itu menyamaratakan standar ekonomi masyarakat Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Ini gak masuk akal," kata Aris.

5. Nadiem tidak tuntaskan masalah

UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik SajaMendikbudristek RI, Nadiem Makarim. (IDN Times/Kevin Handoko)

Sementara Presiden Mahasiswa (Presma) BEM Universitas Riau Muhammad Ravi mengatakan keputusan Nadiem Makarim yang telah membatalkan kenaikan UKT tidak membuat mereka puas. 

"Kami sebenarnya tidak terlalu puas dengan keputusan mas Menteri (Nadiem Makarim), karena fokus kami sebenarnya pada Permendikbud-nya, bukan hanya sekadar kenaikan UKT," ujarnya.

Menurut dia, yang menjadi permasalahan sebenarnya adalah Permendikbud nomor 02 Tahun 2024. Hal tersebut merupakan respons dari para mahasiswa Universitas Riau menanggapi adanya dua puluh lebih mahasiswa baru yang batal melanjutkan pendidikan di kampus mereka karena aturan pemerintah yang memberatkan.

"Totalnya 20-an cemaba (calon mahasiswa baru) yang tidak melanjutkan pendidikannya di Universitas Riau karena UKT yang mahal," ujarnya.

Setali tiga uang, bagi pengamat pendidikan Lampung, M. Thoha B. Sampurna Jaya, akar masalah kenaikan UKT perguruan tinggi memang pada Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024.

Menurut Thoha, langkah bijak pemerintah terhadap masalah ini seharusnya memang mencabut peraturan kontroversial tersebut, atau minimal melakukan revisi pada pasal-pasalnya.

“Mestinya pemerintah, atau dalam hal ini Kemendikbud ya, harus bijak. Okelah kalau misalnya tidak dicabut, tapi mestinya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 itu perlu direvisi. Khawatir ke depannya (jika tidak revisi) akan terjadi peningkatan pembayaran UKT lebih besar lagi,” katanya, Jumat (31/5/2024).

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Lampung ini menjelaskan, biaya UKT itu ditentukan oleh standar biaya operasional perguruan tinggi. Dalam permendikbud tersebut besaran UKT dilihat dari tiga aspek.

“Pertama dari tingkat atau posisi perguruan tinggi itu apakah dia PTN-BH, PTN Unggul, sangat baik atau baik. Kemudian ditentukan juga oleh kebutuhan program studi yang bersangkutan, dan terakhir dari kemahalan wilayah,” ujarnya.

Bahkan jika dibaca secara seksama, Thoha mengatakan, di dalam peraturan tersebut perguruan tinggi seolah seperti diberi cek kosong, sehingga masing-masing perguruan tinggi dapat menentukan sendiri harga pendidikannya.

“Atas dasar itu yang membuat beberapa perguruan tinggi khususnya PTN-BH maupun perguruan tinggi dengan akreditasi unggul itu menentukan UKT-nya melonjak sekali,” ujarnya.

6. Nadiem lebih takut Jokowi daripada rakyat

UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik SajaUKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik Saja (IDN Times/Aditya Pratama)

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan turut mengkritik langkah Nadiem dalam membatalkan kenaikan UKT di PTN tahun 2024.

Menurut Cecep Darmawan, ada beberapa kesalahan dari Menteri Nadiem dalam mengambil kebijakan untuk masyarakat. Termasuk sikapnya yang mencabut aturan itu setelah bertemu dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Dia mengatakan, Nadiem lebih takut presiden dibandingkan dengan para orangtua mahasiswa, dosen dan beberapa perangkat perguruan tinggi lainnya.

"Menteri kita lebih takut presiden daripada masyarakat, yang minta mencabut pertama kali kan para mahasiswa, guru besar, dan elemen-elemen pendidikan termasuk DPR teu ngagugu tah (tidak merespons tuh)," ujar Cecep, Kamis (30/5/2024).

Namun saat diminta menghadap presiden, Nadiem langsung menyatakan akan mencabut kembali peraturan yang sudah diterapkan oleh beberapa perguruan tinggi negeri untuk menaikkan UKT.

Bahkan, Nadiem tidak perlu waktu lama dalam mencabut aturan itu. Menurut Cecep, hal ini merupakan tendensi yang buruk karena seharusnya Nadiem menjelaskan pada presiden mengapa aturan harus diterapkan.

"Kalau dia punya studi kebijakan memadai dijelaskan kepada presiden, tapi ini enggak, artinya dari sisi proses kebijakan belum bagus. Kedua menteri tidak mau mendengar saran mahasiswa, para dosen, termasuk DPR, dia lebih mendengar atasannya," tuturnya.

Diperparah lagi, muncul pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut bahwa kenaikan UKT baru akan dilakukan pada tahun depan. Menurutnya, hal itu blunder dan tidak membuat aturan ini bisa diterima sepenuhnya oleh masyarakat.

Bagi Cecep, pernyataan itu seharusnya tidak keluar dari mulut presiden. Alih-alih mengucapkan hal itu, Jokowi ada baiknya menawarkan jalan tengah.

"Enggak bijak juga soal UKT gak naik tahun ini, tapi tahun depan. Presiden harusnya jangan bicara seperti itu, tapi mendorong agar tahun depan harus ada formulasi yang tepat," katanya.

7. “Tidak semua yang ingin kuliah adalah orang kaya”

UKT Batal Naik Tak Bikin Pendidikan Indonesia Baik-baik SajaUTBK SNBT 2024 hari pertama di kampus ITERA. (DOK. ITERA).

Siti Aisyah, salah seorang calon mahasiswa baru yang lulus di Universitas Riau melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP), akhirnya mengurungkan niat untuk melanjutkan pendidikan di kampus negeri tersebut. Alasannya, ia tidak mampu membayar UKT yang terbilang mahal.

"Saya harus membayar UKT golongan 5 sebesar Rp4,8 juta per semester. Karena berasal dari keluarga tidak mampu, tidak sanggup bayar dan memilih mundur," ucapnya saat dihubungi IDN Times Sumut.

Gadis berusia 18 tahun itu merupakan lulusan SMA Negeri 1 Pendalian, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Provinsi Riau. Sebelumnya, Siti lulus di jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau.

"Niatnya memang ambil jurusan itu, karena orangtua kan petani, mana tahu nanti bisa ikut mengembangkan," ujarnya.

Beruntung, Siti mendapat beasiswa dari Universitas Pasir Pangaraian (UPP) di Kabupaten Rohul hingga mengobati kekecewaannya karena batal menjadi mahasiswa Universitas Riau.

Masalahnya, keinginan Siti untuk mendapat gelar strata satu sangat tinggi, apalagi ia merupaakan anak tunggal di keluarganya. 

"Saya anak tunggal di keluarga. Pengen buat orangtua bahagia, mau angkat derajat keluarga, supaya gak terus-terusan direndahkan,” tutur Siti.

Ke depannya ia berharap pemerintah maupun perguruan tinggi memberi kebijakan yang tidak memberatkan mahasiswanya. “Karena tidak semua orang yang ingin kuliah itu orang kaya. Apakah orang miskin tidak berhak kuliah?” katanya, meluapkan kekesalan.

PRAYUGO UTOMO, FANNY RIZANO (SUMATERA UTARA)RIZAL ADHI PRATAMA (JAWA TIMUR)MUHAMMAD ILMAN NAFI’AN (JAKARTA)ROHMAH MUSTAURIDA (LAMPUNG)TUNGGUL DAMARJATI (DIY YOGYAKARTA) MUHAMMAD NASIR (NUSA TENGGARA BARAT)ANGGUN PUSPITONINGRUM (JAWA TENGAH)AZZIS ZULKHAIRIL (JAWA BARAT)

Baca Juga: Aturan Kenaikan UKT Sudah Salah dari Awal

Baca Juga: 5 Tips Agar Kamu Dapat UKT Murah, Langsung Praktikkan!

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya