Luhut Pandjaitan: Banyak di Antara Kita Tidak Bekerja dengan Hati

Luhut punya pesan pada para penerus bangsa.

Bandung, IDN Times – Awak media menyerbu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Selasa (5/10). Ketika itu, pewarta bertanya tentang potensi Luhut kembali ditunjuk presiden Joko “Jokowi” Widodo sebagai menteri di kabinet kerja jilid II.

Luhut menanggapi berbagai pertanyaan pewarta dengan santai. “Ya, kalau saya ngomong (potensi jadi menteri), masa saya cerita ke kamu,” katanya, ketika itu. Ia pun menjawab “Enggak tahu” ketika pewarta bertanya apakah Jokowi sudah membicarakan potensinya sebagai menteri di bawah kepemipinan Jokowi-Ma’ruf Amin.

1. Ketika Luhut beropini lewat surat

Luhut Pandjaitan: Banyak di Antara Kita Tidak Bekerja dengan HatiIDN Times/Prayugo Utomo

Terlepas dari masih simpang siurnya kesempatan kembali menjadi menteri, Luhut pernah blak-blakkan lewat sepucuk surat yang ia kirimkan pada Tempo Institute. Surat tersebut akhirnya dicetak pada Oktober 2013, menjadi buku kumpulan opini tokoh-tokoh di Indonesia dengan judul "Surat dari & untuk Pemimpin".

Dalam suratnya, Luhut bercerita tentang Indonesia yang memiliki potensi besar menjadi negara super hingga mampu bersaing dengan negara-negara besar lainnya. Namun Indonesia, kata Luhut, punya dua problema yang mesti segera dituntaskan guna menggapai cita-cita itu.

2. Banyak pemimpin tidak memberikan tauladan

Luhut Pandjaitan: Banyak di Antara Kita Tidak Bekerja dengan HatiIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Salah satu dari dua masalah yang ia sorot lewat surat tersebut ialah kualitas para pemimpin dalam negeri yang tak memberi contoh baik kepada generasi penerusnya. Atau, dalam kata lain, “kelemahan yang besar yang ada sekarang ini adalah banyak di antara kita tidak bekerja dengan hati,” tulis Luhut dalam surat yang ditujukan bagi para pemuda Indonesia itu.

“Para pemimpinnya banyak tidak memberikan tauladan. Kita lihat begitu banyak pemimpin di negeri ini sekarang yang tidak satu antara kata dan perbuatannya,” lanjut dia.

Dengan fenomena tersebut, jangan heran jika saat ini banyak orang beranggapan bahwa jika tidak menjadi pejabat atau orang kaya, seseorang tidak menjadi somebody. “Ada ketakutan bahwa tanpa jabatan tinggi atau tanpa harta, ia hanya anybody. Ini salah besar,” katanya.

3. Bonus demografi dalam 50 tahun ke depan

Luhut Pandjaitan: Banyak di Antara Kita Tidak Bekerja dengan HatiIDN Times/Galih Persiana

Masalah lain yang ia soroti lewat suratnya ialah kualitas sumber daya manusia (SDM).

“Kita semua tahu bahwa Indonesia tengah menuju bonus demografi di mana 70 persen populasi sampai 50 tahun ke depan memasuki productive age, dan ini merupakan keunggulan yang patut kita syukuri,” ujar Luhut, membuka alinea pembahasan mengenai problema kedua dalam suratnya.

Namun, seperti disepakati oleh para pengamat di Indonesia, bonus demografi itu justru akan berbalik menjadi masalah yang bisa menggerogoti Indonesia bila mana pemerintah tidak berhasil mempersiapkan SDM yang unggul dari sekarang. Kenyataannya, menurut Luhut, pendidikan Indonesia khususnya di bidang teknologi sangat lemah, terutama bagi masyarakat yang tumbuh di daerah-daerah di luar Pulau Jawa.

“Nah ini perlu kita perbaiki,” ujar dia.

4. Jangan hanya andalkan intelektual

Luhut Pandjaitan: Banyak di Antara Kita Tidak Bekerja dengan HatiIDN Times/East Ventures

Lewat surat itu juga Luhut berpesan agar generasi muda Indonesia tidak bekerja dengan hanya mengandalkan kelebihan intelektual, melainkan juga dengan integritas dan harga diri.

Tak hanya itu, Luhut berpesan agar para pemimpin masa depan tidak melacurkan kejujuran dan integritas hanya agar cepat hidup senang. “Hidup senang itu sebenarnya tidak saja dengan pemenuhan materiil saja. Tinggalkanlah sebuah legacy dalam bidang/keahlian/profesi masing-masing. Ini yang menurut saya penting,” ujar Luhut.

Setahun setelah surat tersebut dicetak menjadi buku, tepatnya pada 31 Desember 2014, Jokowi mempercayai Luhut sebagai salah satu pejabat di lingkarannya. Bahkan, berbeda dengan beberapa pejabat lain yang berhenti di tengah kerja, kepercayaan Jokowi pada Luhut tetap terjaga hingga hari ini.

Pada 31 Desember 2014, Luhut resmi diangkat menjadi Kepala Staf Kepresidenan Indonesia di era pertama Jokowi.  Setahun kemudian, tepatnya pada 12 Agustus 2015, jabatannya bergeser menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Sejak 27 Juli 2016 hingga hari ini Luhut dipercaya sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia.

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya