Learning Loss Akibat Corona, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

Situasi PJJ di lapangan tak sesuai harapan

Bandung, IDN Times – Dua tahun sudah pandemik COVID-19 melanda dunia, dan mengubah banyak rutinitas manusia sehari-hari. Tak terkecuali di sektor pendidikan, yang tidak hanya mengalami perubahan cara belajar melainkan juga menguji ide-ide dasar tentang konsentrasi, peran teknologi, dan cara siswa, guru, serta orangtua, untuk berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar.

Di Indonesia, penerapan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih bervariasi baik dalam kualitas, pelaksanaan kurikulum, fasilitas pendukung, serta perubahan mekanisme pembelajaran yang sering bergantung pada angka peningkatan dan penurunan COVID-19 di masing-masing daerah.

Perbedaan dalam penerapan PJJ ini berisiko terhadap ketimpangan proses pembelajaran. Di samping itu, situasi pandemi ini juga memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap para tamatan sekolah, terutama dari kejuruan dalam hal upaya mencari lapangan pekerjaan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Suharti Sutar, menjelaskan metode pembelajaran yang dapat dianut dalam proses pelaksanaa PJJ.

Ia pun menjelaskan bagaimana rencana strategis ke depan, guna memastikan PJJ tidak mengakibatkan learning loss dan ketimpangan yang semakin besar di Indonesia.

1. Kemendikbud akui adanya learning loss gara-gara pandemi

Learning Loss Akibat Corona, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?Webinar bahas loss learning selama pandemik COVID-19 (IDN Times/Istimewa)

Suharti mengatakan, selama PJJ dilaksanakan, learning loss yang dialami oleh pelajar Indonesia semakin besar. Apalagi untuk pelajar-pelajar yang berasal dari kalangan termarjinalkan, seperti siswa dan mahasiswa yang hidup di daerah tertinggal, hingga anak-anak dengan orangtua berpendapatan menengah ke bawah.

Atas masalah itu, pemerintah kemudian menyosialisasikan kurikulum darurat. Suharti mengklaim upaya tersebut berhasil memperkecil learning loss yang terjadi.

“Dengan kurikulum biasa, anak-anak bebannya sangat besar. Dengan pengurangan-pengurangan yang ada di dalam kurikulum darurat ini, pada (mata pelajaran) kurikulum inti menjadi lebih baik” kata Suharti, dalam webinar berjudul Advokasi Pendidikan dalam Merespon Pandemi COVID-19 yang digelar Knowledge Sector Initiative (KSI), Rabu (23/3/2022).

2. Buruknya dampak PJJ bagi siswa berkebutuhan khusus

Learning Loss Akibat Corona, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Menteri Sosial Agus Gumiwang K berbincang dengan siswa penyandang disabilitas asal Sukabumi Mukhlis Abdul Holik (kedua kanan) disela Peringatan Hari Disabilitas Internasional Tahun 2018 di Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/12/2018). Dalam kesempatan tersebut, siswa kelas 3 Sekolah Dasar Negeri (SDN) X Cibadak, Kabupaten Sukabumi tersebut menyampaikan keinginannya kepada presiden untuk dapat menempuh pendidikan sampai jenjang kuliah. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Di sisi lain, Chair Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN), Dina Afrianty, menjelaskan bahwa PJJ tidak hanya berdampak buruk pada siswa biasa, melainkan juga kepada siswa dengan kebutuhan khusus. Bahkan sistem pembelajaran ini dinilai lebih sulit untuk dilakukan oleh siswa dengan kebutuhan khusus.

Berdasarkan penelitian AIDRAN dengan guru-guru di berbagai wilayah Indonesia, banyak siswa dengan kebutuhan khusus, baik yang ada di sekolah inklusi maupun non-inklusi, tidak bisa bersekolah karena tidak ada pendampingan dari guru.

Kekhawatiran itu tetap terjadi, sekali pun memang tidak sedikit guru yang sudah berinisiatif untuk datang ke rumah siswa guna memberikan materi pembelajaran.

“Kita bisa bayangkan, sebelum pandemi teman-teman disabilitas banyak mengalami kendala di sekolah dan perguruan tinggi. Dengan pandemi dan pembelajaran online, masalah malah jauh lebih besar lagi” kata Dina, dalam kegiatan yang sama.

Masalah ini semestinya menjadi kekhawatiran sendiri bagi pelajar berkebutuhan khusus, terutama mahasiswa, yang seharusnya dicetak untuk memenuhi permintaan tenaga kerja. Selain learning loss yang harus mereka alami karena selama pandemi harus belajar sendiri, bantuan dari pemerintah seperti laptop, ponsel, atau beasiswa, pun tidak banyak tersedia.

“Ada 70 persen mahasiswa disabilitas mengatakan tidak mendapatkan bantuan apapun. Ini mengkhawatirkan karena siswa dengan disabilitas banyak datang dari kondisi ekonomi yang rendah,” tutur Dina.

3. Pemerintah diminta punya langkah lebih di dunia pendidikan

Learning Loss Akibat Corona, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?Ilustrasi siswa sekolah dasar belajar online. (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Sementara itu, peneliti Senior SMERU Research Institute, Ulfah Alifia, menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk memulihkan kemampuan belajar siswa setelah lama menjalani PJJ.

Di antaranya, kata dia, ialah adalah dengan adanya intervensi khusus kepada guru dengan cara melakukan sebuah pengajaran terdiferensiasi (pembelajaran yang memperhatikan level kemampuan siswa), dengan catatan memberikan asesmen terlebih dulu pada siswa.

Selanjutnya, pembelajaran perlu difokuskan pada literasi dan numerasi, yang mana targetnya tidak memberatkan siswa dan guru. “Ada potensi campuran di masa depan, tapi tentunya pemerintah perlu berinvestasi, karena banyak guru kita yang kurang adaptif. Lalu pemerintah juga perlu berinvestasi pada sistem, karena orangtua perlu mendampingi siswa saat PJJ,” katanya. 

Dari sisi kualitas pembelajaran, peneliti SurveyMETER, Fita Herawati, menjelaskan jika pembuat kebijakan harus bisa memastikan kualitas pembelajaran di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan adaptasi terhadap dinamika kondisi COVID-19.

"Pandemi memang memosisikan kita pada posisi yang sulit, namun tidak ada alasan untuk kita tidak mencapai pendidikan yang lebih baik. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan dasar yang sangat perlu diperhatikan,” katanya.

4. Solusi untuk sedikitnya lapangan kerja bagi siswa SMK

Learning Loss Akibat Corona, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?IDN Times/Ardiansyah Fajar

Peneliti Article 33 Indonesia, Lukman Hakim, memaparkan rekomendasi yang dapat diberikan kepada pembuat kebijakan untuk meningkatkan keterserapan tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terutama dalam menghadapi lanskap ketenagakerjaan yang berubah pada saat pandemi.

Menurutnya, pandemi praktis membuat ekonomi nasional mengalami perlemahan, baik dari sisi permintaan (supply) maupun permintaan (demand).

Hal ini kemudian membuat banyak sektor bertumbangan, misalnya saja hiburan, pariwisata dan restoran. Padahal, seperti yang kita tahu ketiga sektor tersebut merupakan pasar tenaga kerja bagi siswa lulusan SMK.

Meskipun di saat yang sama, ada pula sektor usaha yang masih mengalami pertumbuhan seperti sektor telekomunikasi, asuransi, hingga pertanian.

Maka itu, untuk mengatasi baik learning loss maupun permasalahan ketiadaan tenaga kerja bagi lulusan SMK, Lukman menilai, pemerintah mestinya segera membuat portal informasi mengenai pasar tenaga kerja yang masih tersedia.

Di saat yang sama, dia juga berharap agar pemerintah dapat menjalin kerja sama lebih erat lagi dengan dunia usaha. “Dengan kerja sama ini, siswa SMK bisa berkesempatan untuk praktik di perusahaan,” tuturnya.

Baca Juga: 5 Cara Guru Atasi Learning Loss Anak, Pakai Diferensiasi Pembelajaran

Baca Juga: Penyebaran COVID-19 Meluas, Sekolah di Purwakarta Mulai PJJ 100 Persen

Baca Juga: 780 Laptop Sitaan Bakal Dipakai Sekolah di Semarang Belajar Online

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya